materi sejarah perumusan UUD 45
UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
A. UUD
45 sebagai konstitusi negara indonesia
Konstitusi adalah hukum dasar yang
dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara. Konstitusi
dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang-Undang Dasar, dan
dapat pula tidak tertulis yang juga disebut Konvensi[w1] .
Undang-Undang Dasar menempati tata urutan peraturan perundang-undangan
tertinggi dalam negara. Undang-Undang Dasar biasanya mengatur tentang pemegang
kedaulatan, struktur negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan, kekuasaan legislatif[w2] ,
kekuasaan peradilan, dan berbagai lembaga negara serta hak-hak rakyat. Sesuai
dengan rumusan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar”. Pasal tersebut dimaksud memuat paham konstitusionalisme.
Rakyat pemegang kedaulatan tertinggi terikat pada konsititusi.
Kedaulatan rakyat dilaksanakan menurut UndangUndang Dasar. Dengan
demikian, Undang-Undang Dasar merupakan sumber hukum tertinggi
yang menjadi pedoman dan norma hukum yang dijadikan sumber hukum
bagi peraturan perundangan yang berada di bawahnya.
B. Sejarah
Perumusan UUD 45
Ketika
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Republik Indonesia belum memiliki
Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
ditetapkan oleh PPKI pada hari Sabtu 18 Agustus 1945, satu hari setelah
Proklamasi. Pembahasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dilakukan dalam sidang BPUPKI, sidang pertama pada 29 Mei-1 Juni 1945 kemudian
dilanjutkan pada sidang kedua pada 10-17 Juli 1945. Dalam sidang pertama
dibahas tentang dasar negara sedangkan pembahasan rancangan UndangUndang Dasar
dilakukan pada sidang yang kedua.
Pada
sidang BPUPKI tanggal 10 Juli 1945, setelah dibuka oleh ketua dilanjutkan
dengan pengumuman penambahan anggota baru, yaitu Abdul Fatah Hasan, Asikin
Natanegara, Surio Hamidjojo, Muhammad Noor, Besar, dan Abdul Kaffar. Kemudian Ir. Soekarno selaku Ketua Panitia
Kecil melaporkan hasil kerjanya, bahwa Panitia Kecil telah menerima
usulan-usulan tentang Indonesia merdeka yang digolongkannya menjadi sembilan
kelompok, yaitu: usulan yang meminta Indonesia merdeka selekas-lekasnya, usulan
mengenai dasar negara, usulan tentang unifikasi atau federasi, usulan tentang
bentuk negara dan kepala negara, usulan tentang
warga negara, usulan tentang daerah, usulan tentang agama dan negara, usulan
tentang pembelaan negara, dan usulan tentang keuangan. Ketika akan mengambil pemungutan
suara untuk menentukan bentuk negara, para pendiri negara diliputi suasana yang
penuh dengan permufakatan, tanggung jawab, toleransi, dan religius sebagaimana
tergambar dalam dialog di bawah ini (Sekretariat Negara Republik Indonesia,
1995:125-127) “...
Anggota MOEZAKIR:Saya
mohon dari Tuan-tuan anggota sekalian! Oleh karena kita menghadapi saat yang
suci, baiklah kita mengheningkan cipta, supaya janganlah hati kita dipengaruhi
oleh sesuatu hal yang tidak suci, tetapi dengan segala keikhlasan menghadapi
keputusan tentang bentuk negara yang akan didirikan, dengan hati yang murni,
yang tidak terpengaruh oleh sesuatu maksud yang tidak suci. Oleh karena itu,
saya mohon kepada paduka Tuan-tuan sekalian, sukalah Tuan-tuan berdiri di
hadapan hadirat Allah Subhanahuwataala untuk meminta doa.
Ketua
RADJIMAN :Usul itu kita turuti dan saya
minta marilah kita mengheningkan cipta, supaya mendapat pikiran yang suci dan
murni dalam pemilihan. Rapat meminta doa dengan pimpinan Ki Bagoes Hadikoesoemo
yang membacakan Fatihah. Sesudah itu diadakan pemungutan suara.
Anggota DASAAD :Tuan Ketua, kami sudah mengetahui, bahwa ada
64 stem. Yang memilih republik ada 55 stem, kerajaan 6, lain-lain 2 dan
belangko 1.
Ketua :Saya mengucapkan
terima kasih atas pekerjaan komisi. Anggota sekalian sudah mendengar, bahwa
telah dipilih oleh sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai yang kedua kali ini, yang
melahirkan 64 stem, ialah yang 55 republik, 6 kerajaan, 1 belangko dan 2
lain-lain. Jadi, semuanya ada 64. Sudah ada ketetapan dalam waktu ini, nanti kita membuat pelaporan yang sejelas-jelasnya.
