Diktat Pecinta Alam
I.
PENDAHULUAN
Sejarah Pencinta
Alam Serta Perkembangannya
Apabila sejenak kita merunut dari belakang, sebetulnya sejarah
manusia tidak jauh jauh amat dari alam. Sejak zaman prasejarah dimana manusia berburu dan mengumpulkan makanan, alam adalah
"rumah" mereka. Gunung adalah sandaran kepala, padang rumput adalah
tempat mereka membaringkan tubuh, dan gua-gua adalah tempat mereka bersembunyi.
Namun sejak manusia menemukan kebudayaan, yang katanya lebih
"bermartabat", alam seakan menjadi barang aneh. Manusia
mendirikan rumah untuk tempatnya bersembunyi. Manusia menciptakan kasur untuk
tempatnya membaringkan tubuh, dan manusia mendirikan gedung bertingkat untuk
mengangkat kepalanya.
Manusia dan alam akhirnya memiliki sejarahnya
sendiri-sendiri. Ketika keduanya bersatu kembali, maka ketika itulah saatnya
Sejarah Pecinta Alam dimulai : Pada tahun 1492 sekelompok orang Perancis di
bawah pimpinan Anthoine de Ville mencoba memanjat tebing Mont Aiguille (2097
m), dikawasan Vercors Massif. Saat itu belum jelas apakah mereka ini tergolong
pendaki gunung pertama. Namun beberapa dekade kemudian, orang-orang yang naik
turun tebing-tebing batu di Pegunungan Alpen adalah para pemburu chamois,
sejenis kambing gunung. Barangkali mereka itu pemburu yang mendaki gunung. Tapi
inilah pendakian gunung yang tertua pernah dicatat dalam sejarah.
Pada tahun 1786 puncak gunung tertinggi pertama
yang dicapai manusia adalah puncak Mount Blanc (4807 m) di Prancis. Lalu pada
tahun 1852 Puncak Everest setinggi 8840 meter ditemukan. Orang Nepal
menyebutnya Sagarmatha, atau Chomolungma menurut orang Tibet. Puncak Everest
berhasil dicapai manusia pada tahun 1953 melalui kerjasama Sir Edmund Hillary
dari Selandia Baru dan Sherpa Tenzing Norgay yang tergabung dalam suatu
ekspedisi Inggris. Sejak saat itu, pendakian ke atap-atap dunia pun semakin
ramai.
Di Indonesia, sejarah pendakian gunung dimulai
sejak tahun 1623 saat Yan Carstensz menemukan "Pegunungan sangat tinggi di
beberapa tempat tertutup salju" di Papua. Nama orang Eropa ini kemudian
digunakan untuk salah satu gunung di gugusan Pegunungan Jaya Wijaya yakni
Puncak Cartensz.
Di Indonesia sejarah pecinta alam dimulai dari
sebuah perkumpulan yaitu "Perkumpulan Pentjinta Alam"(PPA). Berdiri
18 Oktober 1953. PPA merupakan perkumpulan Hobby yang diartikan sebagai suatu
kegemaran positif serta suci, terlepas dari 'sifat maniak'yang semata-mata
melepaskan nafsunya dalam corak negatif. Tujuan mereka adalah memperluas serta
mempertinggi rasa cinta terhadap alam seisinya dalam kalangan anggotanya dan
masyarakat umumnya. Sayang
perkumpulan ini tak berumur panjang. Penyebabnya
antara lain faktor pergolakan politik dan suasana yang belum terlalu mendukung
sehingga akhirnya PPA bubar di akhir tahun 1960. Awibowo adalah pendiri satu
perkumpulan pencinta alam pertama di tanah air mengusulkan istilah pencinta
alam karena cinta lebih dalam maknanya daripada gemar/suka yang mengandung
makna eksploitasi belaka, tapi cinta mengandung makna mengabdi. "Bukankah kita dituntut untuk
mengabdi kepada negeri ini?."
Sejarah pencinta alam kampus pada
era tahun 1960-an. Pada saat itu kegiatan politik praktis mahasiswa dibatasi
dengan keluarnya SK 028/3/1978 tentang pembekuan total kegiatan Dewan Mahasiswa
dan Senat Mahasiswa yang melahirkan konsep Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Gagasan ini mula – mula
dikemukakan Soe Hok Gie pada suatu sore, 8 Nopember 1964, ketika mahasiswa
FSUI sedang beristirahat setelah mengadakan kerjabakti di TMP Kalibata.
Sebenarnya gagasan ini, seperti yang dikemukakan Soe Hok Gie sendiri,
diilhami oleh organisasi pencinta alam yang didirikan oleh beberapa orang
mahasiswa FSUI pada tanggal 19Agustus 1964 di Puncak gunung Pangrango.
Organisasi yang bernama Ikatan Pencinta Alam Mandalawangi itu keanggotaannya
tidak terbatas di kalangan mahasiswa saja. Semua yang berminat dapat menjadi
anggota setelah melalui seleksi yang ketat. Sayangnya organisasi ini mati pada
usianya yang kedua. Pada pertemuan kedua yang diadakan di Unit III bawah gedung
FSUI Rawamangun, didepan ruang perpustakaan. Hadir pada saat itu Herman O.
Lantang yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa FSUI. Pada
saat itu dicetuskan nama organisasi yang akan lahir itu IMPALA, singkatan dari
Ikatan Mahasiswa Pencinta Alam.
Setelah bertukar pikiran dengan Pembantu Dekan III
bidang Mahalum, yaitu Drs.
Bambang Soemadio dan Drs. Moendardjito yang ternyata menaruh minat terhadap
organisasi tersebut dan menyarankan agar mengubah nama IMPALA menjadi MAPALA
PRAJNAPARAMITA. Alasannya nama IMPALA terlalu borjuis. Nama ini diberikan
oleh Bpk Moendardjito. Mapala merupakan singkatan dari Mahasiswa Pencinta Alam.
Dan Prajnaparamita berarti dewi pengetahuan. Selain itu Mapala juga berarti
berbuah atau berhasil. Jadi dengan menggunakan nama ini diharapkan segala
sesuatu yang dilaksanakan oleh anggotanya akan selalu berhasil berkat lindungan
dewi pengetahuan. Ide pencetusan pada saat itu memang didasari dari faktor
politis selain dari hobi individual pengikutnya, dimaksudkan juga untuk
mewadahi para mahasiswa yang sudah muak dengan organisasi mahasiswa lain yang
sangat berbau politik dan perkembangannya mempunyai iklim yang tidak sedap
dalam hubungannya antar
organisasi.
Dalam tulisannya di Bara Eka 13 Maret 1966, Soe
mengatakan bahwa : “Tujuan Mapala ini adalah mencoba untuk membangunkan kembali
idealisme di kalangan mahasiswa untuk secara jujur dan benar-benar mencintai
alam, tanah air, rakyat dan almamaternya. Mereka adalah sekelompok mahasiswa
yang tidak percaya bahwa patriotisme dapat ditanamkan hanya melalui
slogan-slogan dan jendela-jendela mobil. Mereka percaya bahwa dengan mengenal
rakyat dan tanah air Indonesia secara menyeluruh, barulah seseorang dapat
menjadi patriot-patriot yang baik”. Para
mahasiswa itu, diawali dengan berdirinya Mapala Universitas Indonesia, membuang
energi mudanya dengan merambah alam mulai dari lautan sampai ke puncak gunung.
Mapala atau Mahasiswa Pecinta Alam adalah organisasi yang beranggotakan para
mahasiswa yang mempunyai kesamaan minat, kepedulian dan kecintaan dengan alam sekitar
dan lingkungan hidup. Sejak itulah pecinta alam pun merambah tak hanya kampus
(Kini, hampir seluruh perguruan tinggi di Indonesia memiliki mapala baik di tingkat
universitas maupun fakultas hingga jurusan), melainkan ke sekolah-sekolah, ke
bilik-bilik rumah ibadah, sudut-sudut perkantoran, lorong-lorong atau kampung kampung.
Seakan-akan semua yang pernah menjejakkan kaki di puncak gunung sudah merasa
sebagai pecinta alam.
Pecinta Alam Warga Analis Kimia (PAWASKA) pun
memiliki latar belakang yang tidak berbeda. Pada mulanya para siswa-siswi SMAK
Bogor yang memiliki kesamaan hoby yaitu menjelajah alam sering melakukan
kegiatan bersama. Untuk mengarahkan hal2 tersebut kearah yang positif maka pada
tahun 1993 Bpk ahma Yulius Usman dan (alm) Pak Sugeng mendirikan kelompok
pecinta alam yang menginduk pada PP SMAK Bogor yang diberi nama “PECINTA ALAM
WARGA ANALIS KIMIA(PAWASKA) dengan Natrabu-1 sebagai angkatan pertama.
Apa yang diharapkan dengan mengikuti sebuah
organisasi bernama pecinta alam? Banyak memandang sebelah mata pada organisasi
ini dan terkadang mengatakan bahwa kegiatannya hanya bersifat hura-hura yang
menghabiskan uang, anggotanya kurang baik. Suara itu semakin santer terdengar
bila ada pemberitaan mengenai kecelakaan yang dialami oleh anggota Mapala pada
waktu melakukan kegiatan di alam.
Dalam sebuah diskusi (mengutip dalam artikel
Kompas, Minggu 29 Maret 1992) kegiatan Mapala dapat dikategorikan sebagai
olahraga yang masuk ke dalam kaliber sport beresiko tinggi. Kegiatannya
meliputi mendatangi puncak gunung tinggi, turun ke lubang gua di dalam bumi,
hanyut berperahu di kederasan jeram sungai deras, keluar masuk daerah pedalaman
yang paling dalam dan lainnya. umumnya kegiatan Mapala berkisar di alam terbuka
dan menyangkut lingkungan hidup. Jenis aktifitas meliputi pendakian gunung
(mountaineering), pemanjatan (climbing), penelusuran gua (caving), pengarungan
arus liar(rafting), penghijauan dan lain sebagainya.
Tak ayal lagi bahwa kegiatan ini beresiko tinggi
dan setiap anggotanya harus memahami konsekuensi resiko yang dihadapi dengan
bergabung dengan organisasi ini. Resiko yang paling berat adalah cacat
fisik permanen dan bahkan kematian. Untuk bisa mempersiapkan
diri menghadapi resiko yang tinggi ini, dibutuhkan kesiapan mental, fisik dan
skill yang memadai. Berbagai macam latihan dan pengalaman terjun langsung ke
alam dapat meminimalisir resiko yang akan dihadapi. Tapi, diluar semua itu
masih ada yang lebih berwenang untuk menentukan hidup dan mati seseorang.
MAPALA, Pencinta alam atau Petualang ?
Dua nama, pencinta alam dan
petualang seolah-olah merupakan satu kesatuan utuh yang tidak bisa di pisahkan
antara keduanya. Namun kalau dilihat secara etimologi kata dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia akan nampak kelihatan bahwa keduanya tidak
ada hubungan satu sama lainnya. Dalam KBBI, pecinta (alam) ialah orang yang
sangat suka akan (alam), sedangkan petualang ialah orang yang suka mencari
pengalaman yang sulit-sulit,
berbahaya, mengandung resiko tinggi dsb. Dengan demikian, secara etimologi
jelas disiratkan dimana keduanya memiliki arah dan tujuan yang berbeda, meskipun
ruang gerak aktivitas yang dipergunakan keduanya sama, alam. Dilain pihak,
perbedaan itu tidak sebatas lingkup “istilah” saja, tetapi juga langkah yang
dijalankan. Seorang pencinta alam lebih populer dengan gerakan enviromentalisme-nya,
sementara itu, petualang lebih aktivitasnya lebih lekat dengan
aktivitas-aktivitas Adventure-nya seperti pendakian gunung, pemanjatan tebing,
pengarungan sungai dan masih banyak lagi kegiatan yang menjadikan alam sebagai
medianya.
Kini yang sering ditanyakan ketika kerusakan alam
di negeri ini semakin parah dimanakah pencinta alam? begitupun dengan para
petualang yang menggunakan alam sebagai medianya. Bahkan Tak jarang aktivitas
“mereka” berakhir dengan terjadinya tindakan yang justru sangat menyimpang dari
makna sebagai pecinta alam, misalkan terjadinya praktek-paktek vandalisme.
Inilah sebenarnya yang harus di kembalikan tujuan dan arahnya sehingga jelas
fungsi dan gerak merekapun bukan hanya sebagai ajang hura-hura belaka.
keberadaaan mereka belum mencirikan kejelasan arah gerak dan pola pengembangan
kelompoknya. Jangankan mencitrakan kelompoknya sebagai pecinta alam, sebagai
petualang pun tidak. Aktivitas mereka cenderung merupakan aksi-aksi spontanitas
yang terdorong atau bahkan terseret oleh medan ego yang tinggi dan sekian image
yang telah terlebih dulu dicitrakan, dengan demikian banyak diantara para
“pencinta alam” itu cuma sebatas “gaya”
yang menggunakan alam sebagai alat.
PAWASKA, Environmental+Analytical+Adventurer
Akhir-akhir ini di mana degradasi lingkungan
dirasa semakin parah, maka peran pencinta alam sangat penting untuk membantu
melestarikan lingkungan. Untuk melengkapi perannya sebagai duta lingkungan
hidup, PAWASKA sebagai organisasi pencinta alam yang Notabene anggotanya adalah
seorang siswa, dituntut pula untuk mengupgrade ilmu dan pengetahuan dan minat
serta niat yang tulus untuk selalu belajar, menambah pengetahuannya bukan hanya
hal-hal yang menyangkut tentang
outdoor skill tetapi juga harus ber-etika dan ber-intelektual. Karena seorang
anggota PAWASKA juga adalah seorang analis yang memiliki intelektual. seorang
anggota PAWASKA dituntut bukan hanya menguasai skill tentang outdoor activities,
tetapi juga haruslah sebagai siswa/analis yang rasionalis, analitik, kritis,
universal, dan sistematis. PAWASKA sadar dibutuhkan sisi Intelektual untuk menjembatani
dan melengkapi sisi environmental dengan sisi adventurer. PAWASKA sebagai ekstrakulikuler
intelektual dengan gerakan enviromentalisme bermental adventure yang berjuang
keras dalam menjaga keseimbangan alam ini sebagai satu gerakan untuk masa depan
akan lebih berarti tindakannya dengan komitment dan loyalitas yang tinggi dari
anggotanya. Sebuah harapan untuk mengembalikan keseimbangan alam ini, perbedaan
pola fikir dan arah gerak environment dengan adventurer dijembatani oleh sisi
intelektualis para anggotanya yang merupakan spesialisasi dan menjadi ciri dari
PAWASKA yang memahami pentingnya menjaga, memelihara, melindung serta
melestarikan alam Tanah Air tercinta ini dan melakukannya secara aman dan
tertib.. bukanlah suatu kemustahilan ketiga sisi tersebut bersatu untuk masa
depan lingkungan hidup Indonesia sehingga terciptanya lingkungan hidup yang
seimbang, stabil dan bermanfaat bagi kehidupan sekarang dan masa depan.
II. MOUNTAINEERING
I. PENDAHULUAN
Aktivitas mendaki gunung akhir-akhir ini nampaknya
bukan lagi merupakan suatu
kegiatan yang langka, artinya tidak lagi hanya dilakukan oleh orang
tertentu (yang menamakan diri sebagai kelompok Pencinta Alam, Penjelajah Alam
dan semacamnya). Melainkan telah dilakukan oleh orang-orang dari kalangan umum.
Namun demikian bukanlah berarti kita bisa menganggap bahwa segala sesuatu yang
berkaitan dengan aktivitas mendaki gunung, menjadi bidang ketrampilan yang
mudah dan tidak memiliki dasar pengetahuan teoritis. Didalam pendakian suatu
gunung banyak hal-hal yang harus kita ketahui (sebagai seorang pencinta alam)
yang berupa : aturan-aturan pendakian, perlengkapan pendakian, persiapan,
cara-cara yang baik, untuk mendaki gunung dan lain-lain. Segalanya inilah yang
tercakup dalam bidang Mountaineering. Mendaki gunung dalam pengertian
Mountaineering terdiri dari tiga tahap kegiatan, yaitu :
1. Berjalan (Hill Walking)
Secara khusus kegiatan ini disebut mendaki gunung. Hill Walking
adalah kegiatan yang paling banyak dilakukan di Indonesia . Kebanyakan gunung di Indonesia
memang hanya memungkinkan berkembangnya tahap ini. Disini aspek yang lebih
menonjol adalah daya tarik dari alam yang dijelajahi (nature interested)
2. Memanjat (Rock Climbing)
Walaupun kegiatan ini terpaksa harus memisahkan diri dari
Mountaineering, namun ia tetap merupakan cabang darinya. Perkembangan yang
pesat telah melahirkan banyak metode-metode pemanjatan tebing yang ternyata
perlu untuk diperdalam secara khusus. Namun prinsipnya dengan tiga titik dan
berat dan kaki yang berhenti, tangan hanya memberi pertolongan.
3. Mendaki gunung es (Ice & Snow Climbing)
Kedua jenis kegiatan ini dapat dipisahkan satu sama lain. Ice
Climbing adalah
cara-cara
pendakian tebing/gunung es, sedangkan Snow Climbing adalah teknik-teknik
pendakian tebing
gunung salju. Dalam ketiga macam kegiatan di atas tentu didalamnya telah
mencakup : Mountcamping, Mount
Resque , Navigasi medan dan peta, PPPK
pegunungan, teknikteknik Rock Climbing dan lain-lain.
II. PERSIAPAN MENDAKI GUNUNG
1. Pengenalan Medan
Untuk menguasai medan dan memperhitungkan bahaya
obyek seorang pendaki harus menguasai menguasai pengetahuan medan, yaitu
membaca peta, menggunakan kompas serta altimeter. Mengetahui perubahan cuaca
atau iklim. Cara lain untuk mengetahui medan yang akan dihadapi adalah dengan
bertanya dengan orang-orang yang pernah mendaki gunung tersebut. Tetapi cara
yang terbaik adalah mengikut sertakan orang yang pernah mendaki gunung tersebut
bersama kita.
2. Persiapan Fisik
Persiapan fisik bagi pendaki gunung terutama
mencakup tenaga aerobic dan kelenturan otot. Kesegaran jasmani akan
mempengaruhi transport oksigen melelui peredaran darah ke otot-otot badan, dan
ini penting karena semakin tinggi suatu daerah semakin rendah kadar oksigennya.
3. Persiapan Tim
Menentukan anggota tim dan membagi tugas serta
mengelompokkannya dan merencanakan semua yang berkaitan dengan pendakian.
4. Perbekalan dan Peralatan
Persiapan perlengkapan merupakan awal pendakian
gunung itu sendiri. Perlengkapan mendaki gunung umumnya mahal, tetapi ini wajar
karena ini merupakan pelindung keselamatan pendaki itu sendiri. Gunung
merupakan lingkungan yang asing bagi organ tubuh kita yang terbiasa hidup di
daerah yang lebih rendah. Karena itu diperlukan perlengkapan yang memadai agar
pendaki mampu menyesuaikan di ketinggian yang baru itu. Seperti sepatu, ransel,
pakaian, tenda, perlengkapan tidur, perlengkapan masak, makanan, obat-obatan
dan lain-lain.
III. BAHAYA DI GUNUNG
Dalam olahraga mendaki gunung ada dua faktor yang mempengaruhi berhasil
tidaknya
suatu pendakian.
1. Faktor Internal
Yaitu faktor yang datang dari si pendaki sendiri.
Apabila faktor ini tidak dipersiapkan dengan baik akan mendatangkan bahaya
subyek yaitu karena persiapan yang kurang baik, baik persiapan fisik,
perlengkapan, pengetahuan, ketrampilan dan mental.
2. Faktor Eksternal
Yaitu faktor yang datang dari luar si pendaki. Bahaya
ini datang dari obyek pendakiannya (gunung), sehingga secara teknik disebut
bahaya obyek. Bahaya ini dapat berupa badai, hujan, udara dingin, longsoran
hutan lebat dan lain-lain. Kecelakaan yang terjadi di gunung-gunung Indonesia
umumnya disebabkan faktor intern. Rasa keingintahuan dan rasa suka yang
berlebihan dan dorongan hati untuk pegang peranan, penyakit, ingin dihormati
oleh semua orang serta keterbatasan keterbatasan pada diri kita sendiri.
IV. LANGKAH-LANGKAH DAN
PROSEDUR PENDAKIAN
Umumnya langkah-langkah yang biasa dilakukan oleh kelompok-kelompok
pencinta alam dalam suatu kegiatan pendakian gunung meliputi tiga langkah,
yaitu :
1. Persiapan
Yang dimaksud persiapan pendakian gunung adalah :
• Menentukan pengurus panitia pendakian, yang akan bekerja mengurus :
Perijinan pendakian, perhitungan anggaran biaya, penentuan jadwal
pendakian,
persiapan perlengkapan/transportasi dan segala macam urusan lainnya yang
berkaitan
dengan pendakian.
• Persiapan fisik dan mental anggota pendaki, ini biasanya dilakukan dengan
berolahraga secara rutin untuk mengoptimalkan kondisi fisik serta
memeksimalkan
ketahanan nafas. Persiapan mental dapat dilakukan dengan
mencari/mempelajari
kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga timbul dalam pendakian beserta
cara-cara
pencegahan/pemecahannya.
2.
