Lutung Jawa Trachypithecus auratus mauritius
Lutung Jawa Trachypithecus auratus mauritius (Jawa Barat Eb ony Langur) Muaragembong, Kabupaten Bekasi
Lutung Jawa adalah salah satu jenis lutung asli
(endemik) Indonesia. Sebagaimana spesies lutung lainnya, lutung Jawa yang bisa
disebut juga lutung budeng mempunyai ukuran tubuh yang kecil, sekitar 55 cm,
dengan ekor yang panjangnya mencapai 80 cm.
Lutung Jawa yang ada di
Muaragembong adalah subspesies Trachypithecus auratus mauritius (Jawa Barat Ebony
Langur) dijumpai terbatas di Jawa Barat dan Banten, salah satunya di daerah Muaragembong,
Kabupaten Bekasi, habitatnya ada di wilayah Muarabendera, Desa Pantai Bahagia,
Muara besar desa Pantai Sederhana dan Muara blacan desa Pantai Harapan Jaya.
Lutung
Jawa atau lutung budeng dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Javan Lutung,
Ebony Leaf Monkey, Javan Langur. Sedangkan dalam bahasa ilmiah (latin) lutung
ini dikenal sebagaiTrachypithecus auratus yang mempunyai beberapa nama
sinonim seperti Trachypithecus kohlbruggei (Sody, 1931), Trachypithecus maurus
(Horsfield, 1823), Trachypithecus pyrrhus (Horsfield, 1823), Trachypithecus
sondaicus (Robinson & Kloss, 1919), dan Trachypithecus stresemanni Pocock,
1934.
Bulu lutung Jawa (Trachypithecus auratus) berwarna hitam dan lutung betina
memiliki bulu berwana keperakan di sekitar kelaminnya. Lutung Jawa (lutung
budeng) muda memiliki bulu yang berwarna oranye. Untuk
subspesies Trachypithecus auratus auratus (Spangled Langur Ebony) meliki
ras yang mempunyai bulu seperti lutung Jawa muda dengan warna bulu yang oranye
sedikit gelap dengan ujung kuning.
Lutung Jawa hidup secara berkelompok. Tiap kelompok terdiri sekitar 7 – 20 ekor
lutung dengan seekor jantan sebagai pemimpin kelompok dan beberapa lutung
betina dewasa. Lutung betina hanya melahirkan satu anak dalam setiap masa
kehamilan. Beberapa induk betina dalam satu kelompok akan saling membantu dalam
mengasuh anaknya, namun sering kali bersifat agresif terhadap induk dari
kelompok lain.
Lutung Jawa (lutung betung)
merupakan satwa diurnal yang lebih banyak aktif di siang hari terutama di atas
pohon. Makanan kegemaran satwa ini antara lain dedaunan, beberapa jenis
buah-buahan dan bunga. Terkadang binatang ini juga memakan serangga dan kulit
kayu.
Morfologi,
Anatomi dan Fisiologi
Secara umum, ciri-ciri morfologi pada Lutung dewasa ditandai dengan rambut
penutup berwarna hitam sampai hitam keperakan. Bagian atas tubuh dari Lutung
berwarna kelabu kecoklat-coklatan gelap sampai kehitam-hitaman, dengan
masing-masing rambut putih di ujungnya, memberikan warna kilap perak pada
mantel kulit. Rambut-rambut pada kaki bawah dan punggung paha adalah kelabu dan
kaki dapat berwarna keperak-perakan daripada punggung. Perut dan bagian sebelah
dalam dari paha kelabu pucat. Tangan dan kaki berwarna hitam. Daerah muka yang
tidak berambut berwarna hitam. Pada beberapa individu dapat mempunyai moncong
yang berwarna putih, tidak terdapat cincin yang mengelilingi mata. Cambang
keputih-putihan dan cukup panjang, hampir menutupi telinga, jambul rapih dan
tinggi, sangat jelas pada jantan dewasa. Lutung Jawa jantan dan betina memiliki
perbedaan yang terletak pada bagian “pelvik” (selangkangan), yang mana pada
betina berwarna putih pucat, sedangkan jantan berwarna hitam.
Lutung Jawa mempunyai keistimewaan yaitu, perutnya besar dan menggantung
kebawah. Ini karena jenis makanannya yang terdiri dari daun-daunan, pucuk daun
serta tidak mempunyai kantung makanan pipi. Jantan dewasa pemimpin kelompok
mempunyai ukuran tubuh yang relatif lebih besar daripada betina dewasa tapi
kadang-kadang juga tidak. Gigi taring jantan dewasa lebih keras dan tajam,
serta gigi geraham yang besar yang sudah terspesialisasi untuk pemakan daun.