Anggota
Soekarno : Jadi, putusan Panitia itu
republik?
Ketua Radjiman :Sudah terang republik yang dipilih
dengan suara terbanyak. Sekarang saya minta beristirahat.....” Semangat
nasionalisme dan patriotisme terlihat sangat nyata dalam perbincangan dalam
Sidang BPUPKI tanggal 10 dan 11 Juli 1945 ketika membahas masalah wilayah
negara. Semangat tersebut, antara lain dikemukakan oleh beberapa tokoh berikut
ini (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:132144).
Anggota Moezakir :.... Maka apabila bangsa Indonesia pada
masa ini mempunyai ketinggian kehendak dan kemauan, dan menjunjung tinggi apa
yang angan-angankan, hendaklah sanggup pula mengakui bahwa tanah Melayu itu
sebagian dari tanah air kita.... tanah Papua itu pula menjadi sumber kekayaan
kita. Janganlah sumber kekayaan, yang diwariskan oleh nenek moyang kita hilang
dengan sia-sia belaka. Oleh karena itu, saya setuju, bahwa dalam menentukan
batas halaman tanah air kita hendaklah kita berpikir dengan sebaik-baiknya;
janganlah didasarkan pada soal, apakah kita kita sanggup atau tidak sanggup,
tetapi pula apakah akan timbul kesanggupan akan merdeka atau tidak....
Anggota Yamin :.... Soal lain pula berhubung dengan
tanah Papua. Memang hal ini dalam ilmu pengetahuan, ethnologie, bahasa, geografie
ada yang menyebutkan, bahwa pulau Papua tidak masuk tanah Indonesia.Tetapi
faham ini hanyalah dilahirkan oleh orang-orang yang mengarang buku yang
bersangkutan. Tetapi ada juga faham-faham lain yang mengatakan, bahwa seluruh
pulau Papua masuk Indonesia. Perkataan “Indonesia” dibuat oleh orang yang
mempunyai faham yang mengatakan, bahwa Indonesia melingkungi daerah Malaya dan
Polinesia. Jadi, dengan sendirinya pada waktu perkataan “Indonesia” lahir
dimaksudkanbahwa tanah Papua masuk dalam daerah Indonesia. ...
Anggota Abdul Kaffar: .... Dalam ilmu strategi alangkah
besar bagi kedua-duanya untuk menjaga sisi masing-masing. Artinya kalau kita
melihat batas kita di Timur, ke Pulau Timor, saya setuju sekali dengan anggota
yang terhormat Muh Yamin, yaitu agar pulau itu dimasukkan dalam lingkungan
kita, terletak Indonesia baru, begitu pulaBorneo Utara, di mana terletak
Serawak, dan juga negara Papua bukanlah kita bersifat meminta, tetapi hal itu
beralaskan kebangsaan. ...
Anggota Soemitro K :.... Jikalau peperangan sudah berakhir dan
kemenangan akhir telah tercapai, kita dapat melengkapkan aturan-aturan itu
menjadi aturan-aturan yang sesuai dengan keadaan zaman pada waktu itu, dengan
permintaan Indonesia merdeka ialah seluas Indonesia-Belanda dahulu. Jikalau
kemenangan akhir tercapai dan ada permintaan yang nyata dari Malaya Selatan,
Borneo Utara bahwa rakyat di situ merasa juga ingin masuk dalam lingkungan
kita, dengan senang hati mereka akan kita terima sebagai bangsa kita di dalam
Indonesia merdeka.”
Dalam
membahas masalah wilayah negara, masih banyak tokoh pendiri negara yang menyampaikan
usulnya, seperti Moh. Hatta, Soekarno, Soetardjo, Agoes Salim, A.A. Maramis,
Sanoesi, dan Oto Iskandardinata. Akhirnya diputuskan, bahwa wilayah Indonesia
Merdeka adalah Hindia Belanda dulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara,
Papua, Timor Portugis dan pulau-pulau sekitarnya. Pada sidang BPUPKI tanggal 11
Juli 1945, setelah mendengarkan pandangan dan pemikiran 20 orang anggota, maka
dibentuklah tiga Panitia Kecil, yaitu:
1.
Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, dengan ketua Ir. Soekarno.
2.
Panitia Perancang Keuangan dan Perekonomian, dengan ketua Moh. Hatta.
3.
Panitia Perancang Pembelaan Tanah Air, dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso.
Pada
tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-Undang Dasar melanjutkan sidang
yang antara lain menghasilkan kesepakatan:
1.