Pelaksanaan
Bila ingin mendaki gunung yang belum pernah didaki
sebelumnya disarankan membawa
guide/penunjuk jalan atau paling tidak seseorang yang telah pernah mendaki
gunung tersebut, atau bisa juga dilakukan dengan pengetahuan membaca jalur
pendakian. Untuk memudahkan koordinasi, semua peserta pendakian dibagi menjadi
tiga kelompok, yaitu :
-Kelompok
pelopor
-Kelompok inti
-Kelompok
penyapu
Masing-masing
kelompok, ditunjuk penanggungjawabnya oleh komandan lapangan
(penanggungjawab
koordinasi). Daftarkan kelompok anda pada buku pendakian yang tersedia di
setiap base camp pendakian , biasanya menghubungi anggota
SAR atau juru kunci gunung tersebut. Didalam perjalanan posisi kelompok
diusahakan tetap yaitu : Pelopor di depan (disertai guide), kelompok initi di
tengah, dan team penyapu di belakang. Jangan sesekali merasa segan untuk menegur peserta yang melanggar peraturan
ini. Demikian juga saat penurunan, posisi semula diusahakan tetap. Setelah tiba
di puncak dan di base camp jangan lupa mengecek jumlah peserta, siapa tahu ada
yang tertinggal.
3.
Evaluasi
Biasakanlah melakukan evaluasi dari setiap
kegiatan yang anda lakukan, karena
dengan evaluasi kita akan tahu kekurangan dan kelemahan yang kita lakukan.
Ini
menuju perbaikan dan kebaikan (vivat et floreat).
V. FISIOLOGI TUBUH DI PEGUNUNGAN
Mendaki gunung adalah perjuangan, perjuangan
manusia melawan ketinggian dan segala konsekuensinya. Dengan berubahnya
ketinggian tempat, maka kondisi lingkungan pun jelas akan berubah. Anasir
lingkungan yang perubahannya tampak jelas bila dikaitkan dengan ketinggian
adalah suhu dan kandungan oksigen udara. Semakin bertambah ketinggian maka suhu
akan semakin turun dan kandungan oksigen udara juga
semakin berkurang. Fenomena alam seperti ini beserta konsekuensinya
terhadap keselamatan jiwa kita, itulah yang teramat penting kita ketahui dalam
mempelajari proses fisiologi tubuh di daerah ketinggian. Banyak kecelakaan
terjadi di pegunungan akibat kurang pengetahuan, hampa pengalaman dan kurang
lengkapnya sarana penyelamat.
1.
Konsekuensi Penurunan Suhu
Manusia termasuk organisme berdarah panas
(poikiloterm), dengan demikian manusia memiliki suatu mekanisme thermoreguler
untuk mempertahankan kondisi suhu tubuh terhadap perubahan suhu lingkungannya.
Namun suhu yang terlalu ekstrim dapat membahayakan. Jika tubuh berada dalam
kondisi suhu yang rendah, maka tubuh akan terangsang untuk meningkatkan metabolisme untuk
mempertahankan suhu tubuh internal
(mis : dengan menggigil). Untuk mengimbangi peningkatan metabolisme kita
perlu banyak makan, karena makanan yang kita makan itulah yang menjadi sumber
energi dan tenaga yang dihasilkan lewat oksidasi.
2.
Konsekuensi Penurunan Jumlah Oksigen
Oksigen bagi tubuh organisme aerob adalah menjadi
suatu konsumsi vital untuk menjamin kelangsungan proses-proses biokimia dalam
tubuh, konsumsi dalam tubuh biasanya sangat erat hubungannya dengan jumlah sel
darah merah dari konsentrasi haemoglobin dalam darah. Semakin tinggi jumlah
darah merah dan konsentrasi Haemoglobin, maka kapasitas oksigen respirasi akan
meningkat. Oleh karena itu untuk mengatasi kekurangan oksigen di ketinggian,
kita perlu mengadakan latihan aerobic, karena disamping memperlancar peredaran
darah, latihan ini juga merangsang memacu sintesis sel-sel darah merah.
3.
Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani adalah syarat utama dalam
pendakian. Komponen terpenting yangditinjau dari sudut faal olahraga adalah
system kardiovaskulare dan neuromusculare.
Seorang pendaki gunung pada ketinggian tertentu akan mengalami hal-hal yang
kurang enak, yang disebabkan oleh hipoksea (kekurangan oksigen), ini disebut
penyakit gunung (mountain sickness). Kapasitas kerja fisik akan menurun secara
menyolok pada ketinggian 2000 meter, sementara kapasitas kerja aerobic akan
menurun (dengan membawa beban 15 Kg) dan juga derajat aklimasi tubuh akan
lambat. Mountain sickness ditandai dengan timbulnya gejala-gejala :
• Merasakan sakit kepala atau pusing-pusing
• Sukar atau
tidak dapat tidur
• Kehilangan control emosi atau lekas marah
• Bernafas agak berat/susah
• Sering terjadi penyimpangan interpretasi/keinginannya aneh-aneh, bersikap
semaunya dan bisa mengarah kepenyimpangan mental.
• Biasanya terasa mual bahkan kadang-kadang sampai muntah, bila ini terjadi
maka orang ini harus segera ditolong dengan memberi makanan/minuman untuk
mencegah kekosongan perut.
• Gejala-gejala ini biasanya akan lebih parah di pagi hari, dan akan
mencapai puncaknya pada hari kedua.
Apabila diantara peserta pendakian mengalami gejala ini, maka perlu secara
dini ditangani/diberi obat penenang atau dicegah untuk naik lebih tinggi.
Bilamana sudah terlanjur parah dengan emosi dan kelakuan yang aneh-aneh serta
tidak peduli lagi nasehat (keras kepala), maka jalan terbaik adalah membuatnya
pingsan. Pada ketinggian lebih dari 3000 m.dpl, hipoksea cerebral dapat
menyebabkan kemampuan untuk mengambil keputusan dan penalarannya menurun. Dapat
pula timbul rasa percaya diri yang keliru, pengurangan ketajaman penglihtan dan
gangguan pada koordinasi gerak lengan dan kaki. Pada ketinggian 5000 m,
hipoksea semakin nyata dan pada ketinggian 6000 m kesadarannya dapat hilang
sama sekali.
4.
Program Aerobik
Program/latihan ini merupakan dasar yang perlu
mendapatkan kapasitas fisik yang maksimum pada daerah ketinggian. Kapasitas
kerja fisik seseorang berkaitan dengan kelancaran transportasi oksigen dalam
tubuh selai respirasi. Kebiasaan melakukan latihan aerobic secara teratur,
dapat menambah kelancaran peredaran darah dalam tubuh, memperbanyak jumlah
pembuluh darah yang mrmasuki jaringan, memperbanyak sintesis darah merah, menambah kandungan jumlah
haemoglobin darah dan juga menjaga optimalisasi kerja
jantung. Dengan terpenuhinya hal-hal tersebut di atas, maka mekanisme
pengiriman oksigen melalui pembuluh darah ke sel sel yang membutuhkan lebih terjamin. Untuk persiapan/latihan aerobic ini biasanya harus diintensifkan selama dua
bulan sebelumnya. Latihan yang teratur ternyata juga dapat meningkatkan kekuatan
(endurance) dan kelenturan
(fleksibility) otot, peningkatan
kepercayaan diri (mental), keteguhan
hati serta kemauan yang keras.
Didalam latihan diusahakan denyut nadi mencapai 80% dari denyut nadi maksimal,
biasanya baru tercapai setelah lari selama 20 menit. Seorang yang dapat
dikatakan tinggi kesegaran aerobiknya apabila ia dapat menggunakan minimal
oksigen per menit per Kg berat badan. Yang tentunya disesuaikan dengan usia
latihan kekuatan juga digunakan untuk menjaga daya tahan yang maksimal, dan
gerakan yang luwes. Ini biasanya dengan latihan beban, Untuk baiknya dilakukan
aerobic 25-50 menit setiap harinya.
VI. PENGETAHUAN DASAR BAGI
MOUNTAINEER
1. Orientasi Medan
A. Menentukan arah
perjalanan dan posisi pada peta
• Dengan dua titik di medan yang dapat
diidentifikasikan pada gambar di peta. Dengan menggunakan perhitungan
teknik/azimuth, tariklah garis pada kedua titik diidentifikasi tersebut di dalam peta. Garis perpotongan satu titik yaitu posisi kita
pada peta.
• Bila diketahui satu titik identifikasi. Ada
beberapa cara yang dapat dicapai:
:1. Kalau kita berada di jalan setapak atau sungai
yang tertera pada peta, maka perpotongan garis yang ditarik dari titik
identifikasi dengan jalan setapak atau sungai adalah kedudukan kita.
2. Menggunakan altimeter. Perpotongan antara garis yang ditarik dari titik identifikasi
dengan kontur pada titik ketinggian sesuai dengan angka pada altimeter adalah
kedudukan kita.
3. Dilakukan secara kira-kira saja. Apabila kita sedang mendaki gunung, kemudian
titik yang berhasil yang diperoleh adalah puncaknya, maka tarik garis dari
titik identifikasi itu, lalu perkirakanlah berapa bagian dari gunung itu yang telah kita daki.
B.
Menggunakan kompas
Untuk membaca peta sangat dibutuhkan banyak
bermacam kompas yang dapat dipakai dalam satu perjalanan atau pendakian, yaitu
tipe silva, prisma dan lensa.
C. Peta dalam perjalanan
Dengan mempelajari peta, kita dapat membayangkan
kira-kira medan yang akan dilaui atau dijelajahi. Penggunaan peta dan kompas
memang ideal, tetapi sering dalam praktek sangat sukar dalam menerapkannya di
gunung-gunung di Indonesia. Hutan
yang
sangat lebat atau kabut yang sangat tebal acap kali menyulitkan orientasi. Penanggulangan
dari kemungkinan ini seharusnya dimulai dari awal perjalanan, yaitu dengan
mengetahui dan mengenali secara teliti tempat pertama yang menjadi awal perjalanan.
Gerak yang teliti dan cermat
sangat dibutuhkan dalam situasi seperi di atas. Ada baiknya tanda alam
sepanjang jalan yang kita lalui diperhatikan dan dihafal, mungkin akan sangat bermanfaat kalau kita
kehilangan arah dan terpaksa kembali ketempat semula. Dari pengalaman terutama
di hutan dan di gunung tropis kepekaan terhadap lingkungan alam yang dilalui
lebih menentukan dari pada kita mengandalkan alat alat seperti kompas tersebut.
Hanya sering dengan berlatih dan melakukan perjalanan kepekaan itu bisa diperoleh.
2. Membaca Keadaan Alam
A.
Keadaan udara
• Sinar merah pada waktu Matahari akan terbenam. Sinar merah pada langit
yang tidak berawan mengakibatkan esok harinya cuaca baik. Sinar merah pada
waktu Matahari terbit sering mengakibatkan hari tetap bercuaca buruk.
• Perbedaan yang besar antara temperature siang hari dan malam hari.
Apabila
tidak angin gunung atau angin lembab atau pagi-pagi berhembus angin panas,
maka
diramalkan adanya udara yang buruk. Hal ini berlaku sebaliknya.
• Awan putih berbentuk seperti bulu kambing. Apabila awan ini hilang atau
hanya lewat saja berarti cuaca baik. Sebaliknya apabila awan ini
berkelompok
seperti selimut putih maka datanglah cuaca buruk.
B.
Membaca sandi-sandi yang diterapkan di alam menggunakan bahan-bahan dari alam,
seperti :
-Sandi dari batu yang dijejer atau ditumpuk
-Sandi dari batang/ranting yang dipatahkan/dibengkokkan
-Sandi dari rumput/semak yang diikat
Tujuan dari penggunaan sandi-sandi ini apabila kita kehilangan arah dan
perlu
kembali ke tempat semula atau pulang.
3. Tingkatan Pendakian gunung
Agar setiap orang mengetahui apakah lintasan yang
akan ditempuhnya sulit atau
mudah, maka dalam olahraga mendaki gunung dibuat penggolongan tingkat
kesulitan setiap medan atau lintasan gunung. Penggolongan ini tergantung pada
karakter tebing atau gunungnya, temperamen dan penampilan fisik si pendaki,
cuaca, kuat dan rapuhnya batuan di tebing, dan macam-macam variabel lainnya.
Kelas 1 : Berjalan. Tidak memerlukan peralatan dan teknik khusus.
Kelas 2 : Merangkak (scrambling). Dianjurkan untuk memakai sepatu yang
layak.
Penggunaan tangan mungkin diperlukan untuk membantu.
Kelas 3 :
Memanjat (climbing). Tali diperlukan bagi pendaki yang belum
berpengalaman.
Kelas 4 :
Memanjat dengan tali dan belaying. Anchor untuk belaying mungkin
diperlukan.
Kelas 5 :
Memanjat bebas dengan penggunaan tali belaying dan runner. Kelas ini
dibagi lagi
menjadi 13 tingkatan.
Kelas 6 : Pemanjatan artificial. Tali dan anchor digunakan untuk gerakan
naik.
Kelas ini sering disebut kelas A. Selanjutnya dibagi dalam 5 tingkatan.
III. MANAJEMEN
PERJALANAN & PERALATAN
A. Perencanan perjalanan
Hal pertama yang harus dilakukan adalah
mencari informasi. Untuk mendapatkan data- data kita dapat memperoleh dari
literatur- literatur yang berupa buku-buku atau artikel-artikel yang kita
butuhkan atau dari orang-orang yang pernah melakukan pendakian pada objek yang
akan kita tuju. Tidak salah juga bila meminta informasi dari penduduk setempat
atau siapa saja yang mengerti tentang gambaran medan lokasi yang akan kita
daki.
Selanjutnya buatlah ROP
(Rencana Operasi Perjalanan). Buatlah perencanaan secara detail dan rinci, yang
berisi tentang daerah mana yang dituju, berapa lama kegiatan berlangsung,
perlengkapan apa saja yang dibutuhkan, makanan yang perlu dibawa, perkiraan biaya
perjalanan, bagaimana mencapai daerah tersebut, serta prosedur pengurusan ijin
mendaki di daerah tersebut. Lalu buatlah ROP
secara teliti dan sedetail mungkin, mulai dari rincian waktu sebelum kegiatan
sampai dengan setelah kegiatan. Aturlah pembagian job dengan anggota pendaki
yang lain (satu kelompok), tentukan kapan waktu makan, kapan harus istirahat,
dan sebagainya.
Intinya dalam perencanaan pendakian, hendaknya memperhatikan :
¦ Mengenali kemampuan diri dalam tim dalam menghadapi medan.
¦ Mempelajari medan yang akan ditempuh.
¦ Teliti rencana pendakian dan rute yang akan ditempuh secermat mungkin.
¦ Pikirkan waktu yang digunakan dalam pendakian.
¦ Periksa segala perlengkapan yang akan dibawa.
Perlengkapan dasar perjalanan
¦ Perlengkapan jalan : sepatu, kaos kaki, celana, ikat pinggang, baju,
topi, jas
hujan, dll.
¦ Perlengkapan tidur : sleeping bag, tenda, matras dll.
¦ Perlengkapan masak dan makan: kompor, sendok, makanan, korek dll.
¦ Perlengkapan pribadi : jarum , benang, obat pribadi, sikat, toilet paper
/
tissu, dll.
¦ Ransel / carrier.
Perlengkapan pembantu
¦ Kompas, senter, pisau pinggang, golok tebas, Obat-obatan.
¦ Peta, busur derajat, douglass protector, pengaris, pensil dll.
¦ Alat
komunikasi (Handy talky), survival kit, GPS [kalo ada]
¦ Jam tangan.
Packing atau menyusun perlengkapan kedalam ransel.
• Kelompokkan barang barang sesuai dengan jenis jenisnya.
• Masukkan dalam kantong plastik.
• Letakkan barang barang yang ringan dan jarang penggunananya (mis :
Perlengkapan tidur) pada yang paling dalam.
• Barang barang yang sering digunakan dan vital letakkan sedekat mungkin
dengan tubuh dan mudah diambil.
• Tempatkan barang barang yang lebih berat setinggi dan sedekat mungkin
dengan
badan / punggung.
• Buat Checklist barang barang tersebut
Pedoman Perjalanan Alam Terbuka
Untuk merencanakan suatu perjalanan ke alam bebas harus ada persiapan dan
penyusunan secara matang. Ada rumusan yang umum digunakan yaitu 4W & 1
H, yang
kepanjangannya
adalah Where, Who, Why, When dan How.
Berikut ini aplikasi
dari rumusan tersebut:
• Where (Dimana), untuk
melakukan suatu kegiatan alam kita harus mengetahui
dimana yang akan
kita digunakan, misalnya: Natrabu-Gunung Bunder-Bogor.
• Who (Siapa), apakah anda akan melakukan kegiatan alam tersebut sendiri atau
dengan
berkelompok. contoh: satu kelompok (25 personil) terdiri dari 5 orang
anggota penuh
(panitia) dan 20 orang siswa DIKLAT (peserta)
• Why (Mengapa), ini adalah pertanyaan yang cukup panjang jawabannya dan bisa
bermacam-macam contoh : Untuk melakukan DIKLAT.
• When (Kapan) waktu pelaksanaan kegiatan tersebut, berapa lama ? contoh : 16
Juli 2009 sampai dengan 19 Februari 2009
Dari pertanyaan-pertanyaan 4 W, maka didapat suatu gambaran sebagai
berikut: pada
tanggal 16-19 Juli 2009 akan diadakan DIKLAT, yang akan dilaksanakan
oleh 5
panitia dan diikuti 20 orang siswa DIKLAT. Tempat yang digunakan untuk
DIKLAT
tersebut yaitu di Natrabu-Gunung Bunder-Bogor.
•How [Bagaimana]
merupakan suatu pembahasan yang lebih komprehensif dari
jawaban pertanyaan diatas ulasannya adalah sebagai berikut :
• Bagaimana kondisi lokasi
• Bagaimana cuaca disana
• Bagaimana perizinannya
• Bagaimana mendapatkan air
• Bagaimana pengaturan tugas panitia
• Bagaimana acara akan berlangsung
• Bagaimana materi yang disampaikan
• dan masih banyak “bagaimana ?” lagi (silahkan anda mengembangkannya lagi)
Dari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang timbul itulah kita dapat
menyusun
rencana gegiatan yang didalamnya mencakup rincian :
1. Pemilihan medan, dengan memperhitungkan lokasi basecamp, pembagian waktu
dan
sebagainya.
2. Pengurusan perizinan
3. Pembagian tugas panitia
4. Persiapan kebutuhan acara
5. Kebutuhan peralatan dan perlengkapan
6. dan lain sebagainya.
Keberhasilan suatu kegiatan di alam terbuka juga ditentukan oleh perencanaan
dan
perbekalan yang tepat. Dalam merencanakan perlengkapan perjalanan terdapat beberapa
hal yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah :
1. Mengenal jenis medan yang akan dihadapi (hutan, rawa, tebing, dll)
2. Menentukan tujuan perjalanan (penjelajahan, latihan, penelitian, SAR,
dll)
3. Mengetahui lamanya perjalanan (misalnya 3 hari, seminggu, sebulan, dsb)
4. Mengetahui keterbatasan kemampuan fisik untuk membawa beban
5. Memperhatikan hal-hal khusus (misalnya : obat-obatan tertentu)
Setelah mengetahui hal-hal tersebut, maka kita dapat menyiapkan
perlengkapan dan
perbekalan yang sesuai dan selengkap mungkin, tetapi beratnya tidak
melebihi
sepertiga berat badan (sekitar 15-20 kg), walaupun ada yang mempunyai
kemampuan
mengangkat beban sampai 30 kg.
Dari kegiatan penjelajahan, ada beberapa jenis perjalanan yang disesuaikan
dengan
medannya, yaitu :
1. Perjalanan pendakian gunung
2. Perjalanan menempuh rimba
3. Perjalanan penyusuran sungai, pantai dan rawa
4. Perjalanan penelusuran gua
5. Perjalanan pelayaran
Untuk perjalanan ilmiah dan kemanusiaan, bisa pula dikelompokkan
berdasarkan jenis medan yang dihadapi. Dari setiap kegiatan tersebut, kita
dapat mengelompokkan perlengkapannya sebagai berikut :
1. Perlengkapan dasar, meliputi :
o Perlengkapan dalam perjalanan / pergerakkan
o Perlengkapan untuk istirahat
o Perlengkapan makan dan minum
o Perlengkapan mandi
o Perlengkapan pribadi
2. Perlengkapan khusus, disesuaikan dengan
perjalananan, misalnya
o Perlengkapan penelitian (kamera, buku, dll)
o Perlengkapan penyusuran sungai (perahu, dayung, pelampung, dll)
o Perlengkapan
pendakian tebing batu (carabineer, tali, chock, dll)
o Perlengkapan
penelusuran gua (helm, headlamp/senter, harness, sepatu karet, dll)
3. Perlengkapan tambahan
Perlengkapan ini dapat dibawa atau tergantung evaluasi yang
dilakukan (misalnya : semir, kelambu, gaiter, dll). Mengingat pentingnya
penyusunan perlengkapan dalam suatu perjalanan, maka sebelum memulai kegiatan,
sebaiknya dibuatkan check-list terlebih dahulu. Perlengkapan dikelompokkan
menurut jenisnya, lalu periksa lagi mana yang perlu dibawa dan tidak. Apabila perjalanan kita lakukan dengan
berkelompok, maka check-list nya untuk perlengkapan regu dan pribadi. Dalam
perjalanan besar dan memerlukan waktu yang lama, kita perlu menentukan
perlengkapan dan perbekalan mana saja yang dibawa dari rumah atau titik
keberangktan, dan perlengkapan atau perbekalan mana saja yang bisa dibeli di
lokasi terdekat dengan tujuan perjalanan kita. Yang tidak kalah pentingnya adalah anda akan
mendapatkan point-point bagi kalkulasi biaya yang dibutuhkan untuk melakukan
kegiatan tersebut.