Lutung
memiliki anatomi tubuh dengan susunan tulang pada tubuhnya yang panjang dan
lebar. Lutung meiliki kelenjar air ludah yang besar dan saluran pencernaan yang
kompleks. Trachypithecus auratus sondaicus sama seperti jenis-jenis lainnya
yang termasuk Colobinae, yaitu memiliki ciri khas pada struktur lambung yang
kompleks dan merupakan bentuk dasar pemisahan taksonomis.
Pergerakan
Pergerakan primata secara garis besar dapat dibagi menjadi 4 macam gerak dasar,
yaitu:
1.
Vertical clinging and leaping, yaitu gerakan melompat dari pohon ke pohon dan
melompat dari atas ke bawah. Pergerakan ini sering dilakukan oleh genus
avahi, indri, tarsier, dan lepilemur.
2.
Quadropedalism, yaitu gerakan dengan berlari cepat dan perlahan, memanjat dan
melompat. Pergerakan ini dilakukan oleh leur, cebus, macaca, mandriil, baboons,
dan lain-lain.
3.
Ape locomotion, yaitu gerakan yang menggunakan kedua tangannya untuk
menggelantung sehingga kedua kakinya menjadi bebas tergantung. Sering dilakukan
oleh gibbon, siamang, orangutan, simpanse, gorilla.
4. Bipedalism, yaitu gerakan yang menggunakan kedua kakinya dan sering
dilakukan oleh manusia, seperti berdiri, melangkah dan berlari.
Tingkah
Laku Makan dan Makanan
Lutung merupakan pemakan daun. Sebagai makanan pokok, daun pun mempunyai
keuntungan dan kerugian sekaligus. Daun terdapat berlimpah-limpah, tetapi tidak
mengandung gizi banyak. Untuk mendapatkan sebanyak mungkin manfaat dari daun,
Lutung telah mengembangkan beberapa system pencernaan khusus, termasuk
lambungnya yang mampu membesar. Untuk mempertahankan hidupnya, Lutung harus
makan dedaunan dengan jumlah banyak. Sehingga setelah makan kenyang, berat
makanan dan lambungnya yang besar itu mencapai seperempat dari berat badan
keseluruhannya bahkan lebih.
Makan dapat dimulai begitu bangun tidur hingga tidur kembali, biasanya
diselingi dengan eksresi. Cara mengambil makanan biasanya dilakukan dengan
dipetik oleh tangan atau langsung oleh mulut. Lutung Jawa cenderung mengarah
pada hewan semi-Ruminansia yang memakan makanan dengan kadar selulosa tinggi,
daun yang dimakan ada yang dimakan seluruhnya, ada yang sebagian saja. Dan
sudah menjadi kebiasaan bahwa Lutung Jawa akan menjatuhkan setidaknya separuh
dari makanannya ke lantai hutan.
Pada kebanyakan primata dan Lutung Jawa terdapat 3 alasan mengapa primata dan
juga Lutung Jawa “senang” berganti-ganti pilihan makanannya (Richard, 1985),
yaitu:
1.
Kandungan nutrisi yang terkandung didalamnya.
2.
Kebutuhan akan jumlah dan jenis kandungan gizi yang berbeda-beda pada setiap
Primata dan juga Lutung Jawa serta konsekuensinya bila kebutuhan tersebut tidak
terpenuhi.
3.
Kemampuan tiap jenis Primata dan juga Lutung Jawa yang berbeda-beda dalam
mengolah makanannya.
Klasifikasi
Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) adalah satwa diurnal dan arboreal. Satwa
ini dapat melompat dari satu cabang ke cabang yang lain pada pohon-pohon yang
sangat tinggi jarak lompatan mencapai 3 meter (Rowe, 1996)
Klasifikasi Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) menurut (Napier and Napier,
1967) ialah sebagai berikut :
Kingdom : Animal
Phylum : Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Claas : Mamalia
Sub
class : Theria
Ordo : Primata
Sub
ordo : Anthropoidea
Famili : Cercopithecidea
Sub
famili : Colobinea
Genus : Trachypithecus
Species
: Trachypithecus
auratus
Lutung Jawa (Trachypithecus
auratus) memeiliki makanan alami seperti daun-daunan dan buah-buah hutan yang
merupakan makanan ideal bagi satwa yang hidup di hutan. Lutung Jawa
(Trachypithecus auratus) memiliki lambung yang kompleks serta mengandung
bakteri untuk menguraikan daun dan menetralisir racun (Vermeulen, 2001).
Habitat
Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) adalah hewan diurnal dan arboreal. Satwa
ini melompat dari satu cabang pohon menuju pohon lain yang sangat tinggi dan
jarak lompatnya mencapai 3 meter (Rowe, 1996). Lutung Jawa
(Trachypithecus auratus) hidup dihutan dataran rendah hingga dataran tinggi,
baik dihutan primer maupun sekunder. Mereka juga mendiami daerah perkebunan dan
hutan bakau (Supriyatna dan Wahyono, 2000).
Status
Akibat pengurangan habitat untuk berbagai keperluan manusia, maka semenjak
tanggal 22 September 1999, Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) telah
dilindungi undang-undang, berdasarkan SK. Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.