Membentuk Panitia Perancang “Declaration of Rights”, yang beranggotakan Subardjo,
Sukiman, dan Parada Harahap.
2.
Bentuk “Unitarisme”.
3.
Kepala Negara di tangan satu orang, yaitu Presiden.
4.
Membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh
Supomo
Panitia
Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, pada tanggal 13 Juli 1945 berhasil
membahas beberapa hal dan menyepakati antara lain ketentuan tentang Lambang Negara, Negara
Kesatuan, sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan membentuk Panitia
Penghalus Bahasa yang terdiri atas Djajadiningrat, Salim, dan Supomo. Rancangan
Undang-Undang Dasar diserahkan kepada Panitia Penghalus Bahasa. Pada tanggal 14
Juli 1945. BPUPKI mengadakan sidang dengan agenda “Pembicaraan tentang
pernyataan kemerdekaan”. Sedangkan sidang pada tanggal 15 Juli 1945 melanjutkan
acara “Pembahasan Rancangan UndangUndang Dasar”. Setelah Ketua Perancang Undang-Undang
Dasar, Soekarno memberikan penjelasan naskah yang dihasilkan dan mendapatkan
tanggapan dari Moh. Hatta, lebih lanjut Soepomo, sebagai Panitia Kecil
Perancang UndangUndang Dasar, diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan terhadap
naskah Undang-Undang Dasar. Penjelasan Soepomo, antara lain menjelaskan betapa
pentingnya memahami proses penyusunan Undang-Undang Dasar (Sekretariat Negara
Indonesia, 1995:264).
“Paduka
Tuan Ketua! Undang-Undang Dasar negara mana pun tidak dapat dimengerti
sungguh-sungguh maksudnya Undang-Undang Dasar dari suatu negara, kita harus
mempelajari juga bagaimana terjadinya teks itu, harus diketahui
keterangan-keterangannya dan juga harus diketahui dalam suasana apa teks itu
dibikin. Dengan demikian kita dapat mengerti apa maksudnya. Undang-undang yang
kita pelajari, aliran pikiran apa yang menjadi dasar Undang-undang itu. Oleh
karena itu, segala pembicaraan dalam sidang ini yang mengenai
rancanganrancangan Undang-Undang Dasar ini sangat penting oleh karena segala pembicaraan
di sini menjadi material, menjadi bahan yang historis, bahan interpretasi untuk
menerangkan apa maksudnya Undang-Undang Dasar ini.”
Naskah
Undang-Undang Dasar akhirnya diterima dengan suara bulat pada Sidang BPUPKI tanggal
16 Juli 1945. 2. Penetapan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang menggantikan BPUPKI, yakni pada tanggal 18 Agustus 1945 melaksanakan sidang. Keputusan sidang PPKI adalah
sebagai berikut.
1.
Mengesahkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.
Menetapkan Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil
presiden Republik Indonesia.
3.
Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat.
Ir.
Soekarno, sebagai Ketua PPKI, dalam sambutan pembukaan sidang dengan penuh
harapan mengatakan sebagai berikut (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:413).
“Saya minta lagi kepada Tuan-tuan sekalian, supaya misalnya mengenai hal Undang-Undang
Dasar, sedapat mungkin kita mengikuti
garis-garis besar yang telah dirancangkan oleh Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai dalam
sidangnya yang kedua. Perobahan yang penting-penting saja kita adakan dalam
sidang kita sekarang ini. Urusan
yang
kecil-kecil hendaknya kita ke sampingkan, agar supaya kita sedapat mungkin pada
hari ini pula telah
selesai
dengan pekerjaan menyusun Undang-Undang Dasar dan memilih Presiden dan Wakil
Presiden.”
Harapan
Soekarno di atas mendapatkan tanggapan yang sangat baik dari para anggota PPKI.
Moh. Hatta
yang
memimpin jalannya pembahasan rancangan Undang-Undang Dasar dapat menjalankan
tugasnya
dengan
cepat. Proses pembahasan berlangsung dalam suasana yang penuh rasa
kekeluargaan, tanggung jawab, cermat dan teliti, dan saling menghargai
antaranggota. Pembahasan rancangan Undang-Undang Dasar menghasilkan naskah
Pembukaan dan Batang Tubuh. Undang-Undang Dasar ini dikenal dengan sebutan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Melalui Berita Republik Indonesia
tanggal 15 Februari 1946, Penjelasan Undang-Undang Dasar menjadi bagian dari Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Suasana permufakatan dan
kekeluargaan, serta kesederhanaan juga muncul pada saat pengangkatan Presiden
dan Wakil Presiden. Risalah sidang PPKI
mencatat
sebagai berikut (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:445446).