B. Packing
Sebelum melakukan kegiatan alam bebas kita biasanya menentukan
dahulu peralatan dan perlengkapan yang akan dibawa, jika telah siap semua inilah
saatnya mempacking barang-barang tersebut ke dalam carier atau backpack.
Packing yang baik menjadikan perjalanan anda nyaman karena ringkas dan tidak
menyulitkan.
Prinsip dasar yang mutlak dalam mempacking adalah :
1. Pada saat back-pack dipakai beban terberat harus jatuh ke pundak,
Mengapa beban harus jatuh kepundak, ini disebabkan dalam melakukan perjalanan
[misalnya pendakian] kedua kaki kita harus dalam keadaan bebas bergerak, jika
salah mempacking barang dan beban terberat jatuh kepinggul akibatnya adalah
kaki tidak dapat bebas bergerak dan menjadi cepat lelah karena beban backpack
anda menekan pinggul belakang. Ingat : Letakkan barang yang berat pada bagian
teratas dan terdekat dengan punggung.
2. Membagi berat beban secara seimbang antara bagian kanan dan kiri
pundak Tujuannya adalah agar tidak menyiksa salah satu bagian pundak dan
memudahkan anda menjaga keseimbangan dalam menghadapi jalur berbahaya yang
membutuhkan keseimbangan seperti : meniti jembatan dari sebatang pohon,
berjalan dibibir jurang, dan keadaan lainnya.
Pertimbangan lainnya adalah
sebagai berikut :
• Kelompokkan barang sesuai kegunaannya lalu tempatkan dalam satu kantung
untuk
mempermudah pengorganisasiannya. Misal : alat mandi ditaruh dalam satu
kantung plastik.
• Maksimalkan tempat
yang ada, misalkan Nesting (Panci Serbaguna) jangan
dibiarkan kosong
bagian dalamnya saat dimasukkan ke dalam carrier, isikan bahan
makanan kedalamnya, misal : beras dan telur.
• Tempatkan barang yang sering digunakan pada tempat yang mudah dicapai pada
saat diperlukan, misalnya: rain coat/jas hujan pada kantong samping
carrier.
• Hindarkan menggantungkan barang-barang diluar carrier, karena barang
diluar
carrier akan mengganggu perjalanan anda akibat tersangkut-sangkut dan
berkesan
berantakan, usahakan semuanya dapat dipacking dalam carrier.
Mengenai berat maksimal yang dapat diangkat oleh anda, sebenarnya adalah
suatu angka yang relatif, patokan umum idealnya adalah 1/3 dari berat badan
anda , tetapi ini kembali lagi ke kemampuan fisik setiap individu, yang terbaik
adalah dengan tidak memaksakan diri, lagi pula anda dapat menyiasati pemilihan
barang yang akan dibawa dengan selalu memilih barang/alat yang berfungsi ganda
dengan bobot yang ringan dan hanya membawa barang yang benar-benar perlu.
Memilih dan Menempatkan Barang
Dalam memilih barang yang akan dibawa pergi
mendaki atau kegiatan alam bebas
selalu cari alat/perlengkapan yang berfungsi ganda, tujuannya apalagi kalau
bukan untuk meringankan berat beban yang harus anda bawa, contoh : Alumunium
foil, bisa untuk pengganti piring, bisa untuk membungkus sisa nasi untuk
dimakan nanti, dan yang penting bisa dilipat hingga tidak memakan tempat di
carrier.
Matras ; Sebisa mungkin matras disimpan didalam
carrier jika akan pergi kelokasi
yang hutannya lebat, atau jika akan membuka jalur pendakian baru. Banyak
rekan pendaki yang lebih senang mengikatkan matras diluar, memang kelihatannya
bagus tetapi jika sudah berada di jalur pendakian, baru terasa bahwa metode ini
mengakibatkan matras sering nyangkut ke batang pohon dan semak tinggi, lagipula
pada saat akan digunakan matrasnya sudah kotor.
Kantung Plastik ; Selalu siapkan kantung plastik
didalam carreir anda, karena akan berguna sekali nanti misalnya untuk tempat
sampah yang harus anda bawa turun, baju basah dan lain sebagainya. Gunakan
selalu kantung plastik untuk mengorganisir barang barang didalam carrier anda
(dapat dikelompokkan masing-masing pakaian, makanan dan item lainnya), ini
untuk mempermudah jika sewaktu-waktu anda ingin memilih pakaian, makanan dsb.
Menyimpan
Pakaian ;
Jika anda
meragukan carrier yang anda gunakan kedap air atau tidak, selalu bungkuspakaian
anda didalam kantung plastik [dry-zax], gunanya agar pakaian tidak basah dan
lembab. Sebaiknya pakaian kotor dipisahkan dalam kantung tersendiri dan tidak dicampur
dengan pakaian bersih.
Menyimpan
Makanan ;
Pada
gunung-gunung tertentu (misalnya Rinjani) usahakan makanan dibungkus dengan
plastik dan
ditutup rapat kemudian dimasukkan kedalam keril, karena monyet-monyet
didekat puncak /
base camp terakhir suka membongkar isi tenda untuk
mencari
makanan.
Menyimpan Korek
Api Batangan ;
Simpan korek api
batangan anda didalam bekas tempat film (photo), agar korek api
anda selalu
kering.
Packing Barang /
Menyusun Barang Di Carrier ;
Selalu simpan barang yang paling berat diposisi atas, gunanya agar pada
saat
carrier digunakan, beban terberat berada dipundak anda dan bukan di
pinggang anda
hingga memudahkan kaki melangkah.
C. Perlengkapan
Pribadi Alam Bebas
Outdoor activity atau kegiatan alam bebas
merupakan kegiatan yang penuh resiko dan memerlukan perhitungan yang cermat.
Jika salah-salah maka bukan mustahil musibah akan mengancam setiap saat.
Sebagai contoh, sebuah referensi pernah mencatat bahwa salah satu kegiatan alam
bebas yaitu rock climbing [panjat tebing] merupakan jenis olahraga yang resiko
kematiannya merupakan peringkat ke-2 setelah olahraga balap mobil formula-1.
Tentu saja resiko tersebut terjadi apabila
safety-procedure tidak menjadi perhatian yang serius, tetapi apabila safety-procedure
diperhatikan dan sering berlatih,
maka resiko tersebut dapat ditekan sampai titik paling aman.
Perjalanan alam bebas pasti akan bersentuhan
dengan cuaca, situasi medan dan waktu yang kadang tidak bersahabat, baik malam
atau siang hari, oleh karena itu perlu dipersiapkan perlengkapan yang memadai.
Salah satu “perisai diri” ketika melakukan
aktivitas alam bebas adalah perlengkapan diri pribadi. Berikut digambarkan
beberapa perlengkapan pribadi standard.
1. Tutup kepala/topi
Untuk melindungi diri dari cuaca panas atau dingin
perlu penutup kepala. Dalam keadaan panas atau hujan, maka tutup kepala yang
baik adalah yang juga dapat melindungi
kepala dan wajah sekaligus. Untuk ini pilihan terbaik adalah topi rimba atau
topi yang punya pelindung keliling. Topi pet atau topi softball tidak direkomendasikan.
Pada cuaca dingin malam hari atau di daerah tinggi, maka penutup kepala yang
baik adlah yang dapat memberikan rasa hangat. Pilihannya adalah balaklava atau
biasa disebut kupluk.
2. Syal-slayer
Slayer atau syal bukan hanya digunakan sebagai
identitas organisasi, tetapi sebetulnya mempunyai fungsi lainnya. Syal/slayer
dapat digunakan untuk menghangatkan leher ketika cuaca dingin, dapat juga
digunakan sebagai saringan air ketika survival. Syal/slayer juga sangat berguna
ketika dalam keadaan darurat, baik digunakan untuk perban darurat atau sebagai
alat peraga darurat. Oleh karenanya disarankan menggunakan syal/slayer yang
berwarna mecolok dan terbuat dari bahan yang kuat serta dapat menyerap air
namun cepat kering.
3. Baju
Kebutuhan ini multak, tidak bisa beraktivitas
tanpa baju [bayangkan kalau tanpa ini, maka kulit akan terbakar matahari]. Baju
yang baik adalah dari bahan yang dapat menyerap keringat, tidak disarankan
menggunakan baju dari bahan nilon karena panas dan tidak dapat meyerap
keringat. Baju dengan bahan demikian biasanya adalah planel atau paling tidak
kaos dari bahan katun.
Pilihan warna untuk aktivitas lapangan seperti
halnya juga slayer/syal adalah yang
mencolok agar bisa terjadi keadaan darurat [misalnya hilang] dapat dengan
mudah
diidentifikasi dan dikenali.
Dalam beraktivitas di alam bebas jangan pernah
melupakan baju salin/ganti, hal ini karena aktivitas lapangan akan sangat
banyak mengeluarkan energi yang membuat badan kita berkeringat. Bawalah baju
salain 2 atau 3 buah.
4. Celana
Celana lapang yang baik adalah yang memnuhi syarat
ringan, mudah kering dan dapat menyerap keringat. Pemakaian bahan jeans sangat
tidak direkomendasikan karena berat dan susah kering dan membuat lecet. Celana
yang baik adalah kain dengan tenunan ripstop [bila berlubang kecil tidak
merembet atau robek memanjang]. Bila aktivitas dilakukan di daerah pantai atau
perairan juga baik bila menggunakan bahan dari parasut tipis. Selain celana panjang, jangan lupa bahwa
under-wear juga penting. jangan lupa juga untuk menyediakan serep
ganti.
5. Jaket
Salah satu perlengkapan penting dalam alam bebas adalah jaket. Jaket digunakan
untuk melindungi diri dari dingin bahkan sengatan matahari atau hujan. Jaket
yang baik adalah model larva, yaitu jaket yang panjang sampai ke pangkal paha. Jaket ini juga biasanya dilengkapi dengan
penutup kepala [kupluk]. Akan sangat baik bila jaket
yang memiliki dua lapisan (double-layer). Lapisan dalam biasanya berbahan
penghangat dan menyeyerap keringat seperti wool atau polartex, sedang lapisan luar berfungsi menahan air
dan dingin. Kini teknologi tekstil sudah mampu memproduksi Gore-Tex bahan jaket
yang nyaman dipakai saat mendaki bahan ini memungkinkan kulit tetap bernafas,
tidak gerah mengeluarkan keringat mampu menahan angin (wind breaking) dan
resapan air hujan (water proff) sayang, bahan ini masih mahal. Yang paling baik
jaket terbuat dari bulu angsa-biasanya digunakan untuk kegiatan pendakian
gunung es].
6. Slepping bag
Istirahat adalah kebutuhan pegiat alam bebas
setelah aktivitas yang melelahkan seharian. Tempat
istirahat yang ideal adalah dengan menggunakan slepping bag [kantong tidur].
Slepping bag yang baik juga biasanya terbuat dari dua sisi, yaitu yang dingin,
licin dan tahan air satu sisi, dan yang hangat dan tebal disisi lain. Penggunaannya
sesuai dengan cuaca saat istirahat.
7. Sepatu
Sepatu yang baik yaitu yang melindungi tapak kaki sampai mata kaki,
kulit tebal tidak mudah sobek bila kena duri. keras bagian depannya, untuk
melindungi ujung jari kaki apabila terbentur batu. bentuk sol bawahnya dapat
menggigit ke segala arah dan cukup kaku, ada lubang ventilasi bersekat halus.
Gunakan sepatu yang dapat dikencangkan dan dieratkan pemakaiannya [menggunakan
ban atau tali. Dilapangan sepatu tidak boleh longgar karena akan menyebabkan
pergesekan kaki dengan sepatu yang berakibat lecet. Penggunaan sepatu juga
harus dibarengi dengan kaos kaki. Untuk ini juga sebaiknya disediakan kaos kaki
serep bila suatu saat basah.
8. Carrier
Carrier bag atau ransel sebaiknya gunakan yang tidak terlalu besar
tetapi juga tidak terlampau kecil, artinya mampu menampung perlengkapan dan
peralatan yang dibawa. Sebaiknya jangan menggunakan carrier yang mempunyai
banyak kantong dibagian luar karena dalam keadaan tertentu ini akan menghambat
pergerakan. Gunakan carrier yang ramping walaupun agak tinggi, ini lebih baik
daripada yang gemuk tetapi
rendah. Sebelum berangkat harus diperhatikan jahitan-jahitannya, karena
kerusakan pada jahitan terutama sabuk sandang akan berakibat sangat fatal.
9. Alat masak, makan dan mandi
Perlengkapan sangat penting lainnya adalah alat
masak, makan dan mandi. Bagimanapun juga dalam kondisi lapangan kita sangat
perlu untuk menghemat aktu dan bahan masalak. Gunakan alat dari alumunium karena
cepat panas, untuk ini nesting menjadi pilihan yang sangat baik, disamping dia
ringkas dan serba guna. Juga perlu dipersiapkan alat bantu makan lainnya
(sendok, piring, dll) dan pastikan bahan bakar untuk memasak / membuat api
seperti lilin, spirtus, parafin, dll. Jangan lupa juga siapkan phiples minum
sebagai bekal perjalanan [saat ini banyak tersedia model dan jenis phipless]. Perlengkapan
mandi juga sangat penting karena tidak jarang perjalanan dilakukan berhari-hari
dengan tubuh penuh keringat. Bawalah alat mandi seperti sabun yang berkemasan
tube agar mudah disimpan dan tidak perlu membuang sampah bungkusan disembarang
tempat.
10. Obat-obatan dan Survival Kits
Perlengkapan pribadi lainnya yang sangat penting
adalah obat-obatan, apalagi kalau pegiat mempunyai penyakit khusus tertentu
seperti asma. Disamping
obat-obatan juga setidaknya mempunyai kelengkapan survival
kits.
D. Perencanaan Perbekalan
Dalam perencanaan perjalanan, perencanaan
perbekalan merupakan salah satu hal yang perlu mendapat perhatian khusus.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan :
Lamanya perjalanan yang akan dilakukan
Aktifitas apa saja yang akan dilakukan
Keadaaan medan yang akan dihadapi (terjal, sering hujan, dsb)
Sehubungan dengan keadaan diatas, ada beberapa syarat yang harus
diperhatikan
dalam merencanakan perjalanan:
a. Cukup mengandung kalori dan mempunyai komposisi gizi yang memadai.
b. Terlindung dari kerusakan, tahan lama, dan mudah menanganinya.
c. Sebaiknya makanan yang siap saji atau tidak perlu dimasak terlalu lama, irit
air dan bahan
bakar.
d. Ringan, mudah
didapat
e. Murah
Untuk dapat
merencanakan komposisi bahan makanan agar sesuai dengan syarat-syarat diatas, kita dapat mengkajinya dengan
langkah-langkah berikut :
Dengan informasi yang cukup lengkap, perkirakan kondisi medan, aktifitas
tubuh yang perlukan, dan lamanya waktu. Perhitungkan jumlah kalori yang
diperlukan. Susun daftar makanan yang memenuhi syarat diatas, kemudian
kelompokan menurut komposisi dominan. Hidrat arang, ptotein, lemak, hitung
masing-masing kalori totalnya (setelah siap dimakan).
Perhitungan untuk vitamin dan mineral dapat dilakukan terakhir, dan apabila
ada
kekurangan dapat ditambah tablet vitamin dan mineral secukupnya.
Catatan :
Kandungan kalori : - hidrat arang 4 kal/gr
- lemak 9 kal/gr
- protein 4 kal/gr
Kalori paling cepat didapat dari :
1. Hidrat arang
2. lemak
3. protein
Kebutuhan kalori per 100 pounds berat badan (sekitar 45 kg)
1 Metabolisme basal 1100 kalori
2 Aktifitas tubuh :
- Jalan
Kaki 2 mil/jam 45 kal/jam , 3 mil/jam 90 kal/jam , 4 mil/jam 160 kal/jam
- Memotong
kayu/tebas 260 kal/jam
- Makan 20 kal/jam
- Duduk (diam) 20 kal/jam
- Bongkar pasang ransel, buat
camp 50 kal/jam
-Menggigil 220 kal/jam
3 Aktifitas dinamis khusus = 6 - 8 % dari 1 dan 2
4 Total kalori yang dibutuhkan = 1 + 2 + 3
Jenis Bahan Makanan dan Macam Makanan
Sumber kalori dari hidrat arang tiap 100 gram:
- Beras giling 360 kal Nasi 178 kal
- Havermout 390 kal Kentang 90 kal
- Singkong 140 kal Macaroni 363 kal
- Maizena 343 kal Roti 248 kal
- Tape singkong 173 kal Gaplek 363 kal
- Biskuit 458 kal Sagu 353 kal
- Terigu 365 kal Ubi 123 kal
- Gula pasir 364 kal Gula aren 368 kal
- Madu 294 kal Coklat pahit 504 kal
- Coklat manis
472 kal Coklat susu 381 kal
Sumber Protein (tiap 100 gram):
-Tempe 119 kla
-Kacang tanah rebus dengan kulit 360 kal
-Telur ayam 162 kal
-Telur bebek 189 kal
Sumber protein dan lemak (tiap 100 gram):
-Corned 241 kal
-Daging asap 191 kal
-Dendeng 433 kal
-Sardens 338 kal
Menu makanan satu hari :
-Mie 1.5 gelas 335 kal
-Susu kental manis ½ gelas 336 kal
-Dodol ½ ons 200 kal
-Coklat 1 ons 472 kal
-Nasi 2 ons 360 kal
-Roti 1 ons 248 kal
-Biscuit 1 ons
458 kal
-Corned ½ ons
120 kal
-Dendeng 1 ons
433 kal
TOTAL 2962 kal
“Bila engkau tidak dapat menjadi beringin yang tegak diatas puncak
bukit, maka jadilah saja rumput, tetapi rumput yang tumbuh memperkuat tanggul.
Bila engkau tidak bisa menjadi jalan besar, maka jadilah saja jalan setapak,
tetapi jalan setapak yang menuju ke mata air. Tidak semuanya dapat menjadi
nahkoda, tentu harus ada
kelasi. Sebaik-baiknya engkau adalah menjadi dirimu sendiri.”
Perjalanan ke alam terbuka pasti mengandung
resiko. Tiap perjalanan memiliki tingkat resiko dan bahaya yang
bervariasi.bahaya dan resiko tersebut dapat jauh diminimalisir dengan berbagai
persiapan. Persiapan umum yang harus dimiliki seorang pendaki sebelum mulai
naik gunung antara lain:
1. Membawa alat navigasi berupa peta lokasi pendakian, peta, altimeter
[Alat pengukur ketinggian suatu tempat dari permukaan laut], atau kompas. Untuk
itu, seorang pendaki harus paham bagaimana membaca peta dan melakukan
orientasi. Jangan sekali-sekali mendaki bila dalam rombongan tidak ada yang
berpengalaman mendaki dan berpengetahuan mendalam tentang navigasi.
2. Pastikan kondisi tubuh sehat dan kuat. Berolahragalah seperti lari atau berenang
secara rutin sebelum mendaki.
3. Bawalah peralatan pendakian yang sesuai. Misalnya jaket anti air atau
ponco, pisahkan pakaian untuk berkemah yang selalu harus kering dengan baju perjalanan,
sepatu karet atau boot (jangan bersendal), senter dan baterai secukupnya,
tenda, kantung tidur, matras.
4. Hitunglah lama perjalanan untuk menyesuaikan kebutuhan logistik. Berapa
banyak harus membawa beras, bahan bakar, lauk pauk, dan piring serta gelas.
Bawalah wadah air yang harus selalu terisi sepanjang perjalanan.
5. Bawalah peralatan medis, seperti obat merah, perban, dan obat-obat
khusus
bagi penderita penyakit tertentu.
6. Jangan malu untuk belajar dan berdiskusi dengan kelompok pencinta alam
yang
kini telah tersebar di sekolah menengah atau universitas-universitas.
7. Ukurlah kemampuan diri. Bila tidak sanggup meneruskan perjalanan, jangan
ragu untuk kembali pulang.
Memang, mendaki gunung memiliki unsur petualangan.
Petualangan adalah sebagai satu bentuk pikiran yang mulai dengan perasaan tidak
pasti mengenai hasil perjalanan dan selalu berakhir dengan perasaan puas karena
suksesnya perjalanan tersebut. Perasaan yang muncul saat bertualang adalah rasa
takut menghadapi bahaya secara fisik atau psikologis. Tanpa adanya rasa takut
maka tidak ada petualangan karena tidak ada pula tantangan.
Risiko mendaki gunung yang tinggi, tidak
menghalangi para pendaki untuk tetap melanjutan pendakian, karena Zuckerma
menyatakan bahwa para pendaki gunung memiliki kecenderungan sensation seeking
[pemburuan sensasi] tinggi. Para sensation seeker menganggap dan menerima
risiko sebagai nilai atau harga dari sesuatu yang didapatkan dari sensasi atau
pengalaman itu sendiri. Pengalamanpengalaman yang menyenangkan maupun kurang
menyenangkan tersebut membentuk self-esteem [kebanggaan /kepercayaan diri].