773/Kpts-II/1999. Menurut CITES, Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) termasuk
dalam kategori Appendix II (Satwa yang tidak boleh di perdagangkan karena
keberadaannya terancam punah) dan pada tahun 1996 oleh IUCN diketegorikan
sebagai primate yang rentan (vulnerable) terhadap gangguan habitat karena terus
terdesak oleh kepentingan manusia (Supriatna dan Edy, 2000).
Perilaku
Sosial
Menurut Seoratmo (1979) dalam Tim penelitian (2003) mengatakan bahwa perilaku
bintang secara umum dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu perilaku sosial
binatang dalam spesies yang sama (intraspecific relationship). Kedua jenis
perilaku sosial tersebut dapat terjadi pada kelompok binatang karena terdapat
bentuk-bentuk komunikasi diantara anggota kelompok.
Primata mempunyai perilaku yang lengkap yang berfungsi dalam berkomunikasi dan
berintegtrasi dengan anggota kelompoknya. Perilaku tersebut berkembang terus
disebabkan status hewan sosialnya. (Rowe, 1996).
Satwa ini hidup bersama dalam
kelompok sosial yang terorganisasi baik. Besarnya kalompok tergantung
sepenuhnya pada persediaan makanan disuatu daerah tertentu. Jika persediaan
tidak mampu menunjang semua anggotanya, beberapa kelompok kecil
memisahkan
diri dan pindah. Dan primata yang jantan biasanya sebagai pemimpin dalam
kelompoknya baik dalam mencari makanan maupun sebagai pemimpin keamanan bagi
kelompoknya.
Perilaku sosial dari Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) meliputi perilaku
kominikasi, perilaku sosial, peilaku bermain dan perilaku perawatan.
Perilaku
Komunikasi
Dari hasil pengamatan bahwa banyak primata yang berkomunikasi satu
sama lain melalui suara voca ldan ekspresi muka yang diubah-ubah. Ekspresi
tersebut sering diiringi dengan mengecap-ecapkan bibirnya. Komunikasi tanda
bahaya atau kesediaan maupun untuk mengumpulkan anggota kelompok yang terpencar
biasanya dengan berteriak, menjerit, mencicit, berbisik, mendengkur, menggeram
dan kalau marah mengeluarkan taring-taringnya. Sikap dan postur tubuh juga
menunjukan emosi atau tindakan sebagai tanda kepada yang lain misalnya tanda
untuk lari, bertahan atau menyerang. (Tim penulis, 2003). Suara aeperti
“Ghek-ghok-ghek-ghok”
(httmembers.tripod.comuakaritrachypithecus_
auratus.html).
Perilaku
Seksual
Spesies primata pada umumnya mencapai masa remaja (pubertas) atau kematangan
sosial pada waktu yang berbeda-beda. Pada simpanse, Gorila dan Orangutan masa
pubertas terjadi pada umur 8 - 10 tahun. Kera gibbon pada usia 7 tahun,
sedangkan Babon dan kera Eropa lainnya pada umur 4 - 6 tahun. Ada yang hanya 14
bulan, seperti Mamozet. Primata betina pada umumnya menunjukan perubahan
perilaku yang berkaitan dengan perubahan fisiologis selama masa estrus. Betina
sering menunjukan ketanggapan atau kesediaan seks terhadap hewan jantan.
Menurut Beach (1976) dalam Ambarwati (1999) bahwa ketanggapan seks
(Reeptivitas) adalah kesediaan betina untuk mengadakan kopulasi. Sedangkan
Proseptivitas (kesediaan seks) adalah semua perilaku yang dilakukan betina
untuk memulai interaksi seks.
Kopilasi biasa terjadi dengan posisi ventro-dorsa, yaitu primata jantan menaiki
betina dari bagian punggung. Tetapi ada yang dilakukan dengan keadaan si betina
tetap berdiri, berbaring ataupun meringkuk. Posisi-posisi tergantung pada
spesiesnya dan keduanya mempertahankan posisinya sampai terjadi Intromisi.
(Chalmers, 1979).
Perilaku
Bermain
Pada umumnya, perilaku bermain banyak dilakukan oleh Lutung Jawa
(Trachypithecus auratus) anak-anak. Bermain biasa dilakukan sendiri ataupun
dengan individu lain.
Penggunaan
Strata
Sebagai satwa arboreal, Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) selalu berada di
atas pohon dalam setiap aktivitasnya. Hal ini dilakukan jika keadaan strata
tengah dan bawah tidak memungkinkan, walaupun sering dijumpai Lutung Jawa
(Trachypihtecus auratus) turun ke tanah. Sebagai pertimbangan dalah pohon yang
petensialdi habitatnya tumbang karena proses pelapukan atau terjadi penebangan
sehingga untuk mencapai pohon berikutnya harus melewati tanah (Kurniatin,
2004).
Comments
Post a Comment