“Anggota
OTTO ISKANDARDINATA: Berhubung dengan keadaan waktu saya harap supaya pemilihan
Presiden ini diselenggarakan dengan aklamasi dan saya majukan sebagai calon, yaitu
Bung Karno sendiri. (Tepuk tangan) Ketua SOEKARNO: Tuan-tuan banyak terima
kasih atas kepercayaan Tuan-tuan dan dengan ini saya dipilih oleh Tuan-tuan
sekalian dengan suara bulat menjadi Presiden Republik Indonesia. (Tepuk
tangan). (Semua anggota berdiri dengan menyanyi lagu Indonesia Raya. Sesudahnya
diserukan “Hidup Bung Karno” 3x)
Anggota
OTTO ISKANDARDINATA:
Pun
untuk memilih Wakil Kepala Negara Indonesia saya usulkan cara yang baru ini
dijalankan. Dan saya usulkan Bung Hatta menjadi Wakil Kepala Negara Indonesia.
(Tepuk tangan) (Semua anggota berdiri dengan menyanyi lagu Indonesia Raya.
Sesudahnya diserukan “Hidup Bung Hatta” 3x).”
B. Arti Penting UUD Negara Republik Indonesia
bagi Bangsa dan Negara Indonesia
Kehidupan
dalam sekolah kalian dapat diibaratkan sama dengan kehidupan suatu negara.
Keduanya memiliki peraturan. Kehidupan di sekolah diatur melalui tata tertib
sekolah. Sedangkan kehidupan dalam suatu negara diatur dengan konstitusi atau
Undang-Undang Dasar Setiap bangsa yang merdeka akan membentuk suatu pola
kehidupan berkelompok yang dinamakan negara. Pola kehidupan kelompok dalam
bernegara
perlu diatur dalam suatu naskah. Naskah aturan hukum yang tertinggi dalam
kehidupan Negara Republik Indonesia dinamakan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 berisi pola dasar kehidupan bernegara di Indonesia. Semua peraturan
perundang-undangan yang dibuat di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Semua peraturan
perundangundangan yang dibuat di Indonesia harus berpedoman pada Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebagai
warga negara Indonesia kita patuh pada ketentuan yang terdapat dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kepatuhan warga
negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 akan
mengarahkan kita pada kehidupan yang tertib dan teratur. Ketertiban dan
keteraturan dalam kehidupan bernegara akan mempermudah kita mencapai masyarakat
yang sejahtera. Sebaliknya bila Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 tidak dipatuhi, maka kehidupan bernegara kita mengarah pada ketidak harmonisan.
Akibatnya bisa terjadi perang saudara. Siapa yang dirugikan? Semua warga negara
Indonesia. Karena hal itu dapat berakibat tidak terwujudnya kesejahteraan.
Bahkan mungkin bubarnya Negara Republik Indonesia. Marilah kita berkomitmen
untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
C. Peran Tokoh Perumus UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
Tokoh
bangsa dan pendiri negara Indonesia merupakan putra terbaik bangsa yang
memiliki kemampuan dan visi ke depan untuk kebaikan bangsa Indonesia. Anggota
BPUPKI merupakan tokoh bangsa Indonesia dan orang-orang yang terpilih serta
tepat mewakili kelompok dan masyarakatnya pada waktu itu. Anggota BPUPKI telah
mewakili seluruh wilayah Indonesia, suku bangsa, golongan agama, dan pemikiran
yang berkembang di masyarakat saat itu. Ada dua paham utama yang dimiliki
pendiri negara dalam sidang BPUPKI, yaitu nasionalisme dan agama. Pendiri
negara yang didasarkan pemikiran nasionalisme[w3]
menginginkan negara Indonesia yang akan dibentuk merupakan negara nasionalis atau
negara kebangsaan, sedangkan golongan agama menginginkan didasarkan salah satu
agama. Berbagai perbedaan di antara anggota BPUPKI dapat diatasi dengan sikap
dan perilaku pendiri negara yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di
atas kepentingan pribadi dan golongan. BPUPKI melaksanakan sidang dengan
semangat kebersamaan dan mengutamakan musyawarah dan mufakat. Ir. Soekarno
dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 menyatakan, “. . . Kita hendak
mendirikan negara Indonesia, yang bisa semua harus melakukannya. Semua
buat semua!. . .” Dari pendapat Ir. Soekarno tersebut jelas terlihat
bahwa para pendiri negara berperan sangat besar dalam mendirikan negara Indonesia,
terlepas dari para pendiri negara tersebut memiliki latar belakang suku dan
agama yang berbeda. Sidang BPUPKI dapat terlaksana secara musyawarah dan
mufakat. Hal itu dapat kamu lihat dari pertanyaan Ketua BPUPKI, dr. K.R.T
Radjiman Wedyodiningrat dalam sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945, yaitu
“Jadi, rancangan ini sudah diterima
semuanya. Jadi, saya ulangi lagi, Undang-Undang Dasar ini kita terima
dengan sebulat-bulatnya. Bagaimanakah Tuan-tuan? Untuk penyelesaiannya
saya minta dengan hormat yang setuju yang menerima, berdiri. (saya lihat
Tuan Yamin belum berdiri). Dengan suara bulat diterima Undang-Undang
Dasar ini. Terima kasih Tuan-tuan”.