Pengalaman-pengalaman ini selanjutnya menimbulkan
perasaan individu tentang dirinya, baik perasaan positif maupun perasaan
negatif. Perjalanan pendakian yang dilakukan oleh para pendaki menghasilkan
pengalaman, yaitu pengalaman keberhasilan dan sukses mendaki gunung, atau gagal
mendaki gunung. Kesuksesan yang merupakan faktor penunjang tinggi rendahnya
self-esteem, merupakan bagian dari pengalaman para pendaki dalam mendaki
gunung.
Fenomena yang terjadi adalah apakah mendaki gunung
bagi para pendaki merupakan sensation seeking untuk meningkatkan self-esteem
mereka? Selanjutnya, sensation seeking bagi para pendaki gunung kemungkinan
memiliki hubungan dengan self-esteem pendaki tersebut. Karena pengalaman yang
dialami para pendaki dalam pendakian dapat berupa keberhasilan maupun
kegagalan.
Persiapan mendaki gunung
Persiapan umum untuk mendaki gunung antara lain kesiapan mental, fisik,
etika, pengetahuan dan ketrampilan.
• Kesiapan mental.
Mental amat berpengaruh, karena jika mentalnya sedang fit, maka fisik pun
akan
fit, tetapi bisa saja terjadi sebaliknya.
• Kesiapan fisik.
Beberapa latihan fisik yang perlu kita lakukan, misalnya : Stretching
/perenggangan [sebelum dan sesudah melakukan aktifitas olahraga, lakukanlah
perenggangan, agar tubuh kita dapat terlatih kelenturannya]. Jogging (lari
pelan
pelan) Lama waktu dan jarak sesuai dengan kemampuan kita, tetapi waktu,
jarak dan
kecepatan selalu kita tambah dari waktu sebelumnya. Latihan lainnya bisa
saja sit-
up, push-up dan
pull-up Lakukan sesuai kemampuan kita dan tambahlah porsinya
melebihi porsi sebelumnya.
• Kesiapan administrasi.
Mempersiapkan seluruh prosedur yang dibutuhkan untuk perijinan memasuki
kawasan
yang akan dituju.
• Kesiapan pengetahuan dan ketrampilan.
Pengetahuan untuk dapat hidup di alam bebas. Kemampuan minimal yang perlu
bagi
pendaki adalah pengetahuan tentang navigasi darat, survival serta EMC
[emergency
medical care] praktis.
Mengenal Jenis Gunung dan
Grade Pendakian
Pada garis besar gunung terbagi menjadi 2, yaitu gunung berapi/aktif dan
tidak
aktif. Berdasar bentuknya dibagi menjadi :
1. Gunung berapi perisai (Gunung berapi lava) == seperti perisai
2. Gunung berapi strato
3. Gunung berapi maar == Gunung berapi yang meletus sekali dan segala
aktivitas
vulkanisme terhenti, yang tinggal hanya kawahnya saja.
Macam dan
tingkat pendakian gunung macam pendakian, yaitu pendakian gunung
bersalju (es) dan gunung batu. Keduanya mambutuhkan persiapan dan
perlengkapan
yang matang.
Menurut Club "Mountaineers", Seatle Washington , dasar pembagian
tingkat pendakian ada dua cara.
1. Berdasar penggunaan alat
teknis yang dipakai ( class)
• class 1 ; lintas alam tanpa bantuan tangan
• class 2 ; dibutuhkan bantuan tangan
• class 3 ; pendakian yang mudah memerlukan kaki dan tangan dalam mendaki,
tali mungkin dibutuhkan oleh pemula
• class 4 ; pendakian memerlukan tali pengaman
• class 5 ; dibutuhkan tali dan pengaman peralatan lain seperti : piton,
runner, chocks dll
• class 6 ; mandaki dengan tali dengan peralatan bantuan sepenuhnya
berpijak
diatas paku tebing, memenjat rantai sling atau mengunakan stirupss
Pendakian claass 4 masuk dalam katagori scrembling [Mendaki dengan cara
mempergunakan badan sebagai keseimbangan serta tangan untuk berpegangan
dengan
medan yang miring sampai 45 derajat] dan class 5 - 6 sudah dapat
dikatagorikan
sebagai climbing
[panjat]. Dimana class 5 merupakan free-climbing [Pemanjatan
dengan tanpa
menggunakan alat tehnis untuk menambah ketinggian, alat hanya sebagai
pengaman saja ]
dan class 6 adalah artificial climbing [Pemanjatan dengan
menggunakan alat
tehnis sebagai pembantu menambah ketinggian, misalnya dipijak
atau disentak
dan dipegang ]. Apa bila dilakukan di gunung batu / cadas disebut
rock climbing
dan bila dilakukan di gunung es disebut dengan snow and ice climbing
.
2. Berdasar lama waktu akibat sukarnya pendakian dalam
medan pendakian
(grade)
• grade I, bagian yang sukar dapat ditempuh dalam beberapa jam
• grade II, bagian yang sukar ditempuh dalam setengah hari
• grade III, bagian yang sukar ditempuh dalam sehari penuh
• grade IV, bagian yang sukar ditempuh dalam sehari penuh dan memerlukan
bantuan lereng-lereng sempit untuk bisa naik
• grade V, bagian yang sukar ditempuh dalam waktu 1,5-2,5 hari
• grade VI, bagian yang sukar ditempuh dalam waktu 2 hari atau lebih dan
dengan banyak sekali kesulitan
3. Berdasarkan tingkat
keamanan pemanjat dari kemampuan alat yang digunakan
• A1 ;aman sekali, peralatan yang dipasang dan digunakan dapat diandalkan
untuk menjaga keselamatan pendaki
• A2 ;aman, jikapun terjadi masalah, alat masih dapat diandalkan untuk
mencegah akibat yang lebih fatal [misalnya jatuh tidak sampai kedasar]
• A3 ;penggunan alat pengaman cukup aman tetapi tidak dapat diandalkan
untuk
menjaga resiko jatuh, kecuali dengan pemasangan yang sangat teliti dan
fall-faktor
yang tidak terlalu berbeban tinggi. Bila fall faktor tinggi, maka alat-alat
akan
copot dan pendaki bisa menerima akibat fatal
• A4 ;pengaman yang digunakan tidak dapat diharapkan untuk dapat menahan
beban
jatuh, cenderung hanya sebagai pengaman psykologis untuk menguatkan mental
pendaki
4. Berdasarkan tingkat
kesulitan [difficult] medan pendakian
Tingkatan pedakian dengan dasar perhitungan ini
bisa disebut juga dengan Yossemite Decimal System [YDS]. Pang-katagorian
berasal dari USA dan saat ini banyak di gunakan untuk menentukan grade
kesulitan panjat tebing. Oleh karena itu YDS
dimulai dengan grade 5 dan seterusnya. Pengkatagorian demikian biasanya
digunakan untuk jenis pendakian free-climbing atau free-soloing [Memanjat
sendiri tanpa alat bantu dan pengaman apapun, biasanya pada jalur pendek]
Anehnya YDS sendiri menyalahi kaidah matematis
penghitungan decimal, dimana misalnya suatu jalur mempunyai ketinggian 5,9
[lima point sembilan] lalu grade selanjutnya menjadi 5.10 [lima point sepuluh].
Peng-angka-an ini menjadi “aneh” akibat grade 5.9 lebih rendah dibanding dengan
5.10, padahal dalam matematika sebaliknya.
YDS sendiri diawali dengan grade 5.8 atau 5.9,
selanjutnya 5.10, 5.11, 5.12, 5.13
dan 5.14. Sampai
saat ini tidak ada grade melebihi 5.14. Perkembangan keanehan peng-angka-an
decimal ini menurut beberapa diskusi pegiatan pendakian dan panjat tebing
akibat keselahan memprediksikan kemampuan pendakian pada saat system YDS
dipublikasikan. Dimana pada saat itu diperkirakan kemampuan pendakian / panjat
hanya sampai grade 5.9. Padahal dalam kemudian berkembangan kemampuan pendakian
/ pemanjatan yang lebih mutakhir dan luar bisa.
Bahkan saking sulitnya menentukan
dengan hanya angka-angka decimal yang terbatas, seiring dengan banyaknya jalur
pendakian/pemanjatan yang dibuat oleh kalangan pemanjat, maka grade decimalpun
ditambahkan dibelangkannya dengan alfhabet.
Contoh; 5.12a, 5.13 d atau 5.14 c
Memang sampai saat sekarang barangkali hanya
ada beberapa jalur yang dibuat manusia dengan grade 5.14, itupun terbatas pada
jalur-jalur pendek. Secara umum grading dengan YDS dapat dijelaskan sebagai
berikut :
• 5.8 ; jalur yang ditempuh mudah, grip
[pegangan] sangat bisa digunakan oleh
bagian tubuh
yang ada untuk menambah ketinggian
• 5.9 ; jalur
yang ditempuh dengan metode 3 bertahan 1 mencari
• 5.10 ; jalur
yang ditempuh dengan metode 3 bertahan 1 mencari, hanya saja
perlu
keseimbangan [balance] yang baik
• 5.11 ; dapat bertahan pada 2 atau 3 grip dengan satu diantaranya sangat
minim dan perlu keseimbangan. Jalur hang hampir bisa dipastikan memiliki
grade
demikian.
• 5.12 ; terdapat 2 dari 2 kaki dan 2 tangan yang dapat digunakan untuk
menambah ketinggian. Dengan kondisi grip yang kecil di satu bagiannya atau
paling
tidak sama
• 5.13 ; hanya 1 dari diantara 2 kaki dan 2 tangan yang dapat digunakan
untuk
menambah ketinggian, itupun dengan grip yang sangat minim.
• 5.14 ; “mulus seperti kaca”, tidak mungkin terpikirkan untuk dapat dibuat
jalur pendakian/pemanjatan
Makanan (logistik)
Makanan yang dibawa seharusnya dapat memenuhi
kebutuhan energi pendaki, selama pendakian seserorang membutuhkan sitar 5.000 kalori dan 100 gram protein,
kalori dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi nasi. Namun ada
baiknya hanya memakan nasi satu kali sehari di kala malam (saat berkemah) alasayanya beras realtif berat
dan memerluakan waktu yang lama untu memasak serta
menghabiskan banyak bahan bakar. Fungsi beras dapat
diganti dengan roti, biskuit, coklat, dan hevermit.
Hal yang perlu diperjatikan hindari mengkonsumsi
makanan yang harus dimasak lebih dahulu selama mendaki, karena hal ini hanya
akan merepotkan dan menghabiskan waktu perjalanan. Pilihlah makanan praktis
seperti coklat, roti, agar-agar, buah-buahan, dapat juga dibuat mixfood yang
terdiri atas kacang, coklat, biskuit dan kismis.
Umumnya makanan yang paling praktis dibawa adalah
makanan instan yang memiliki kemasan, buanglah kemasan karton sebelum dimasukan
dalam ransel dengan demikian berat ransel dapat berkurang dan makanan yang
dibawapun tidak banyak memakan tempat didalam ransel.
Peralatan lain
Selain peralatan dan sejumlah perlengkapan, jangan
lupa membawa perlengkapan kecil yang terdanag dirasa sepele, namun amat
penting. Perlengkapan itu berupa obat obatan seperti pelester, obat merah, tisu
basah dan kering, senter, benang, jarum jahit, jam dan alat tulis. Peralatan
itu terkandang dibutuhkan dalam keadaan darurat atau menjaga tubuh tetap
bersih.
Hal terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah
jangan lupa membawa tas / kantong plastik, tas plastik tersebut dibutuhkan
untuk menaruh barang-barang yang kotor dan basah sebelum dicuci dan tas plastik
juga berfungsi untuk membawa kembali sampah-sampah pendakian, sampah-sampah
sisa makanan atau berkemah, janganlah dibuang
begitu saja di alam terbuka. Selain mengotori, membuang sampah dapat menyulitkan
usaha pencarian dan pertolongan bagi pendaki yang tersesat atau mengalami
kecelakaan, kerap kali usaha pencarian oarang tersesat terbantu dengan petunjuk
dari barang-barang yang tercecer.
Jenis-Jenis Pendakian /
Perjalanan
Olah raga mendaki gunung sebenarnya mempunyai
tingkat dan kualifikasinya. Seperti yang sering kita
kenal dengan istilah mountaineering atau istilah serupa lainnya. Menurut bentuk
dan jenis medan
yang dihadapi, mountaineering dapat dibagi sebagai
berikut :
1. Hill Walking / Feel Walking
• Perjalanan
mendaki bukit-bukit yang relatif landai. Tidak membutuhkan
peralatan teknis
pendakian. Perjalanan ini dapat memakan waktu sampai beberapa
hari. Contohnya
perjalanan ke Gunung Gede atau Ceremai.
2. Scarmbling
• Pendakian
setahap demi setahap pada suatu permukaan yang tidak begitu
terjal. Tangan
kadang-kadang dipergunakan hanya untuk keseimbangan. Contohnya :
pendakian di
sekitar puncak Gunung Gede Jalur Cibodas.
3. Climbing
• Dikenal
sebagai suatu perjalanan pendek, yang umumnya tidak memakan waktu
lebih dari 1
hari,hanya rekreasi ataupun beberapa pendakian gunung yang praktis.
Kegiatan pendakian yang membutuhkan penguasaan teknik mendaki dan
penguasaan
pemakaian
peralatan.
Bentuk climbing
ada 2 macam :
a. Rock Climbing
-pendakian pada
tebing-tebing batau atau dinding karang. Jenis pendakian ini yang
umumnya ada di
daerah tropis.
b. Snow and Ice Climbing
-Pendakian pada es dan salju. Pada pendakian ini, peralatan-peralatan
khusus
sangat
diperlukan, seperti ice axe, ice screw, crampton, dll.
IV. PENGETAHUAN
DASAR SURVIVAL
Survival berasal dari kata survive yang berarti
mampu mempertahankan diri dari
keadaan tertentu. Dalam hal ini mampu mempertahankan diri dari keadaan yang
buruk dan kritis. Sedangkan Survivor adalah orang yang sedang mempertahankan
diri dari
keadaan yang buruk.
Survival adalah keadaan dimana diperlukan
perjuangan untuk bertahan hidup. Survival merupakan kehidupan dengan waktu
mendesak untuk melakukan improvisasi
yang memungkinkan. Kuncinya adalah menggunakan otak untuk improvisasi.
Statistik membuktikan hampir semua situasi
survival mempunyai batasan waktu yang singkat hanya 3 hari atau 72 jam bagi
orang hilang, dan yang mampu bertahan cukup lama tercatat sangat sedikit
sekitar 5 persen itupun karena pengetahuan dan
pengalamannya.
Dalam situasi survival janganlah tergesa-gesa
menentukan prioritas survival karena dapat berakibat salah, gagasan kaku yang
tidak boleh ditawar-tawar juga akan berakibat fatal. Ketepatan memutuskan dengan didukung pengalaman dan hasil
diskusi
dapat menguntungkan karena situasi darurat perlu pertimbangan dan sikap
tegas dalam mencapai tujuan akhir.
Dalam keadaan survival diperlukan pengetahuan
terhadap kondisi dan kebutuhan
tubuh, bukan mutlak mengerti secara fisik tetapi memahami reaksi atau
dampak akibat pengaruh lingkungan. menggunakan pengetahuan dalam usaha mengatur
diri saat keadaan darurat adalah kunci dari survival. Pengaturan disini adalah
memelihara
ketrampilan dan kemampuan untuk mengontrol sumber daya didalam diri dan
kemampuan memecahkan persoalan, bila pengaturan keliru, tidak hanya badan
terganggu akan tetapi dapat langsung berdampak terhadap kemampuan untuk tetap
hidup. Memahami jenis kebutuhan hidup yang menjadi prioritas sangat
menguntungkan didalam situasi survival.
Dalam kondisi survival tantangan yang sangat
dominan adalah sikap mental atau
psikologis untuk mencari kebutuhan tubuh dan untuk memperolehnya dibutuhkan
gagasan-gagasan dengan dasar pertimbangan dari pengalaman atau pendidikan
yang
pernah diikutinya, pengalaman hidup dengan resiko tinggi dan aktivitas
menantang
terbukti dapat membuat orang belajar untuk berbuat yang lebih baik dan
melakukan
adaptasi efektif.
Berikut adalah contoh susunan prioritas dalam
keadaan survival :
1. Tentunya yang paling utama adalah udara. bernafas dilakukan setiap detik
untuk bertahan hidup oleh karena itu udara mendapat prioritas utama untuk
bertahan
hidup. survival tanpa udara umumnya hanya bertahan selama 3 sampai 5 menit.
2. Selanjutnya dibutuhkan perlin- dungan, dari cuaca buruk dan keganasan
alam.
sejak keberadaannya manusia dibatasi lingkungannya sendiri mulai dari
temperatur
yang sangat berpengaruh pada tubuh. Untuk itu diperlukan sesuatu yang dapat
melindunginya contohnya api yang dapat menghangatkan dan menjaga temperatur
tubuh,
jika tidak ada rumah, tenda atau gua. Api dapat
dimasukkan kedalam prioritas kedua
3. Istirahat, sepele namun dibutuhkan, dengan istirahat jaringan tubuh akan
terbebas dari CO2, asam dan pemborosan lain. Istirahat yang dimaksud adalah
istirahat fisik dan juga mental sebab stress dapat mengurangi kemampuan
untuk
bertahan. Dengan demikian istirahat dapat dimasukkan kedalam prioritas
ketiga.
4. Air. Kehilangan cairan dan kondisi air yang tidak dapat diminum adalah
persoalan didalam survival. Tubuh manusia kira-kira terdiri dari 2/3
jaringan yang
mengandung air dan merupakan bagian sistem sirkulasi di dalam organ tubuh.
Air
dapat menjaga suhu tubuh, memperlancar buang air dan mencerna makanan.
Kondisi
lingkungan yang exstrem tanpa air dapat mengurangi kemampuan bertahan hidup
hingga
tiga hari, sehingga air dapat dimasukkan kedalam prioritas keempat.
Sangatlah
bijaksana apabila pemakaian air dapat dihemat.
5. Tubuh manusia membutuhkan makanan tiga kali sehari. Tetapi sementara
banyak
manusia di benua lain hanya dapat makan sekali sehari atau bahkan tidak
makan
berhari-hari. Catatan menunjukkan bahwa tanpa makanan survivor dapat
bertahan
selama 40 sampai 70 hari. Keharusan untuk mendapatkan makanan adalah
prioritas
terakhir dalam survival. Penghematan energi adalah salah satu cara untuk
mengimbangi kekurangan makanan.
Sikap dalam Survival
Sikap cepat tanggap dalam keadaan darurat sangat diperlukan. Setiap orang
harus
dapat berbuat yang terbaik dalam memprioritaskan pandangan terhadap
lingkungan
darurat. Hal ini tidak mudah karena sikap ini perlu latar belakang
pengetahuan dan
keterampilan. Bila semua prioritas telah diperoleh, tetapi masih kehilangan
kemauan untuk hidup atau kemampuan untuk menguasai mental yang disebabkan
kondisi
fisik, maka akhirnya akan hilang sama sekali. Kondisi yang demikian sangat
membahayakan dan bahkan sesuatu yang menguntungkan pun akan dibuangnya.
Juga yang
perlu diingat janganlah meremehkan sesuatu yang anda lihat. Sikap mental
positif
sangat diperlukan untuk menganalisa semua yang bertentangan dengan tubuh.
Apa saja yang berguna dalam mengha- dapi situasi survival dapat dilihat
dalam dua
persoalan :
1. Kesiapan mendiskusikan dengan jelas "apakah anda ingin hidup
?", ungkapan
yang sederhana. Secara naluriah manusia mempunyai insting untuk menjaga
diri.
Banyak kegiatan survival yang menunjukkan adanya jalan keluar dari periode
fisik
ekstrem dan mental stress ke posisi tenang. Sadar atau tidak orang
mempunyai
kekuatan untuk dirinya sendiri terhadap kematian. Oleh karena itu setiap
orang
juga mempunyai kekuatan untuk dirinya sendiri terhadap kehidupan.
2. Kemampuan untuk memecahkan persoalan, hal ini didapat jika kita mampu
mempertahankan kondisi tubuh. sebagai contoh : tubuh manusia bekerja
optimum
dengan temperatur 37 derajat C. Mengabaikan temperatur lingkungan akan
menyebabkan
penyempitan susunan fungsi inti didalam tubuh yang efektivitasnya tinggi
yang pada
akhirnya akan mengganggu peredaran darah, menurunkan aktivitas sel, dan
akhirnya
otak cepat kehilangan hubungan dengan realitas, akhirnya bertindak
irrasional
berbarengan dengan turunnya koordinasi yang akhirnya berakibat fatal.
Pengetahuan
dan pengalaman tidak ada artinya kalau tubuh hanya bekerja dengan separuh
kemampuannya, penghematan sumberdaya seperti energi, panas dan air adalah
penting.
Mengapa ada Survival ?
Timbulnya kebutuhan survival karena adanya usaha manusia untuk keluar dari
kesulitan yang dihadapi. Kesulitan-kesulitan tsb antara lain :
• Keadaan alam (cuaca dan medan)
• Keadaan mahluk hidup disekitar kita (binatang dan tumbuhan)
• Keadaan diri sendiri (mental, fisik, dan kesehatan)
• Banyaknya kesulitan-kesulitan tsb biasanya timbul akibat
kesalahan-kesalahan
kita sendiri. Dalam keadan tersebut ada beberapa faktor yang menetukan
seorang
Survivor mampu bertahan atau tidak, antara lain : mental, kurang lebih 80%
kesiapan kita dalam survival terletak dari kesiapan mental kita.
Timbulnya kebutuhan survival karena adanya usaha manusia untuk keluar dari
kesulitan yang dihadapi. Kesulitan-kesulitan tsb antara lain :
• Keadaan alam (cuaca dan medan)
• Keadaan mahluk hidup disekitar kita (binatang dan tumbuhan)
• Keadaan diri sendiri (mental, fisik, dan kesehatan)
Banyaknya kesulitan-kesulitan tsb biasanya timbul akibat
kesalahan-kesalahan kita
sendiri.
Definisi Survival
Arti survival sendiri terdapat berbagai macam versi, yang akan kita bahas
di sini hanyalah menurut versi pencinta alam ;
Sadarkan diri dalam keadaan gawat darurat
Usahakan untuk tetap tenang dan tabah
Rasa takut dan putus asa harus hilangkan
Vitalitas mesti ditingkatkan
Ingin tetap hidup dan selamat itu tujuannya
Variasi alam bisa dimanfaatkan
Asal mengerti, berlatih dan tahu caranya
Lancar dan selamat
Jika anda tersesat atau mengalami musibah, ingat-ingatlah arti survival
tersebut,
agar dapat membantu anda keluar dari kesulitan. Dan yang perlu ditekankan
jika
anda tersesat yaitu istilah "STOP" yang artinya :
Stop & seating / berhenti dan duduklah
Thingking / berpikirlah
Observe / amati keadaan sekitar
Planning / buat rencana mengenai tindakan yang harus dilakukan
Kebutuhan survival
Yang harus dipunyai oleh seorang survivor adalah :
1. Sikap mental ; Semangat untuk tetap hidup, Kepercayaan diri, Akal sehat,
Disiplin dan rencana matang serta Kemampuan belajar dari pengalaman]
2. Pengetahuan ; Cara membuat bivak, Cara memperoleh air, Cara mendapatkan
makanan, Cara membuat api, Pengetahuan orientasi medan, Cara mengatasi
gangguan
binatang, Cara mencari pertolongan
3. Pengalaman dan latihan ; Latihan mengidentifikasikan tanaman, Latihan
membuat trap, dll
4. Peralatan ; Kotak survival, Pisau jungle , dll
Langkah yang harus ditempuh bila anda/kelompok anda tersesat :
1. Mengkoordinasi anggota
2. Melakukan pertolongan pertama
3. Melihat kemampuan anggota
4. Mengadakan orientasi medan
5. Mengadakan penjatahan makanan
6. Membuat rencana dan pembagian tugas
7. Berusaha menyambung komunikasi dengan dunia kuar
8. Membuat jejak dan perhatian
9. Mendapatkan pertolongan
Bahaya-bahaya dalam Survival
Banyak sekali bahaya dalam survival yang akan kita hadapi, antara lain :
1.
Ketegangan dan panik
Cara Pencegahan : Sering berlatih, Berpikir positif dan optimis dan
Persiapan
fisik dan mental
2. Matahari / panas
• Kelelahan panas
• Kejang panas
• Sengatan panas
• Keadaan yang menambah parahnya
keadaan panas : Penyakit akut / kronis, Baru
sembuh dari penyakit Demam, Baru
memperoleh vaksinasi, Kurang tidur, Kelelahan,
Terlalu gemuk, Penyakit kulit yang
merata, Pernah mengalami sengatan udara panas,
Minum alkohol, Dehidrasi.
Pencegahan keadaan panas :
• Aklimitasi
• Persedian air
• Mengurangi aktivitas
• Garam dapur
• Pakaian : Longgar, Lengan
panjang, Celana pendek, Kaos oblong
3.
Serangan penyakit
Penyakit yang biasa diderita pegiat
alam bebas adalah :Demam, Disentri, Typus, Malaria, Kemerosotan mental Gejala : Lemah, lesu, kurang dapat berpikir
dengan baik, histeris
Penyebab : Kejiwaan dan fisik lemah atau keadaan lingkungan mencekam
Pencegahan : Usahakan tenang dan tentu saja banyak berlatih
Bahaya binatang beracun dan berbisa
4.Keracunan
• ¦ Gejala ; Pusing dan muntah, nyeri dan kejang perut, kadang-kadang
mencret,
kejang kejang seluruh badan, bisa pingsan.
• ¦ Penyebab : Makanan dan minuman beracun
• ¦ Pencegahan : Air garam di minum, Minum air sabun mandi panas, Minum teh
pekat atau di tohok anak tekaknya
Keletihan amat sangat
Pencegahan : Makan makanan berkalori dan Membatasi kegiatan
Bahaya lainnya dalam survival adalah : Kelaparan, Lecet, Kedinginan [untuk penurunan
suhu tubuh 30° C bisa menyebabkan kematian]
Membuat Bivouck (Shelter)
Membuat bivouck atau shelter perlindungan dalam keadaaan darurat sebenarnya
bertujuan untuk untuk melindungi diri dari angin, panas, hujan, dingin dan
gangguan binatang.
Macam –macam bivouck :
1. Shelter asli alam ; Gua [yang bukan tempat persembunyian binatang, tidak
ada
gas beracun dan tidak mudah longsor]. Ingat ! didalam gua jangan berteriak
karena
dapat meruntuhkan dinding gua.
2. Shelter buatan dari alam ; daun-daunan yang lebar, ranting kayu, atau
separuhnya alam dan separuhnya butan [misalnya ponco di kombinasi dengan
ceruk
batu atau pohon tumbang atau ranting kayu]
Syarat bivouck :
• Hindari daerah aliran air [bila terpaksa, maka gunakan bivouck panggung]
• Di atas bivouck / shelter tidak ada dahan pohon mati/rapuh
• Bukan sarang nyamuk/serangga
• Bahan kuat
• Jangan terlalu merusak alam sekitar
• Terlindung langsung dari angin
Mengatasi Gangguan Binatang
a. Nyamuk ; Obat nyamuk, autan,
dll , Bunga kluwih dibakar, Gombal / kain butut
[dalam keadaan memaksa, penulis pernah memotong lengan baju kaos sebagai
pengganti
gombal] dan minyak tanah dibakar kemudian dimatikan sehingga asapnya bisa
mengusir
nyamuk , Gosokkan sedikit garam pada bekas gigitan nyamuk.
b. Laron
; Mengusir laron yang terlalu banyak dengan cabe yang digantungkan
c. Disengat
Lebah ; Oleskan air bawang merah pada luka bekas sengatan berkali-kali, Tempelkan
tanah basah/liat di atas luka sengatan, Jangan dipijit-pijit, Tempelkan
pecahan genting panas di atas luka, Olesi dengan petsin untuk mencegah pembengkakan
d. Gigitan
Lintah ; Teteskan air tembakau pada lintahnya, Taburkan garam di atas lintahnya,
Teteskan sari jeruk mentah pada lintahnya, Taburkan abu rokok di atas lintahnya,
Membuang [mengais] lintah upayakan dengan patahan kayu hidup yang ada kambiumnya.
e. Semut
Gatal ; Gosokkan obat gosok pada luka gigitan, Letakkan cabe merah pada
jalan semut, Letakkan sobekan daun sirih pada jalan semut
f. Kalajengking
dan lipan; Pijatlah daerah sekitar luka sampai racun keluar, Ikatlah
tubuh di sebelah pangkal yang digigit, Tempelkan asam yang dilumatkan di
atas
luka, Taburkan serbuk lada dan minyak goreng pada luka, Taburkan garam di
sekeliling bivouck untuk pencegahan
g. Ular dll ; Untuk mencegah dan
mengobati secara darurat gigitan dan sengatan
binatang berbisa mematikan harus mempelajari Emergency Medical Care [EMC]
Membaca Jejak
Ada beberapa jenis jejak yang dapat diidentifikasi, yaitu jejak buatan,
maksudnya
adalah jejak yang dibuat oleh manusia dan jejak alami yaitu tanda jejak
sebagai
tanda keadaan lingkungan. Jejak alami biasanya menyatakan tentang jenis
binatang yang lewat dan ada disekitar, arah gerak binatang, besar kecilnya
binatang, cepat lambatnya gerak binatang. Untuk membaca jejak alami [binatang]
dapat diketahui dari telapak yang
ditinggalkan, kotoran yang tersisa, pohon atau ranting yang patah, lumpur
atau
tanah yang tercecer di atas rumput.
Air
Seseorang dalam keadaan normal dan sehat dapat bertahan sekitar 20 – 30
hari tanpa
makan, tapi
orang tersebut hanya dapat bertahan hidup 3 - 5 hari saja tanpa air.
a. Ada air yang tidak perlu dimurnikan, seperti
air hujan langsung. Untuk memperoleh air hujan langsung dalam keadaaan sirvive
di alam bebas, maka dapat dengan cara memampung dengan ponco atau daun yang
lebar dan alirkan ke tempat penampungan
[nesting atau
phipless]. Air dari tanaman rambat/rotan atau bambu. Cara memperolehnya, yaitu
potong setinggi mungkin lalu potong pada bagian dekat tanah, air yang menetes
dapat langsung ditampung atau
diteteskan ke dalam mulut. Selain rotan, bambu dan tumbuhan rambat, air juga
dapat diperoleh pada bunga (kantung semar) dan lumut.
b. Air yang harus dimurnikan terlebih dahulu antara lain adalah air
sungai besar, air
sungai tergenang, air yang didapatkan dengan menggali pasir di pantai (+ 5
meter
dari batas pasang surut). Untuk mendaptkan air di daerah sungai yang
kering,
caranya dengan menggali lubang di bawah batuan
c. Berikutnya air juga dapat diperoleh dari batang
pisang, caranya tebang batang pohon pisang, sehingga yang tersisa tinggal
bawahnya [bongkahnya] lalu buat lubang ditengahnya maka air akan keluar,
biasanya dapat keluar sampai 3 kali pengambilan.
Makanan / Sosiologi Botani :
Dalam kondisi hidup dialam bebas ada berbagai
makanan yang dapat di konsumsi, tetapi harus memperhatikan beberapa syarat dan patokan berikut :
• Makanan yang di makan kera juga bisa di makan manusia
• Hati-hatilah pada tanaman dan buah yang berwarna mencolok
• Hindari makanan yang mengeluarakan getah putih, seperti sabun kecuali
sawo
dan pepaya.
• Tanaman yang akan dimakan di coba dulu dioleskan pada tangan, lengan,
bibir
dan atau lidah, tunggu sesaat. Apabila terasa aman bisa dimakan.
• Hindari makanan yang terlalu pahit atau asam
Peringatan :
Hubungan air dan makanan; Untuk makanan yang mengandung karbohidrat
memerlukan air yang sedikit, Makanan ringan yang dikemas akan mempercepat
kehausan, Makanan yang mengandung protein butuh air yang banyak.
Tumbuhan yang dapat dimakan dapat diketahui dari
ciri-ciri fisik, misalnya :
a. Permukaan daun atau batang
yang tidak berbulu atau berduri.
b.Tidak mengeluarkan getah yang sangat lekat
c.
Tidak menimbulkan rasa gatal,
hal ini dapat dicoba dengan mengoleskan daunnya pada kulit atau bibir dan tidak
menimbulkan rasa pahit yang sangat
[dapat dicoba di ujung lidah]
Bagian-bagian tumbuhan yang dapat dimakan berupa batangnya :
• Batang pohon pisang (putihnya)
• Bambu yang masih muda (rebung)
• Pakis dalamnya berwarna putih
• Sagu dalamnya berwarna putih
• Tebu
Bagian-bagian
tumbuhan yang dapat dimakan berupa daunnya :
• Selada air
• Rasamala (yang masih muda)
• Daun mlinjo
• Singkong
Bagian-bagian tumbuhan yang dapat dimakan berupa akar dan umbinya :
Ubi jalar, talas, singkong
Bagian-bagian tumbuhan yang dapat dimakan berupa Buahnya :
Arbei, asam jawa, juwet
Tumbuhan yang dapat dimakan seluruhnya :
• Jamur merang, jamur kayu.
Tetapi ada beberapa jenis jamur beracun yang ciri-cirinya adalah :
• Mempunyai warna mencolok
• Baunya tidak sedap
• Bila dimasukkan ke dalam nasi, nasinya menjadi kuning
• Sendok menjadi hitam bila dimasukkan ke dalam masakan
• Bila diraba mudah hancur
• Punya cawan/bentuk mangkok pada bagian pokok batangnya
• Tumbuh dari kotoran hewan
• Mengeluarkan getah putih
Selain tumbuhan, berbagai hewan yang ditemukan di alam dapat dimakan juga, misalnya
Belalang, Jangkrik, Tempayak putih (gendon), Cacing, burung, Laron, Lebah,
larva, Siput/bekicot, Kadal [bagia belakang dan ekor], Katak hijau, Ular [1/3
bagian tubuh tengahnya], Binatang besar lainnya.
Ada beberapa ciri binatang yang tidak dapat dimakan, yaitu :
• Binatang yang mengandung bisa : lipan dan kalajengking
• Binatang yang mengandung racun : penyu laut
• Binatang yang mengandung bau yang khas : sigung / senggung
Api
Bila mempunyai bahan untuk membuat api, yang perlu
diperhatikan adalah jangan membuat api terlalu besar tetapi buatlah api yang
kecil beberapa buah, hal ini
lebih baik dan panas yang dihasilkan merata.
Cara membuat api dalam keadaan darurat :
• Dengan lensa / Kaca pembesar ; Fokuskan sinar pada satu titik dimana
diletakkan bahan yang mudah terbakar.
• Gesekan kayu dengan kayu ; Cara ini adalah cara yang paling susah,
caranya
dengan menggesek-gesekkan dua buah batang kayu sehingga panas dan kemudian
dekatkan bahan penyala, sehingga terbakar
• Busur dan gurdi ; Buatlah busur yang kuat dengan mempergunakan tali
sepatu
atau parasut, gurdikan kayu keras pada kayu lain sehingga terlihat asap dan
sediakan bahan penyala agar mudah tebakar. Bahan penyala yang baik adalah
kawul /
sabut terdapat pada dasar kelapa, atau daun aren
Survival kits
Survical kits adalah perlengkapan untuk survival yang harus dibawa dalam perjalanan
sebagai alat berjaga-jaga bila terjadi keadaan darurat atau juga dapat digunakan
selama perjalanan. Beberapa contoh survival kits adalah :
• Mata pancing /kait
• Pisau / sangkur / vitrorinoc
• Tali kecil
• Senter
• Cermin suryakanta, cermin kecil
• Peluit
• Korek api yang
disimpan dalam tempat kedap air [tube roll film]
• Tablet garam,
norit
• Obat-obatan
pribadi
• Jarum + benang
+ peniti
• Ponco / jas
hujan / rain coat
• Lain-lain
Pembelajaran dari mendaki gunung
Mendaki gunung, apa enaknya, ….. apa hikmahnya Enaknya …… menikmati
pemandangan mengagumi kebesaran sang pencipta.
Dapat
dibayangkan gunung yang begitu gagahnya serta menjulang dengan ketinggiannya
… yang tersebar diseluruh dunia, dengan bermacam bentuk dan ukuran
menandakan
betapa dahsyat, betapa hebat, betapa maha …. Sang pencipta.
Manakala kita berada di puncak gunung, kecil kita ….. segala kesombongan,
keangkuhan, keserakahan akan sirna, bagaikan debu di tiup angin …… hilang
tanpa
ada bekas.
Mendaki gunung memberikan hikmah yang begitu dahsyat ….
Disadari atau tidak kita dapat belajar segala hal dalam mendaki gunung,
rasa
persaudaran, persahabatan yang kian kental, kemandirian yang kita peroleh,
tidak
mudah menyerah, rasa ego yang kian menipis dalam diri, rasa syukur yang
makin
tebal.
Mungkin masih teringat dalam benak, disaat kita belum pernah mendaki gunung
…..
emosi kita suka meluap, manakala pulang sekolah atau main dari rumah
sahabat,
perut lapar…. Dirumah hanya dihidangkan oleh ibunda tercinta nasi dengan
lauk
alakadarnya, kita marah, kita hilang selera melihat hidangan yang
alakadarnya ……
Setelah mengalami hal yang mengharuskan kita bertahan hidup dalam pendakian
……
makan apapun yang ada dialam, ataupun makan nasi yang masih kurang matang,
atau
lauk yang lebih apa adanya dibanding waktu dirumah di bagi dengan kawan
sependakian. Tentunya menyesal kita telah menyia-nyiakan masakan ibunda
tercinta
yang sudah menyiapkan makan untuk anak nya tercinta dengan penuh kasih
saying,
hanya karena hidangan yang apaadanya.
Masih terlalu banyak pembelajaran dari mendaki gunung.
Terimakasih Allah engkau telah berikan pelajaran berharga, dari ciptaan Mu
gunung
yang begitu indah yang bukan hanya untuk dinikmati oleh mata tetapi harus
dinikmati oleh hati nurani yang paling dalam serta menjaganya agar dapat
memberikan pelajaran bagi generasi yang akan datang.
V. ROCK
CLIMBING
Pendahuluan
Olah raga rock climbing semakin berkembang pesat
pada tahun-tahun terakhir ini di Indonesia.
Kegiatan ini tidak dapat dipungkiri lagi sudah sudah merupakan kegiatan
yang begitu diminati oleh kaula muda maupun yang merasa muda ataupun juga
yang selalu muda. Pada dasarnya, rock climbing adalah teknik pemanjatan tebing
batu yang memanfaatkan cacat batu tebing (celah atau benjolan) yang dapat
dijadikan pijakan atau pegangan untuk menambah ketinggian dan merupakan salah
satu cara untuk mencapai puncak.
Ciri khas
rock climbing adalah prosedur dan perlengkapan yang digunakan dalam kegiatan,
juga prinsip dan etika pemanjatan. Rock Climbing bukan hanya menjadi komoditi industri olah raga dan petualangan
saja. Tetapi aplikasinya juga telah menjadi komoditas industri-industrilainnya
seperti wisata petualangan,outbound training,entertaiment,iklan dan film,serta
industri industri lainnya yang membutuhkan jasa ketinggian.Oleh karena itu
perlu ilmu rock climbing yang sangat mendasar sebagai acuan yang kuat diri dan
dunia rock climbing itu sendiri.
Sejarah Rock Climbing
Pada awalnya rock climbing lahir dari kegiatan
eksplorasi alam para pendaki gunung dimana ketika akhirnya menghadapi medan
yang tidak lazim dan memiliki tingkat kesulitan tinggi,yang tidak mungkin lagi
didaki secara biasa (medan vertical dan
tebing terjal). Maka dari itu lahirlah teknik rock climbing untuk melewati
medan yang tidak lazim tersebut dengan teknik pengamanan diri (safety
procedur).Seiring dengan perkembangan zaman rock climbing menjadi salah satu
kegiatan petualangan dan olah raga tersendiri.Terdapat informasi tentang
sekelompok orang Perancis di bawah pimpinan Anthoine de Ville yang mencoba
memanjat tebing Mont Aiguille (2097mdpl) di kawasan Vercors Massif pada tahun
1492. Tidak jelas benar tujuan mereka, tetapi yang jelas, beberapa dekade
kemudian, orang-orang yang naik turun tebing tebing batu di pegunungan Alpen
diketahui adalah para pemburu Chamois (sejenis kambing gunung). Jadi pemanjatan
mereka kurang lebih dikarenakan oleh faktor mata pencaharian.
Pada tahun 1854 batu pertama zaman keemasan dunia
pendakian di Alpen diletakan oleh Alfred Wills dalam pendakiannya ke puncak
Wetterhorn (3708 mdpl). Inilah cikal bakal pendakian gunung sebagai olah raga.
Kemudian pada tahun-tahunberikutnya barulah terdengar manusia-manusia yang
melakukan pemanjatan tebing
tebing di seluruh belahan bumi. Lalu pada tahun 1972 untuk pertama kalinya
panjat dinding masuk dalam jadwal olimpiade, yaitu didemonstrasikan dalam
olimpiade Munich. Baru pada
tahun 1979 olah raga panjat tebing mulai merambah di Indonesia.
Dipelopori oleh Harry Suliztiarto yang memanjat tebing Citatah, Padalarang.
Inilah patok pertama panjat tebing modern di Indonesia.
Teknik Dasar Pemanjatan / Rock Climbing
1. Face Climbing
Yaitu memanjat pada permukaan tebing dimana masih terdapat tonjolan atau
rongga
yang memadai sebagai pijakan kaki maupun pegangan tangan. Para pendaki
pemula
biasanya mempunytai kecenderungan untuk mempercayakan sebagian berat
badannya pada
pegangan tangan, dan menempatkan badanya rapat ke tebing. Ini adalah
kebiasaan
yang salah. Tangan manusia tidak bias digunakan untuk mempertahankan berat
badan
dibandingkan kaki, sehingga beban yang diberikan pada tangan akan cepat
melelahkan
untuk mempertahankan keseimbangan badan. Kecenderungan merapatkan berat
badan ke
tebing dapat mengakibatkan timbulnya momen gaya pada tumpuan kaki. Hal ini
memberikan peluang untuk tergelincir.Konsentrasi berat di atas bidang yang
sempit
(tumpuan kaki) akan memberikan gaya gesekan dan kestabilan yang lebih baik.
2. Friction / Slab Climbing
Teknik ini semata-mata hanya mengandalkan gaya gesekan sebagai gaya
penumpu. Ini
dilakukan pada permukaan tebing yang tidak terlalu vertical, kekasaran
permukaan
cukup untuk menghasilkan gaya gesekan. Gaya gesekan terbesar diperoleh
dengan
membebani bidang gesek dengan bidang normal sebesar mungkin. Sol sepatu
yang baik
dan pembebanan maksimal diatas kaki akan memberikan gaya gesek yang baik.