Pertanyaan
dari ketua BPUPKI dan tanggapan dari seluruh anggota sidang BPUPKI menunjukkan
bahwa para pendiri negara telah
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi
dan golongan serta mengutamakan musyawarah mufakat dalam membuat keputusan
tentang dasar negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Keberhasilan bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya merupakan salah
satu bukti cinta para pahlawan terhadap bangsa dan negara. Bukti cinta yang
dilandasi semangat kebangsaan diwujudkan dengan pengorbanan jiwa dan raga
segenap rakyat guna merebut dan mempertahankan kemerdekaan dari penjajah. Dalam
Persidangan PPKI, para tokoh pendiri negara memperlihatkan kecerdasan,
kecermatan, ketelitian, tanggung jawab, rasa kekeluargaan, toleransi, dan penuh
dengan permufakatan dalam setiap pengambilan
keputusan.
Sikap patriotisme dan rasa kebangsaan antara lain dapat diketahui dalam
pandangan dan pemikiran mereka yang tidak mau berkompromi dengan penjajah dan
bangga sebagai bangsa yang baru merdeka. Setelah kalian membaca peristiwa
diatas, maka kalian secara berkelompok membuat bahan presentasi tentang
perumusan dan pengesahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya
presentasikan bahan tersebut di depan kelas. Apabila satu kelompok sedang
mempresentasikan bahannya,
kelompok
yang lain menyimak dan memberi tanggapan.
1.
Kata Kunci
Kata
kunci yang harus kalian pahami dalam mempelajari materi pada bab ini,
yaitu
Konstitusi, BPUPKI, PPKI, dan UUD Negara Republik Indonesia
tahun
1945.
2.
Intisari Materi
a.
Perumusan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
oleh
BPUPKI dilaksanakan dalam sidang kedua tanggal 10 sampai
dengan
16 Juli 1945. BPUPKI membentuk 3 (tiga) Panitia Kecil
untuk
membahas dan mempersiapkan perumusan UndangUndang
Dasar.
b.
Hasil sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945:
(1)
Menetapkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(2)
Memilih Ir Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta
sebagai
Wakil Presiden
(3)
Membentuk Komite Nasional untuk membantu Presiden
c.
Sistematika UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum
perubahan
adalah:
(1)
Pembukaan, terdiri dari 4 alinea
(2)
Batang Tubuh, terdiri dari 16 bab, 37 pasal, 4 pasal aturan
peralihan,
2 ayat aturan tambahan
(3)
Penjelasan, terdiri dari penjelasan umum dan pasal demi pasal
Sedangkan
sistematika setelah perubahan UUD adalah:
(1)
Pembukaan, terdiri dari 4 alinea
(2)
Pasal-pasal, terdiri dari 21 bab, 73 pasal, 3 pasal aturan
peralihan,
2 ayat aturan tambahan.
d.
Semangat dan komitmen pendiri negara pada perumusan dan
penetapan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 antara
lain
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, persatuan
dan
kesatuan, rela berkorban, cinta tanah air, dan musyawarah
mufakat
[w1]permufakatan
atau kesepakatan (terutama mengenai adat, tradisi, dan sebagainya): berdasarkan -- , sudah sewajarnya pria melindungi wanita; 2 perjanjian antarnegara, para penguasa
pemerintahan, dan sebagainya: -- Hukum
Laut telah disetujui oleh negara sedang berkembang; 3 konferensi tokoh masyarakat atau partai politik
dengan tujuan khusus (memilih calon untuk pemilihan anggota DPR dan sebagainya)
[w3]Nomina (kata benda)
(1) paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri; sifat kenasionalan: nasionalisme makin menjiwai bangsa Indonesia;
(2) kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu; semangat kebangsaan
(1) paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri; sifat kenasionalan: nasionalisme makin menjiwai bangsa Indonesia;
(2) kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu; semangat kebangsaan
Comments
Post a Comment