3. Fissure Climbing
Teknik ini memanfaatkan celah yang dipergunakan oleh anggota badan yang
seolah
olah berfungsi sebagai pasak. Dengan cara demikian, dan beberapa
pengembangan,
dikenal teknik-teknik berikut.
• Jamming, teknik memanjat dengan memanfaatkan celah yang tidak begitu
besar.
Jari-jari tangan, kaki, atau tangan dapat dimasukkan/diselipkan pada celah
sehingga seolah-olah menyerupai pasak.
• Chimneying, teknik memanjat celah vertical yang cukup lebar (chomney).
Badan
masuk diantara celah, dan punggung di salah satu sisi tebing. Sebelah kaki
menempel pada sisi tebing depan, dan sebelah lagi menempel ke belakang.
Kedua
tangan diletakkan menempel pula. Kedua tangan membantu mendororng keatas
bersamaan
dengan kedua kaki yang mendorong dan menahan berat badan.
• Bridging,
teknik memanjat pada celah vertical yang cukup besar (gullies).
Caranya dengan menggunakan kedua tangan dan kaki sebagai pegangan pada
kedua celah
tersebut. Posisi badan mengangkang, kaki sebagai tumpuan dibantu oleh
tangan yang
juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan.
• Lay Back, teknik memanjat pada celah vertical dengan menggunakan tangan
dan
kaki. Pada teknik ini jari tangan mengait tepi celah tersebut dengan
punggung
miring sedemikian rupa untuk menenpatkan kedua kaki pada tepi celah yang
berlawanan. Tangan menarik kebelakang dan kaki mendorong kedepan dan kemudian
bergerak naik ke atas silih berganti.
Pembagian
Pendakian Berdasarkan Pemakaian Alat
Free Climbing
Sesuai dengan namanya, pada free climbing alat pengaman yang paling
baik adalah diri sendiri. Namun keselamatan diri dapat ditingkatkan dengan
adanya keterampilan yang diperoleh dari latihan yang baik dan mengikuti
prosedur yang benar. Pada
free climbing, peralatan berfungsi hanya sebagai pengaman bila jatuh. Dalam pelaksanaanya
ia bergerak sambil memasang, jadi walaupun tanpa alat-alat tersebut ia masih mampu
bergerak atau melanjutkan pendakian. Dalam pendakian tipe ini seorang pendaki
diamankan oleh belayer.
Free Soloing
Merupakan bagian dari free climbing, tetapi
sipendaki benar-benar melakukan dengan segala resiko yang siap dihadapinya
sendiri.Dalam pergerakannya ia tidak memerlukan peralatan pengaman. Untuk
melakukan free soloing climbing, seorangpendaki harus benar-benar mengetahui
segala bentuk rintangan atau pergerakan pada rute yang dilalui. Bahkan
kadang-kadang ia harus menghapalkan dahulu segala gerakan, baik itu tumpuan
ataupun pegangan, sehingga biasanya orang akan melakukan free soloing climbing
bila ia sudah pernah mendaki pada lintasan yang sama. Resiko yang dihadapi
pendaki tipe ini sangat fatal sekali, sehingga hanya orang yang mampu dan benar-benar
professional yang akan melakukannya.
Atrificial Climbing
Pemanjatan tebing dengan bantuan peralatan
tambahan, seperti paku tebing, bor,
stirrup, dll. Peralatan tersebut harus digunakan karena dalam pendakian
sering
sekali dihadapi medan yang kurang atau tidak sama sekali memberikan tumpuan
atau
peluang gerak
yang memadai.
Sistem Pendakian
1. Himalaya Sytle
Sistem pendakian
yang biasanya dengan rute yang panjang sehingga untuk mencapai
sasaran (puncak)
diperlukan waktu yang lama. Sistem ini berkembang pada pendakian
pendakian ke
Pegunungan Himalaya. Pendakian
tipe ini biasanya terdiri atas
beberapa kelompok dan tempat-tempat peristirahatan (base camp, fly camp).
Sehingga
dengan berhasilnya satu orang dari seluruh team, berarti pendakian itu
sudah
berhasil untuk seluruh team.
2. Alpine Style
Sistem ini banyak dikembangkan di pegunungan Eropa. Pendakian ini mempunyai
tujuan
bahwa semua pendaki harus sampai di puncak dan baru pendakian dianggap
berhasil.
Sistem pendakian ini umumnya lebih cepat karena para pendaki tidak perlu
lagi
kembali ke base camp (bila kemalaman bias membuat fly camp baru, dan
esoknya
dilanjutkan kembali).
Teknik Turun / Rappeling
Teknik ini digunakan untuk menuruni tebing. Dikategorikan sebagai teknik
yang
sepeuhnya bergantung dari peralatan. Prinsip rappelling adalah sebagai
berikut :
1. Menggunakan tali rappel sebagai jalur lintasan dan tempat bergantung.
2. Menggunakan gaya berat badan dan gaya tolak kaki pada tebing sebagai
pendorong gerak turun.
3. Menggunakan salah satu tangan untuk keseimbangan dan tangan lainnya
untuk
mengatur kecepatan.
Macam-macam dan Variasi Teknik Rappeling
1. Body Rappel
Menggunakan peralatan tali saja, yang dibelitkan
sedemikian rupa pada badan. Pada teknik ini terjadi gesekan antara badan dengan
tali sehingga bagian badan yang
terkena gesekan akan terasa panas.
2. Brakebar Rappe
Menggunakan sling/tali tubuh, carabiner, tali, dan
brakebar. Modifikasi lain dari
brakebar adalah descender (figure of 8). Pemakaiannya hampir serupa, dimana
gaya
gesek diberikan pada descender atau brakebar.
3. Sling Rappel
Menggunakan sling/tali tubuh, carabiner, dan tali.
Cara ini paling banyak
dilakukan karena tidak memerlukan peralatan lain, dan dirasakan cukup aman.
Jenis
simpul yang digunakan adalah jenis Italian hitch.
4. Arm Rappel / Hesti
Menggunakan tali yang dibelitkan pada kedua tangan
melewati bagian belakang badan.Dipergunakan untuk tebing yang tidak terlalu
curam. Dalam rapelling, usahakan posisi badan selalu tegak lurus pada tebing,
dan jangan terlalu cepat turun. Usahakan mengurangi sesedikit mungkin benturan
badan pada tebing dan gesekan antara tubuh dengan tali. Sebelum memulai turun,
hendaknya :
1. Periksa dahulu anchornya.
2. Pastikan bahwa tidak ada simpul pada tali yang dipergunakan.
3. Sebelum sampai ke tepi tebing hendaknya tali sudah terpasang dan
pastikan
bahwa tali
sampai ke bawah (ke tanah).
4. Usahakan
melakukan pengamatan sewaktu turun, ke atas dan ke bawah, sehingga
apabila ada batu
atau tanah jatuh kita dapat menghindarkannya, selain itu juga
dapat melihat
lintasan yang ada.
5. Pastikan bahwa pakaian tidak akan tersangkut carabiner atau peralatan
lainnya.
Peralatan Pemanjatan
1.
Tali Pendakian
Fungsi utamanya dalam pendakian adalah sebagai pengaman apabila
jatuh.Dianjurkan
jenis-jenis tali yang dipakai hendaknya yang telah diuji oleh UIAA, suatu
badan
yang menguji kekuatan peralatan-peralatan pendakian. Panjang tali dalam
pendakian
dianjurkan sekitar 50 meter, yang memungkinkan leader dan belayer masih
dapat
berkomunikasi. Umumnya diameter tali yang dipakai adalah 10-11 mm, tapi
sekarang
ada yang berkekuatan sama, yang berdiameter 9.8 mm.
Ada dua macam tali pendakian yaitu :
• Static Rope, tali pendakian yang kelentirannya mencapai 2-5 % fari berat
maksimum yang diberikan. Sifatnya kaku, umumnya berwarna putih atau hijau.
Tali
static digunakan untuk rappelling.
• Dynamic Rope, tali pendakian yang kelenturannya mencapai 5-15 % dari
berat
maksimum yang diberikan. Sifatnya lentur dan fleksibel. Biasanya berwarna
mencolok
(merah, jingga, ungu).
2.
Carabiner
Adalah sebuah cincin yang berbentuk oval atau huruf D, dan mempunyai gate
yang
berfungsi seperni peniti. Ada 2 jenis carabiner :
• Carabiner Screw Gate (menggunakan kunci pengaman).
• Carabiner Non Screw Gate (tanpa kunci pengaman)
3.
Sling
Sling biasanya dibuat dari tabular webbing, terdiri dari beberapa tipe.
Fungsi
sling antara lain :
-sebagai penghubung
-membuat natural point, dengan memanfaatkan pohon atau lubang di tebing.
-Mengurangi gaya gesek / memperpanjang point
-Mengurangi gerakan (yang menambah beban) pada chock atau piton yang
terpasang.
4.
Descender
Sebuah alat berbentuk angka delapan. Fungsinya sebagai pembantu menahan
gesekan,
sehingga dapat membantu pengereman. Biasa digunakan untuk membelay atau
rappelling.
5.
Ascender
Berbentuk semacam catut yang dapat menggigit apabila diberi beban dan
membuka bila
dinaikkan. Fungsi utamanya sebagai alat Bantu untuk naik pada tali.
6.
Harnes / Tali Tubuh
Alat pengaman yang dapat menahan atau mengikat badan. Ada dua jenis harnes
:
• Seat Harnes, menahan berat badan di pinggang dan paha.
• Body Harnes, menahan berat badan di dada, pinggang, punggung, dan paha.
Harnes ada yang dibuat dengan webbning atau tali, dan ada yang sudah
langsung
dirakit oleh pabrik.
7.
Sepatu
Ada dua jenis sepatu yang digunakan dalam pemanjatan :
• Sepatu yang lentur dan fleksibel. Bagian bawah terbuat dari karet yang
kuat.
Kelenturannya
menolong untuk pijakan-pijakan di celah-cleah.
• Sepatu yang tidak lentur/kaku pada bagian bawahnya. Misalnya combat boot.
Cocok digunakan pada tebing yang banyak tonjolannya atau tangga-tangga kecil.
Gaya tumpuan dapat tertahan oleh bagian depan sepatu.
8.
Anchor (Jangkar)
Alat yang dapat dipakai sebagai penahan beban. Tali pendakian dimasukkan
pada achor, sehingga pendaki dapat tertahan oleh anchor bila jatuh. Ada dua macam anchor, yaitu :
• Natural Anchor, bias merupakan pohon besar, lubang-lubang di tebing,
tonjolan-tonjolan batuan, dan sebagainya.
• Artificial Anchor, anchor buatan yang ditempatkan dan diusahakan ada pada
tebing oleh si pendaki. Contoh : chock, piton, bolt, dan lain-lain.
Mengetahui perbedaan antara; nuts dan cams, friends dan carabiner, dan
lainnya
Belay Device (Peralatan
untuk Belay)
Belay Device adalah peralatan untuk menahan tali
saat pemanjatan
agar pemanjat tidak terjatuh. Banyak jenis yang biasa dipakai,
yang paling
sering dipakai adalah ATC, Figure 8, dan Grigri.
Spring Loaded Camming Device (SLCD) atau biasa disebut cam atau friends
adalah peralatan proteksi pemanjatan yang fenomenal, diciptakan oleh Ray
Jardine seorang aerospace engineer yang senang
manjat pada tahun 1973. Jika ditarik, ujungnya akan mengecil sehingga mudah
dimasukkan ke celah tebing. Jika dilepas ujungnya akan mengembang memenuhi
celah tebing. Cam tersedia dalam beberapa ukuran
disesuaikan dengan lebar celah tebing.
Carabiner
Ada banyak jenis carabiner, setiap jenis memiliki fungsi tersendiri dalam pemanjatan.
1. Carabiner HMS memiliki kunci (screw) sebagai pengaman, dipakai sebagai
anchor pada top roping dan juga dipakai oleh belayer.
2. Carabiner D atau Oval dan Snap (Snapring) digunakan untuk keperluanlain
seperti untuk dipakai bersama dengan cam dan draw.
3. Quickdraw atau Runner Adalah pasangan webbing atau sling dengan dua buah
carabiner jenis snapring, dipakai sebagai
alat proteksi di tebing.
Hexes
Adalah pasangan sling dengan tabung alumunium (titanium) segi enam. Berfungsi
sama dengan cam, berharga lebih murah, tetapi lebih sulit dalam penempatannya di celah tebing. Seperti cam. hexes tersedia dalam beberapa ukuran.
Nuts
Nuts adalah
peralatan proteksi yang paling banyak dipakai oleh pemanjat tebing, fungsinya
sama dengan cam dan hexes dengan harga lebih murah.
Tricams
Adalah peralatan proteksi pemanjatan, walaupun berbeda bentuk tetapi fungsinya
sama dengan nuts. Pemakaiannya relatif sulit, tidak dianjurkan dipakai untuk
pemula.
Prosedur Pemanjatan
Tahapan-tahapan dalam suatu pemanjatan hendaknya dimulai dari
langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Mengamati lintasan dan memikirkan teknik yang akan dipakai.
2. Menyiapkan perlengkapan yang diperlukan.
3. a. Untuk leader, perlengkapan teknis diatur sedemikian rupa, agar mudah
untuk diambil / memilih dan tidak mengganggu gerakan. Tugas leader adalah
membuka
lintasan yang akan dilalui oleh dirinya sendiri dan pendaki berikutnya.
b. Untuk belayer, memasang
anchor dan merapikan alat-alat (tali yang akan
dipakai). Tugas belayer adalah membantu leader dalam pergerakan dan
mengamankan
leader bila jatug. Belayer harus selalu memperhatikan leader, baik aba-aba
ataupun
memperhatikan tali, jangan terlalu kencang dan jangan terlalu kendur.
4. Bila belayer dan leader sudah siap memulai pendakian, segera memberi
aba-aba
pendakian.
5. Bila leader
telah sampai pada ketinggian 1 pitch (tali habis), ia harus
memasang achor.
6. Leader yang
sudah memasang anchor di atas selanjutnya berfungsi sebagai
belayer, untuk mengamankan pendaki berikutnya.
VI. PENGETAHUAN
DASAR NAVIGASI DARAT
Navigasi darat adalah ilmu praktis. Kemampuan
bernavigasi dapat terasah jika sering berlatih. Pemahaman teori dan konsep
hanyalah faktor yang membantu, dan tidak menjamin jika mengetahui teorinya
secara lengkap, maka kemampuan navigasinya menjadi tinggi. Bahkan seorang jago
navigasi yang tidak pernah berlatih dalam jangka waktu lama, dapat mengurangi
kepekaannya dalam menerjemahkan tanda-tanda di peta ke medan sebenarnya, atau
menerjemahkan tanda-tanda medan ke dalam peta. Untuk itu, latihan sesering
mungkin akan membantu kita untuk dapat mengasah kepekaan, dan pada akhirnya
navigasi darat yang telah kita pelajari menjadi bermanfaat untuk kita.
Pada prinsipnya navigasi adalah cara menentukan
arah dan posisi, yaitu arah yang
akan dituju dan posisi keberadaan navigator berada dimedan sebenarnya yang
di proyeksikan pada peta.
Beberapa media dasar navigasi darat adalah :
Peta
Peta adalah penggambaran dua dimensi (pada bidang
datar) dari sebagian atau
keseluruhan permukaan bumi yang dilihat dari atas, kemudian diperbesar atau
diperkecil dengan
perbandingan tertentu. Dalam navigasi darat digunakan peta topografi. Peta ini
memetakan tempat-tempat dipermukaan bumi yang berketinggian sama dari permukaan
laut menjadi bentuk garis kontur.
Beberapa unsur yang bisa dilihat dalam peta :
• Judul peta; biasanya terdapat di atas, menunjukkan letak peta
• Nomor peta; selain sebagai nomor registrasi dari badan pembuat, kita bisa
menggunakannya sebagai petunjuk jika kelak kita akan mencari sebuah peta
• Koordinat peta; penjelasannya dapat dilihat dalam sub berikutnya
• Kontur; adalah merupakan garis khayal yang menghubungkan titik titik yang
berketinggian sama diatas
permukaan laut.
• Skala peta; adalah perbandingan antara jarak peta dan jarak horizontal
dilapangan. Ada dua macam skala yakni skala angka (ditunjukkan dalam angka,
misalkan 1:25.000, satu senti dipeta sama dengan 25.000 cm atau 250 meter
di
keadaan yang sebenarnya), dan skala garis (biasanya di peta skala garis
berada
dibawah skala angka).
• Legenda peta ; adalah simbol-simbol yang dipakai dalam peta tersebut,
dibuat
untuk memudahkan pembaca menganalisa peta.
Di Indonesia, peta yang lazim digunakan adalah peta keluaran Direktorat
Geologi
Bandung, lalu peta dari Jawatan Topologi, yang sering disebut sebagai peta
AMS
(American Map Service) dibuat oleh Amerika dan rata-rata dikeluarkan pada
tahun
1960.
Peta AMS biasanya berskala 1:50.000 dengan
interval kontur (jarak antar kontur) 25m. Selain itu ada peta keluaran Bakosurtanal (Badan
Koordinasi Survey dan Pemetaan
Nasional) yang lebih baru, dengan skala 1:50.000 atau 1:25.000 (dengan
interval
kontur 12,5 m). Peta keluaran
Bakosurtanal biasanya berwarna.
Koordinat
Peta Topografi selalu dibagi dalam kotak-kotak untuk membantu menentukan
posisi
dipeta dalam hitungan koordinat. Koordinat adalah kedudukan suatu titik
pada peta.
Secara teori, koordinat merupakan titik pertemuan antara absis dan ordinat.
Koordinat ditentukan dengan menggunakan sistem sumbu, yakni perpotongan
antara
garis-garis yang tegak lurus satu sama lain. Sistem koordinat yang resmi
dipakai
ada dua macam yaitu :
1. Koordinat Geografis (Geographical Coordinate) ; Sumbu yang digunakan
adalah
garis bujur (bujur barat dan bujur timur) yang tegak lurus dengan garis
khatulistiwa, dan garis lintang (lintang utara dan lintang selatan) yang
sejajar
dengan garis khatulistiwa. Koordinat geografis dinyatakan dalam satuan
derajat,
menit dan detik. Pada peta Bakosurtanal, biasanya menggunakan koordinat
geografis
sebagai koordinat utama. Pada peta ini, satu kotak (atau sering disebut
satu
karvak) lebarnya adalah 3.7 cm. Pada skala 1:25.000, satu karvak sama
dengan 30
detik (30"), dan pada peta skala 1:50.000, satu karvak sama dengan 1
menit (60").
2. Koordinat Grid (Grid Coordinate atau UTM) ; Dalam koordinat grid,
kedudukan
suatu titik dinyatakan dalam ukuran jarak setiap titik acuan. Untuk wilayah
Indonesia, titik acuan berada disebelah barat Jakarta (60 LU, 980 BT).
Garis
vertikal diberi nomor urut dari selatan ke utara, sedangkan horizontal dari
barat
ke timur. Sistem koordinat mengenal penomoran 4 angka, 6 angka dan 8 angka.
Pada
peta AMS, biasanya menggunakan koordinat grid. Satu karvak sebanding dengan
2 cm.
Karena itu untuk penentuan koordinat koordinat grid 4 angka, dapat langsung
ditentukan. Penentuan koordinat grid 6 angka, satu karvak dibagi terlebih
dahulu
menjadi 10 bagian (per 2 mm). Sedangkan penentuan koordinat grid 8 angka
dibagi
menjadi sepuluh bagian (per 1 mm).
Analisa Peta
Salah satu faktor yang sangat penting dalam navigasi darat adalah analisa
peta.
Dengan satu peta, kita diharapkan dapat memperoleh informasi
sebanyak-banyaknya
tentang keadaan medan sebenarnya, meskipun kita belum pernah mendatangi
daerah di
peta tersebut.
1. Unsur dasar peta ; Untuk dapat menggali informasi sebanyak-banyaknya,
pertama kali kita harus cek informasi dasar di peta tersebut, seperti judul
peta,
tahun peta itu dibuat, legenda peta dan sebagainya. Disamping itu juga bisa
dianalisa ketinggian suatu titik (berdasarkan pemahaman tentang kontur),
sehingga
bisa diperkirakan cuaca, dan vegetasinya.
2. Mengenal tanda medan ; Disamping tanda pengenal yang terdapat dalam
legenda
peta, kita dapat menganalisa peta topografi berdasarkan bentuk kontur.
Beberapa
ciri kontur yang perlu dipahami sebelum menganalisa tanda medan :
o Antara garis kontur satu dengan yang lainnya tidak pernah saling
berpotongan
o Garis yang berketinggian lebih rendah selalu mengelilingi garis yang
berketinggian lebih tinggi, kecuali diberi keterangan secara khusus,
misalnya
kawah
o Beda ketinggian antar kontur adalah tetap meskipun kerapatan berubah-ubah
o Daerah datar mempunyai kontur jarang-jarang sedangkan daerah terjal
mempunyai kontur rapat.
o Beberapa tanda medan yang dapat dikenal dalam peta topografi:
1. Puncak bukit atau gunung biasanya berbentuk lingkaran kecil, tertelak
ditengah-tengah lingkaran kontur lainnya.
2. Punggungan terlihat sebagai rangkaian kontur berbentuk U yang ujungnya
melengkung menjauhi puncak
3. Lembahan terlihat sebagai rangkaian kontur berbentuk V yang ujungnya
tajam
menjorok kepuncak. Kontur lembahan biasanya rapat.
4. Saddle, daerah rendah dan sempit diantara dua ketinggian
5. Pass,
merupakan celah memanjang yang membelah suatu ketinggian
6. Sungai,
terlihat dipeta sebagai garis yang memotong rangkaian kontur,
biasanya ada di
lembahan, dan namanya tertera mengikuti alur sungai. Dalam membaca
alur sungai ini
harap diperhatikan lembahan curam, kelokan-kelokan dan arah
aliran.
7. Bila peta daerah pantai, muara sungai merupakan tanda medan yang sangat
jelas, begitu pula pulau-pulau kecil, tanjung dan teluk
8. Pengertian akan tanda medan ini mutlak diperlukan, sebagai asumsi awal
dalam
menyusun perencanaan perjalanan
Kompas
Kompas adalah alat penunjuk arah, dan karena sifat
magnetnya, jarumnya akan selalu menunjuk arah utara-selatan (meskipun utara
yang dimaksud disini bukan utara yang sebenarnya, tapi utara magnetis). Secara fisik,
kompas terdiri dari :
• Badan, tempat komponen lainnya berada
• Jarum, selalu menunjuk arah utara selatan, dengan catatan tidak dekat
dengan
megnet lain/tidak dipengaruhi medan magnet, dan pergerakan jarum tidak terganggu/peta
dalam posisi horizontal.
• Skala penunjuk, merupakan pembagian derajat sistem mata angin. Jenis kompas yang biasa digunakan dalam
navigasi darat ada dua macam yakni kompas bidik (misal kompas prisma) dan
kompas orienteering (misal kompas silva, suunto dll). Untuk membidik suatu
titik, kompas bidik jika digunakan secara benar lebih akurat dari kompas silva.
Namun untuk pergerakan dan kemudahan ploting peta, kompas orienteering lebih
handal dan efisien. Dalam memilih kompas, harus berdasarkan penggunaannya.
Namun secara umum, kompas yang baik adalah kompas yang jarumnya dapat
menunjukkan arah utara secara konsisten dan tidak bergoyang-goyang dalam waktu
lama. Bahan dari badan kompas pun perlu diperhatikan harus dari bahan yang
kuat/tahan banting mengingat kompas merupakan salah satu unsur vital dalam
navigasi darat
Cttn: saat ini sudah banyak digunakan GPS [global positioning system]
dengan tehnologi satelite untuk mengantikan beberapa fungsi kompas.
Orientasi Peta
Orientasi peta adalah menyamakan kedudukan peta
dengan medan sebenarnya (atau dengan kata lain menyamakan utara peta dengan
utara sebenarnya). Sebelum anda mulai orientasi peta, usahakan untuk mengenal
dulu tanda-tanda medan sekitar yang menyolok dan posisinya di peta. Hal ini
dapat dilakukan dengan pencocokan nama
puncakan, nama sungai, desa dll. Jadi minimal anda tahu secara kasar posisi
anda
dimana. Orientasi peta ini hanya berfungsi untuk meyakinkan anda bahwa
perkiraan
posisi anda dipeta adalah benar.
Langkah-langkah orientasi peta:
1. Usahakan untuk mencari tempat yang berpemandangan terbuka agar dapat
melihat
tanda-tanda medan yang menyolok.
2. Siapkan kompas dan peta anda, letakkan pada bidang datar
3. Utarakan peta, dengan berpatokan pada kompas, sehingga arah peta sesuai
dengan arah medan sebenarnya
4. Cari tanda-tanda medan yang paling menonjol disekitar anda, dan temukan
tanda-tanda medan tersebut di peta. Lakukan hal ini untuk beberapa tanda
medan
5. Ingat tanda-tanda itu, bentuknya dan tempatnya di medan yang sebenarnya.
Ingat hal-hal khas dari tanda medan.
Jika anda sudah lakukan itu semua, maka anda sudah mempunyai perkiraan
secara
kasar, dimana posisi anda di peta. Untuk memastikan posisi anda secara
akurat,
dipakailah metode resection.
Resection
Prinsip resection adalah menentukan posisi kita
dipeta dengan menggunakan dua atau lebih tanda medan yang dikenali. Teknik ini paling tidak membutuhkan dua tanda
medan yang terlihat jelas dalam peta dan dapat dibidik pada medan
sebenarnya
(untuk latihan resection biasanya dilakukan dimedan terbuka seperti kebun teh
misalnya, agar tanda medan yang ekstrim terlihat dengan jelas).
Tidak setiap tanda medan harus dibidik, minimal dua, tapi posisinya sudah
pasti.
Langkah-langkah melakukan resection:
1. Lakukan orientasi peta
2. Cari tanda medan yang mudah dikenali di lapangan dan di peta, minimal 2
buah
3. Dengan busur dan penggaris, buat salib sumbu pada tanda-tanda medan
tersebut
(untuk alat tulis paling ideal menggunakan pensil mekanik-B2).
4. Bidik tanda-tanda medan tersebut dari posisi kita dengan menggunakan
kompas
bidik. Kompas orienteering dapat digunakan, namun kurang akurat.
5. Pindahkan sudut back azimuth bidikan yang didapat ke peta dan hitung
sudut
pelurusnya. Lakukan ini pada setiap tanda medan yang dijadikan sebagai
titik
acuan.
6. Perpotongan garis yang ditarik dari sudut-sudut pelurus tersebut adalah
posisi kita dipeta.
Intersection
Prinsip intersection adalah menentukan posisi
suatu titik (benda) di peta dengan menggunakan dua atau lebih tanda medan yang
dikenali di lapangan. Intersection digunakan untuk mengetahui atau memastikan
posisi suatu benda yang terlihat dilapangan tetapi sukar untuk dicapai atau
tidak diketahui posisinya di peta. Syaratnya, sebelum intersection kita sudah
harus yakin terlebih dahulu posisi kita dipeta. Biasanya
sebelum intersection, kita sudah melakukan resection terlebih dahulu.
Langkah-langkah melakukan intersection adalah:
1. Lakukan orientasi peta
2. Lakukan resection untuk memastikan posisi kita di peta.
3. Bidik obyek yang kita amati
4. Pindahkan sudut yang didapat ke dalam peta
5. Bergerak ke posisi lain dan pastikan posisi tersebut di peta. Lakukan
langkah 1-3
6. Perpotongan garis perpanjangan dari dua sudut yang didapat adalah posisi
obyek yang
dimaksud.
Azimuth - Back Azimuth
Azimuth adalah sudut antara satu titik dengan arah utara dari
seorang pengamat.
Azimuth disebut
juga sudut kompas. Jika anda membidik sebuah tanda medan , dan memperolah sudutnya, maka sudut
itu juga bisa dinamakan sebagai azimuth. Kebalikannya adalah back azimuth.
Dalam resection back azimuth diperoleh dengan
cara:
• Jika azimuth
yang kita peroleh lebih dari 180º maka back azimuth adalah
azimuth
dikurangi 180º. Misal anda membidik tanda medan ,
diperoleh azimuth 200º.
Back azimuthnya
adalah 200º - 180º = 20º
• Jika azimuth
yang kita peroleh kurang dari 180º, maka back azimuthnya adalah
180º ditambah
azimuth. Misalkan, dari bidikan terhadap sebuah puncak, diperoleh
azimuth 160º,
maka back azimuthnya adalah 180º+160º = 340º
Dengan mengetahui azimuth dan back azimuth ini, memudahkan kita
untuk dapat
melakukan
ploting peta (penarikan garis lurus di peta berdasarkan sudut bidikan).
Selain itu sudut kompas dan back azimuth ini dipakai dalam metode
pergerakan sudut kompas
(lurus/ man to man-biasa digunakan untuk “Kompas Bintang”). Prinsipnya
membuat lintasan berada pada satu garis lurus dengan cara membidikaan
kompas ke
depan dan ke belakang pada jarak tertentu.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Titik awal dan titik akhir perjalanan di plot di peta, tarik garis lurus
dan
hitung sudut yang menjadi arah perjalanan (sudut kompas). Hitung pula sudut dari
titik akhir ke titik awal. Sudut ini dinamakan back
azimuth.
2. Perhatikan tanda medan yang menyolok pada titik awal perjalanan.
Perhatikan
tanda medan lain pada lintasan yang dilalui.
3. Bidikkan kompas seusai dengan arah perjalanan kita, dan tentukan tanda
medan
lain di ujung lintasan/titik bidik. Sudut bidikan ini dinamakan azimuth.
4. Pergi ke tanda medan di ujung lintasan, dan bidik kembali ke titik
pertama
tadi, untuk mengecek apakah arah perjalanan sudah sesuai dengan sudut
kompas (back
azimuth).
5. Sering terjadi tidak ada benda/tanda medan tertentu yang dapat dijadikan
sebagai sasaran. Untuk itu dapat dibantu oleh seorang rekan sebagai tanda.
Sistem
pergerakan semacam ini sering disebut sebagai sistem man to man.
Merencanakan Jalur Lintasan
Dalam navigasi darat tingkat lanjut, kita
diharapkan dapat menyusun perencanaan
jalur lintasan dalam sebuah medan perjalanan. Sebagai contoh anda misalnya
ingin pergi ke suatu gunung, tapi dengan menggunakan jalur sendiri. Penyusunan
jalur ini dibutuhkan kepekaan yang tinggi, dalam menafsirkan sebuah peta
topografi, mengumpulkan data dan informasi dan mengolahnya sehingga anda dapat
menyusun sebuah perencanaan perjalanan yang matang.
Dalam proses perjalanan secara keseluruhan, mulai
dari transportasi sampai pembiayaan, disini kita akan membahas khusus tentang
perencanaan pembuatan medan lintasan. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan
bahan pertimbangan sebelum anda memplot jalur lintasan. Pertama, anda harus
membekali dulu kemampuan untuk membaca peta, kemampuan untuk menafsirkan
tanda-tanda medan yang tertera di peta, dan kemampuan dasar navigasi darat lain
seperti resection, intersection, azimuth back azimuth, pengetahuan tentang peta
kompas, dan sebagainya, minimal sebagaimana yang tercantum dalam bagian sebelum
ini.
Kedua, selain informasi yang tertera dipeta, akan
lebih membantu dalam perencanaan jika anda punya informasi tambahan lain
tentang medan lintasan yang akan anda plot. Misalnya keterangan rekan yang
pernah melewati medan tersebut, kondisi
medan, vegetasi dan airnya. Semakin banyak informasi awal yang anda dapat,
semakin
matang rencana anda. Tentang jalurnya sendiri,
ada beberapa macam jalur lintasan yang akan kita buat. Pertama adalah tipe
garis lurus, yakni jalur lintasan berupa garis yang ditarik lurus antara titik
awal dan titik akhir. Kedua, tipe garis lurus dengan titik belok, yakni jalur
lintasan masih berupa garis lurus, tapi lebih fleksibel karena pada titik-titik tertentu kita berbelok
dengan menyesuaian kondisi medan. Yang ketiga dengan guide/patokan tanda medan tertentu, misalnya guide
punggungan/guide lembahan/guide sungai. Jalur ini lebih fleksibel karena tidak
lurus benar, tapi menyesuaikan kondisi medan, dengan tetap berpatokan tanda
medan tertentu sebagai petokan pergerakannya.
Untuk membuat jalur lintasan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
1. Usahakan titik awal dan titik akhir adalah tanda medan yang ekstrim, dan
memungkinkan untuk resection dari titik-titik tersebut.
2. Titik awal harus mudah dicapai/gampang aksesnya
3. Disepanjang jalur lintasan harus ada tanda medan yang memadai untuk
dijadikan sebagai patokan, sehingga dalam perjalanan nanti anda dapat
menentukan
posisi anda di peta sesering mungkin.
4. Dalam menentukan jalur lintasan, perhatikan kebutuhan air, kecepatan
pergerakan vegetasi yang berada dijalur lintasan, serta kondisi medan
lintasan.
Anda harus bisa memperkirakan hari ke berapa akan menemukan air, hari ke
berapa
medannya berupa tanjakan terjal dan sebagainya.
5. Mengingat banyaknya faktor yang perlu diperhatikan, usahakan untuk
selalu
berdiskusi dengan regu atau dengan orang yang sudah pernah melewati jalur
tersebut
sehingga resiko bisa diminimalkan.
Penampang Lintasan
Penampang lintasan adalah penggambaran secara
proporsional bentuk jalur lintasanjika dilihat dari samping, dengan menggunakan garis kontur sebagai acuan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa peta topografi yang dua dimensi, dan sudut pendangnya
dari atas, agak sulit bagi kita untuk membayangkan bagaimana bentuk medan
lintasan yang sebenarnya, terutama menyangkut ketinggian. Dalam kontur yang kerapatannya
sedemikian rupa, bagaimana kira-kira bentuk di medan sebenarnya. Untuk
memudahkan kita menggambarkan bentuk medan dari peta topografi yang ada, maka
dibuatlah penampang lintasan.
Beberapa manfaat penampang lintasan :
1. Sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun perencanaan perjalanan
2. Memudahkan kita untuk menggambarkan kondisi keterjalan dan kecuraman
medan
3. Dapat mengetahui titik-titik ketinggian dan jarak dari tanda medan
tertentu
4. Untuk menyusun penampang lintasan biasanya menggunakan kertas milimeter
block, guna menambah akurasi penerjemahan dari peta topografi ke penampang.
Langkah-langkah membuat penampang lintasan:
1. Siapkan peta yang sudah diplot, kertas milimeter blok, pensil
mekanik/pensil
biasa yang runcing, penggaris dan penghapus
2. Buatlah sumbu x, dan y. sumbu x mewakili jarak, dengan satuan rata-rata
jarak dari lintasan yang anda buat. Misal meter atau kilometer. Sumbu y
mewakili
ketinggian, dengan satuan mdpl (meter diatas permukaan laut). Angkanya bisa
dimulai dari titik terendah atau dibawahnya dan diakhiri titik tertinggi
atau
diatasnya.
3. Tempatkan titik awal di sumbu x=0 dan sumbu y sesuai dengan ketinggian
titik
tersebut. Lalu peda perubahan kontur berikutnya, buatlah satu titik lagi,
dengan
jarak dan ketinggian sesuai dengan perubahan kontur pada jalur yang sudah
anda
buat. Demikian seterusnya
hingga titik akhir.
4. Perubahan satu kontur diwakili oleh satu titik. Titik-titik tersebut
dihubungkan sat sama lainnya hingga membentuk penampang berupa garis
menanjak,
turun dan mendatar.
5. Tembahkan keterangan pada tanda-tanda medan tertentu, misalkan nama-nama
sungai, puncakan dan titik-titik aktivitas anda (biasanya berupa titik
bivak dan
titik istirahat), ataupun tanda medan lainnya. Tambahan informasi tentang
vegetasi
pada setiap lintasan, dan skala penampang akan lebih membantu pembaca dalam
menggunakan penampang yang telah dibuat.
VII. (Susur
Gua) CAVING
1. Sejarah Penelusuran Gua
• Masa Primitif, gua dihuni oleh manusia Cro Magnon dan berlindung, kuburanvdan
untuk pemujaan roh leluhur
• 1674, John
Beaumont seorang ahli bedah dan ahli geologi amatir dari Samerset
Inggris melakukan pencatatan laporan ilmiah penelusuran gua sumuran
(potholing)
yang pertama
kali dan diakui oleh British Royal Society
• 1670 - 1680, Baron Johann Valsavor dari slovenia adalah orang pertama
yang
melakukan
deskripsi terhadap 70 gua dalam bentuk laporan ilmiah lengkap dengan
komentar, sketsa dan peta sebanyak 4 jilid dengan total mencapai 2.800
halaman.
Atas jasanya
British Royal Society memberikan penghargaan ilmiah kepadanya
• 1818, Kaisar
Habsburg Francis I adalah orang yang pertama kali melakukan
kegiatan wisata
di dalam gua yaitu saat mengunjungi Gua Adelsberg (Sekarang Gua
Postonja di eks Yugoslavia ).
Kemudian Josip Jersinovic yaitu seorang pejabat di
daerah tersebut tercatat sebagai pengelola gua profesional yang pertama
• 1838, Pengacara Franklin Gorin adalah tuan tanah yang memiliki areal
dimana
gua terbesar dan terpanjang di dunia yaitu Mammoth Cave di Kentucky AS.
Olehnya
gua tersebut dikomersialkan dan dipekerjakannya seorang mulatto bernama
Stephen
Bishop berumur 17 tahun sebagai budak penjaga gua tersebut. karena tugasnya
tersebut Stephen
Bishop dianggap sebagai Pemandu Wisata Gua Profesional (Cave
Guide) pertama. Mammoth Cave sendiri terdiri dari ratusan lorong
(Stephen Bishop
menemukan sekitar 222 lorong) dengan panjang 300 mil hingga kini belum
selesai
ditelusuri dan
diteliti. Tahun 1983 oleh usaha International Union of Speleology,
• 1866-1888,
pada masa ini diakui sebagai saat lahirnya Ilmu Speleologi yang
dipelopori oleh
Edouard Alfred Martel (1859-1938)berkat usaha kerasnya selama 5
yang diakui
sebagai Bapak Speleologi Dunia. Semua ini tahun dalam suatu Kampanye
Penelusuran Gua
yang berisi metoda yang menggabungkan bidang Ilmu Riset Dasar
dalam eksplorasi
gua sehingga dapat dilakukan suatu penelitian yang Multi
disipliner dan
Interdisipliner. Metoda
tersebut diakui oleh para ahli sebagi cara
yang paling tepat, konstruktif dan efisien dalam meneliti lingkungan gua. Bahkan
tata cara tersebut dianggap sebagai pokok penerapan disiplin, tata tertib,
etika
dan moral kegiatan Speleologi Modern pada masa sekarang.
2. Speleologi Modern dan
Perkembangannya di Indonesia
Speleologi berasal dari kata Spelaion (Gua) dan
Logos (Ilmu) dalam bahasa Yunani. Arti umumnya adalah Ilmu Mengenal Gua namun
secara khusus diartikan sebagai Ilmu Riset Dasar yang mempelajari lingkungan
gua dan aspek ilmiah yang ada di dalamnya. Bidang ini menyangkut banyak cabang
ilmiah dari bidang sains yang lain seperti Biologi (mikrobiologi), Geologi, Kimia, Meteorologi,
Anthropologi, Arkeologi,
Minerologi, Sedimentologi juga bidang ilmu yang bersifat sosial seperti
Ilmu Ekonomi, Geografi,
Sosiologi, Sejarah, Turisme bahkan Mistik dan Legenda. Di Indonesia baru ada pada pertengahan dekade 70-an. Diperkenalkan oleh dr.
Robby Ko King Tjoen DV. melalui media massa. Tahun 1979 bersama Norman Edwin (Alm.) mendirikan
SPECAVINA club Caving pertama di Indonesia. Setelah bubar pada awal dekade 80-an maka pada Tanggal 23 Mei 1983 dr. Robby mendirikan HIKESPI
(Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia) yang mendapat pengakuan Internasional
dengan terdaftar di UIS (Union
Internationale de Speleologie - anggota Kelompok F UNESCO) dengan nama FINSPAC
(Federation of Indonesian Speleological Activities). Dan dari Pemerintah RI
(terdaftar di LIPI sebagai organisasi afiliasi profesi ilmiah) sebagai
satu-satunya organisasi yang mewadahi semua kegiatan speleologi di Indonesia
secara resmi.
Kegiatan di alam bebas semakin berkembang. Mendaki
gunung sudah sangat dikenal, meniti tebing terjal, bahkan menginjak puncak
gunung es atau salju kini bukan lagi merupakan suatu impian. Ada satu kegiatan
lain di alam bebas yang mulai berkembang, yaitu Telusur Gua.
Jika bentuk kegiatan di alam bebas kebanyakan
dilakukan di alam terbuka, tidak demikian halnya dengan telusur gua ; kegiatan
ini justru dilakukan di dalam tanah.Aktivitas Caving diterjemahkan sebagai
‘aktivitas penelusuran gua’. Setiap aktivitas penelusuran gua, tidak lepas dari
keadaan gelap total. Justru keadaan seperti ini yang menjadi daya tarik bagi
seorang caver, sebutan untuk seorang penelusur gua. Petualangan di lorong gelap
bawah tanah menghasilkan pengalaman tersendiri. Perasaan ingin tahu yang besar
bercampur dengan perasaan cemas karenagelap total. Ada apa dalam kegelapan itu ? membahayakankah ?
adakah kehidupan disana ? Pertanyaan
lebih jauh bagaimana lorong-lorong itu terbentuk ? Pertanyaanyang kemudian
timbul, kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang gua danaspeknya, termasuk misteri yang
dikandungnya. Maka dikenal istilah “speleologi”.
Ruang lingkup ilmu pengetahuan ini tidak hanya
keadaan fisik alamaiahnya saja,
tetapi juga potensinya; meliputi segi terbentuknya gua, bahan tambang, tata
lingkungan, geologi gua, dan segi-segi alamiah lainnya. Kalau sebagian orang
merasa enggan untuk mendekati “lubang gelap mengangga”, maka para penelusur gua
justru masuk kedalamnya, sampai berkilo-kilometer jauhnya. Lubang sekecil
apapun tak luput dari perhatiannya, jika perlu akan ditelusuri sampai tempat
yang paling dalam sekalipun. Mc. Clurg mencatat, setiap penelusuran gua tidak
menginginkan lorong yang ditelusurinya berakhir, mereka mengharapkan di setiap
kelokan di dalam gua dijumpai lorong-lorong yang panjangnya tidak pernah
disaksikan oleh siapapun sebelumnya. Sehingga apabila orang bertanya, “ Mengapa
mereka memasuki gua ?”, barangkali catatan Norman Edwin adalah jawabannya, “
Adalah suatu kepuasan bagi seorang penelusur gua bila lampu yang dibawanya
merupakan sinar pertama yang mengungkapkan sebuah pemandangan yang menakjubkan
di bawah tanah”.
3. Macam dan Fungsi Gua
Pengertian gua adalah "suatu lorong bentukan
alamiah di bawah tanah yang bisa
dilalui oleh manusia, yang hanya bisa dilalui hewan saja disebut gua
mikro". Dalam hal ini yang dimaksud adalah gua alam, namun ada juga gua
buatan manusia seperti tempat
perlindungan perang dan lain-lain. Gua alam dibagi dalam beberapa jenis
berdasarkan letak dan batuan pembentuknya, yaitu :
•
Gua lava : terbentuk
akibat pergeseran permukaan tanah akibat gejala
keaktifan vulkanologi, biasanya sangat rapuh karena terbentuk dari batuan
muda
(endapan lahar) dan tidak memiliki ornamen batuan yang khas
• Gua litoral : sesuai namanya terdapat di daerah
pantai, palung laut ataupun
di tebing muara sungai, terbentuk akibat terpaan air laut (abrasi)
• Gua batu gamping (karst) : adalah fenomena bentukan gua terbesar
(70% dari
seluruh gua di dunia). Terbentuk akibat terjadinya peristiwa karst
(pelarutan
batuan kapur akibat aktifitas air) sehingga tercipta lorong-lorong dan
bentukan
batuan yang sangat menarik akibat proses kristalisasi dan pelarutan
gamping.
Diperkirakan wilayah sebaran karst Indonesia adalah yang terbesar di dunia
• Gua pasir, gua batu halit, gua es dsb. : adalah
bentukan gua yang sangat
jarang dijumpai di dunia, hanya meliputi 5% dari seluruh jumlah gua di
dunia.
Fungsi gua :
• Tempat berlindung (primitif) manusia dan hewan
• Tempat penambangan mineral (kalsit/gamping, guano) - tempat perburuan
(walet, sriti, kelelawar)
• Obyek wisata alam bebas dan minat khusus
• Obyek sosial
budaya (legenda, mistik) - gudang air tanah potensial sepanjang
tahun
• Laboratorium
ilmiah yang peka, lengkap dan langka
• Indikator
perubahan lingkungan paling sensitif
• Fasilitas
penyangga mikro ekosistem yang sangat peka dan vital bagi
kehidupan makro ekosistem di luar gua.
4. Apakah Speleologi Itu ?
Pengertian Kata Speleologi adalah Ilmu mengenai
gua atau ilmu yang mempelajaritentang lingkungan gua dan membahas berbagai
aspek fisik dan biologisnya. Sedang caving
adalah kegiatan penelusuran gua. Secara umum menurut ketentuan internasional,
setiap kegiatan penelusuran gua harus mempunyai tujuan ilmiah dan konservasi
(berlaku untuk gua alam bebas). Sedangkan bila untuk tujuan wisata maka hanya
diperkenankan pada gua-gua khusus yang telah dibuka sebagai obyek wisata dan telah
dikelola secara profesional, lintas sektoral dan terpadu.
5. Terjadinya Gua Dan
Jenisnya
Dua unsur penting yang memegang peran terjadinya
gua, yaitu rekahan dan cairan. Rekahan atau lebih tepat disebut sebagai “zona
lemah”, merupakan sasaran bagi suatu cairan yang mempunyai potensi bergerak
keluar. Cairan ini dapat berupa larutan magma atau air. Larutan magma menerobos
ke luar karena kegiatan magmatis dan mengikis sebagian daerah yang dilaluinya.
Apabila kegiatan ini berhenti, maka bekas jejaknya (penyusutan magma cair) akan
meninggalkan bentuk gua, lorong, celah atau bentuk lain semacamnya. Ini sering disebut gua lava, biasanya di
daerah gunung berapi. Proses yang terjadi terhadap batuan yang dilaluinya, tidak hanya proses
mekanis, tetapi juga proses kimiawi. Karenanya, dinding celah atau gua,
biasanya mempunyaipermukaan yang halus dan licin. Pembentukan gua lebih sering
terjadi pada jenis batuan gamping, karst, dengan komposisi dominan Kalsium
Karbonat (CaCO3), disebut gua batu gamping. Batuan ini sangat mudah
larut dalam air, bisa air hujan atau air tanah. Oleh karenanya, reaksi kimiawi
dan pelarutan dapat terjadi di permukaan dan di bawah permukaan.
Tetapi sering kali ditemukan juga mineral-mineral
hasil reaksi yang tidak larut di
dalam air, misalnya kuarsa dan mineral ‘lempung’. Lazimnya bahan-bahan ini
akan membentuk endapan tersendiri. Sedangkan larutan jenuh kalsium, di tempat
yang tidak terpengaruh oleh tenaga mekanis, diendapkan dalam bentuk kristalin,
antara lain berupa stalagtit
dan stalagmit, yang tersusun dari mineral kalsit, dan variasi-variasai ornamen gua lainnya yang menarik untuk dilihat.
Air cenderung bergerak ke tampat yang lebih
rendah. Sama dengan yang terjadi di
bawah permukaan. Sama dengan yang terjadi di bawah permukaan. Hal ini
berakibat daya reaksi dan pengikisan bersifat kumulatif. Tidak heran betapapun
kecilnya sebuah celah tempat masuknya air di permukaan dapat menyebabkan hasil
pengikisan berupa rongga yang besar, bahkan lebih besar di tempat yang lebih
dalam. Rongga yang terbentuk mestinya berhubungan pula, hal ini mungkin karena
sifat air yang mudah menyusup ke dalam celah yang kecil dan sempit sekalipun.
Ukuran besarnya gua tidak hanya tergantung pada
intensitas proses kimiawi dan pengikisan yang berlangsung, akan tetapi juga
ditentukan oleh jangka waktu proses itu berlangsung. Sedangkan pola rongga yang
terjadi di bawah permukaan tidak menentu. Seandainya ditemukan pola rongga yang
spesifik (mengikuti arah tertentu) maka dapat diperkirakan faktor geologi ikut
berperan, misalnya adanya sistim patahan atau aspek geologis lainnya.
Selain jenis lava dan batu gamping yang dapat
menyebabkan terjadinya gua, jenis
batu pasir juga kadang-kadang memungkinkan terjadinya gua, demikian pula
batuan yang membentuk lereng curam di tepi pantai. Kedua jenis batuan yang
terakhir ini, biasanya mengakibatkan terjadinya gua yang tidak begitu dalam. Tenaga yang mempengaruhinya adalah tenaga mekanis berupa hantaman air atau
hempasan ombak. Gua
yang terjadi di sini disebut gua laut. Di dalam proses pembentukan lorong
ada banyak sekali kemungkinan bentuk, termasuk juga pembentukan apa yang
kemudian kita sebut sebagai ornamen gua atau speleothem, beberapa ornamen yang
memiliki sifat sama diberi nama; diantaranya;
1. Aragonite : Crystalline / cristal yang terbentuk dari CaCO3, jarang
dijumpai.
2. Flow Stone :
Kalsit (Calsite) yang terdeposisi (diendapkan) pada dinding lorong
gua.
3. Gours :
Kumpulan kalsit yang terbentuk di dalam aliran air atau kemiringan
tanah. Aliran
ini mengandung banyak CO2. Semakin CO2 memuai (menguap), kalsit yang
terbentuk
semakin banyak.
4. Helectite : Formasi gua yang timbul dengan sudut yang berlawanan dari
gaya
tarik bumi. Biasanya melingkar.
5. Marble : Batu gamping yang mengalami perubahan bentuk dimetamorfasekan
oleh
panas dan tekanan sehingga merubah struktur yang unik dari batu tersebut.
6. Stalactite : Formasi kalsit yang menggantung
7. Stalacmite : Formasi kalsit yang tumbuh ke atas, di bawah atap
stalactite.
8. Straw :
seperti stalactite tapi diameternya kecil, sebesar tetasan air.
9. Styalalite :
Garis gelombang yang terdapat pada potongan batu gamping.
10. Pearls :
Kumpulan batu kalsit yang berkembang di dalam kolam di bawah tetesan
air. Disebut
pearls karena bentuknya mirip mutiara.
11. Curtain :
Endapan yang berbentuk seperti lembaran yang terlipat, menggantung
di langit-langit
gua atau di dinding gua.
12. Column
13. Couli Flower
14. Rimstone
Pool : Berbentuk seperti bendungan yang berbentuk ketika terjadi
pengendapan air,
CO2-nya menghilang dan menyisakan kalsit yang bersusun-susun.
gambar 4.
curtain, rimestone pool, pearl cave
5. Etika Penelusuran Gua
• Moto Speleologi :
o Jangan MENGAMBIL sesuatu, kecuali mengambil GAMBAR
o Jangan MENINGGALKAN sesuatu, kecuali meninggalkan JEJAK
o Jangan MEMBUNUH sesuatu, kecuali membunuh WAKTU
o Bertindak WAJAR
o Tidak sok pamer atau menutup-nutupi kepandaian (merasa minder atau malu)
o Jika tidak sanggup maka tidak memaksakan kehendaknya
o Tunjukkan RESPEK Kepada Sesama Penelusur Gua
o Tidak menggunakan peralatan atau bahan-bahan yang disediakan oleh
rombongan
lain tanpa persetujuan
• Membahayakan penelusur gua yang lain, misalnya :
o Mengambil atau memutuskan tali yang terpasang
o Memindahkan peralatan ketempat lain
o Menimpuk batu jika ada penelusur lain didalam gua
o Menghasut penduduk disekitar gua agar menghalang-halangi atau melarang rombongan
lain masuk gua karena tidak satu orang/kelompok pun boleh merasa memiliki
kekuasaan/hak terhadap sebuah gua bahkan bila dia itu seorang ahli yangmenemukan
gua tersebut pertama kali kecuali pemilik tanah di mana gua itu berada
o Jangan melakukan penelitian yang sama jika ada rombongan penelusur lain
yang sedang mengerjakannya
DAN BELUM DIPUBLIKASIKAN (kecuali mendapatkan ijin)
o Jangan gegabah sebagai penemu sesuatu sebelum mendapat konfirmasi dari kelompok2
resmi yang lain
o Jangan melaporkan hal-hal yang tidak benar demi sensasi atau ambisi
pribadi
o Setiap usaha penelusuran gua adalah USAHA BERSAMA dan hasil publikasi
tidak
boleh menonjolkan DIRI SENDIRI tanpa mengingat jasa SESAMA PENELUSUR
o Jangan menjelek-jelekkan penelusur lain dalam publikasi walau penelusur
itu mungkin melakukan hal-hal
yang bersifat negatif. Setiap publikasi negatif tentang sesama penelusur maka
akan memberikan gambaran negatif terhadap semua penelusur gua.
6. Kewajiban
• Konservasi lingkungan gua harus menjadi TUJUAN UTAMA kegiatan Speleologi
dan
dilaksanakan sebaik-baiknya oleh SETIAP PENELUSUR
• Membersihkan gua serta lingkungannya, menjadi kewajiban pertama para
penelusur
• Apabila sesama penelusur gua membutuhkan pertolongan darurat para
penelusur
gua wajib memberikan pertolongan itu
• Setiap penelusur gua wajib menaruh respek terhadap penduduk sekitar gua.
Minta ijin seperlunya, bila mungkin secara tertulis kepada yang berwenang,
tidak
membuat onar atau melakukan tindakan-tindakan yang melanggar ketenteraman
dan
menyinggung perasaaan panduduk. Jangan merusak pagar, tanaman penduduk atau
menganggu hewan milik penduduk. Sedapat mungkin menghormati dan mematuhi
larangan2
yang diberikan pemuka masyarakat setempat berkaitan dengan gua yang akan
ditelusuri demi menjaga martabat kepercayaan setempat
• Bila meminta ijin dari instansi resmi yang berwenang, maka harus
dirasakan
sebagai kewajiban untuk membuat laporan dan menyerahkan hasilnya pada
instansi
tersebut.
Apabila meminta nasihat pada penelusur atau seorang lainnya, maka wajib
pula menyerahkan
laporan kepada kelompok penelusur atau penasehat perseorangan itu
• Bagian-bagian
yang berbahaya dalam suatu gua wajib diberitahukan kepada
kelompok
penelusur lain, apabila anda mengetahui adanya tempat-tempat yang
berbahaya
• Sesuai dengan
pandangan NSS dari USA ,
dilarang memamerkan benda-benda mati
atau hidup
didalam gua untuk lingkungan NON penelusur gua dan NON Speleologi. Hal
ini untuk
menghindari dorongan kuat yang hampir pasti timbul, untuk ikut mengambil
benda-benda itu guna koleksi pribadi atau untuk melakukan penelusuran gua
tanpa
pengetahuan teknis dan ilmiah yang cukup. Bila perlu hanya di pamerkan
dalam
bentuk foto2 tanpa menyebutkan lokasi
• NSS juga tidak menganjurkan usaha mempublikasikan penemuan2 di dalam gua
atau lokasi dari gua sebelum diyakini betul adanya pelestarian oleh yang
berwenang, yang memadai. Perusakan lingkungan gua oleh orang awam menjadi
tanggung
jawab si penulis berita, apabila mereka mengunjungi gua2 itu sebagai akibat
publikasi dalam media massa
• Setiap terjadi musibah diwajibkan untuk di laporkan kepada sesama
penelusur
melalui media Speologi yang ada, hal ini perlu supaya jenis musibah yang
sama
dapat dihindari
• Menjadi kewajiban mutlak bagi penelusur gua untuk memberitahukan kepada
rekan-rekan terdekat lokasi mana akan pergi dan kapan ia akan diharapkan
pulang.
Di tempat lokasi gua, para penelusur wajib memberitahukan penduduk nama dan
alamat
para penelusur dan kapan diharapkan selesai menelusuri gua. Wajib
memberitahukan
penduduk siapa yang harus dihubungi, apabila penelusur belum keluar dari
gua
sesuai dengan waktu yang direncanakan
• Para penelusur wajib memperhatikan keadaan cuaca. Wajib meneliti apakah ada
bahaya banjir didalam gua waktu turun hujan lebat dan meneliti lokasi2 mana
di
dalam gua yang dapat dipergunakan untuk tempat menghindar dari banjir
• Dalam setiap musibah setiap penelusur wajib bertindak dengan tenang tanpa
panik dan wajib patuh pada instruksi pemimpin penelusuran
• Setiap penelusur dianjurkan untuk melengkapi dirinya dengan peralatan
dasar,
untuk kegiatan yang lebih sulit digunakan peralatan yang memenuhi syarat
dan ia
wajib mempunyai pengetahuan tentang penggunaan peralatan itu
• Setiap penelusur wajib melatih diri dalam berbagai keterampilan gerak
penelusuran gua dan keterampilan menggunakan peralatan sekalipun dalam
waktu2 non
aktif
• Setiap penelusur gua wajib membaca berbagai publikasi mengenai gua dan
lingkungannya agar pengetahuan tentang Speleologi tetap berkembang, bagi
yang
mampu melakukan penyelidikan atau opservasi ilmiah diwajibkan melakukan
publikasi
agar sesama penelusur dapat menarik manfaat dari makalah2 itu.
TEKNIK DALAM PENELUSURAN GUA
Penelusuran Gua Horisontal
• Pada dasarnya setiap penelusur gua, harus memulai perjalanannya dalam
kondisi tubuh fit . Malah dalam sebuah buku teks disebutkan, apabila badan
terasa
kurang fit, sebaiknya perjalanan eksplorasi gua dibatalkan (etika
penelusuran
gua). Hal ini disebabkan karena udara di dalam gua sangat buruk, penuh
deposit
kotoran burung dan kelelawar, ditambah kelembaban yang sangat tinggi. Mudah
sekali
dalam kondisi demikian seorang penelusur gua terserang penyakit paru-paru,
beberapa pioneer penelusur gua menghentikan kegiatan eksplorasinya karena
terserang penyakit ini.
• Selain memerlukan kondisi tubuh yang baik, seorang penelusur gua sedikit
banyak harus harus memiliki kelenturan tubuh dan yang terpenting tidak
cepat
menjadi panik dalam keadaan gelap dan sempit. Bentuk tubuh juga
mempengaruhi
kecepatan gerak seorang penelusur gua. Penelusur Gua ideal adalah yang
memiliki
badan relatif kecil meskipun belum tentu menjadi jaminan akan menjadi
penelusur
handal.
• Dalam
penelusuran horisontal, kita lakukan gerak, jalan membungkuk,
merangkak, merayap, tengkurap, dan kadang terlentang, menyelam serta
berenang.
Dengkul dan
ujung siku merupakan sisi penting buat seorang penelusur atau caver.
• Peralatan pribadi untuk gua horisontal
1. Helm
2. Caving sling
3. Cover all
4. Caving pack
sack
• Peralatan tim
untuk gua horisontal
1. Perahu karet
2. Tali
3. Kamera
4. Kompas
5. Topofil
Penelusuran Gua Vertikal
• Sampai dengan saat ini, ada beberapa sistem yang digunakan dalam
penelusuran
gua vertikal. Yang dianggap terbaik karena efektifitasnya adalah Single
Rope
Technique (SRT).
• SRT hanya menggunakan satu tali tunggal, dan menggunakan prinsip
pemindahan
beban ketika menaiki tali tersebut, sehingga menggunakan dua alat naik.
• Peralatan Penelusuran Gua Vertikal
Disini hanya akan dibahas mengenai peralatan yang digunakan untuk keperluan
SRT,
dan sedikit alternatifnya.
A. Peralatan Pribadi
Perlengkapan/peralatan yang disebutkan di bawah
ini merupakan perlengkapan yang harus melekat pada seorang penelusur gua pada
saat melakukan penelusuran gua vertikal. Secara garis besar peralatan yang
harus dikenakan pribadi dibagi menjadi 3, yaitu alat untuk naik, alat untuk
turun dan peralatan penunjang.
Peralatan
Naik (ascender)
Ada beberapa jenis peralatan yang dapat dikategorikan dalam ascender, yang
memiliki keistimewaan apabila terbeban akan semakin mengunci ke tali.
1. Foot Loop Jammer
Alat ini akan digunakan oleh tangan untuk menarik beban badan, dihubungkan
dengan
webbing ke sit
harness, sehingga juga menjadi pengaman kita. Pada alat ini
ditempatkan
foot-loop (sling injak) dan security link (tali pengaman). Alat ini
menggunakan
gigi-gigi runcing untuk mencengkram mantel dari tali, sehingga semakin
terbeban akan
semakin mengunci ke tali. Yang biasa digunakan sebagai Foot Loop
Jammer adalah
Jumar produksi Petzl, yang memiliki dua warna, kuning untuk tangan
kiri, dan biru
untuk tangan kanan. Ada
beberapa jenis ascender lain yang memiliki
bentuk dan fungsi hampir sama dengan Jumar Petzl, diantaranya CMI Jammer.
2. Chest Jammer
Alat untuk naik yang prinsipnya hampir sama dengan Jumar, namun bentuknya
lebih
ringkas (tidak ada pegangan untuk tangan), dan dihubungkan langsung dengan
Sit
Harness dan
Chest Harness, selain sebagai alat naik, juga berguna untuk menjaga
agar badan tetap sejajar dengan tali. Chest Jammer keluaran Petzl biasa
disebut
Croll yang memang sudah dirancang untuk kepentingan SRT.
Jumar dan Croll merupakan dua alat utama yang digunakan dalam SRT, ketika
badan
kita menggunakan Croll sebagai pengaman, dalam artian beban kita bergantung
di
Croll, tangan kita dapat menggunakan Jumar untuk menambah ketinggian.
Peralatan Turun (Descender)
1. Figure Of
Eight
Dapat digunakan
sebagai alat turun, namun dalam SRT hal ini tidak dianjurkan,
mengingat Figure
Of Eight mengandalkan friksi dengan tali dengan cara membelokkan
arah tali,
sementara tali yang digunakan di SRT adalah Tali Statis yang akan lebih
mudah rusak
apabila arah gayanya diubah.
2. Bobin
Descender
Alat yang
dikeluarkan Petzl ini, dikhususkan penggunaannya untuk menuruni tali
pada SRT, yang
digunakan adalah Bobin Single Rope. Bobin digunakan oleh orang yang
sudah terbiasa
menuruni tali dengan SRT, karena tidak memiliki kunci pengaman,
kontrol
kecepatan diatur oleh tangan kita.
3. Rack
Rack memiliki
batang-batang yang dapat dirubah posisinya, untuk mengatur friksi
antara alat dengan tali, hal ini akan mempengaruhi kecepatan. Rack akan
relatif
lebih dingin setelah pengunaan jangka panjang.
4. Auto Stop Descender
Auto Stop merupakan alat turun yang paling aman untuk digunakan dalam
melakukan
SRT. Hal ini karena Auto Stop dilengkapi dengan sistem kunci otomatis, dan
dapat
dipasang tanpa melepaskannya dari kaitan ke harness.
Peralatan Penunjang
Merupakan peralatan yang juga harus dikenakan ketika melakukan SRT, yang digambarkan
disini adalah prinsip-prinsipnya, bisa digunakan benda lain dengan
prinsip sama
1. Sit Harness
Ada berbagai jenis Sit Harness, untuk keperluan SRT Petzl khusus
mengeluarkan
Avanti. Sit
Harness ini berbeda dengan harness untuk keperluan memanjat ataupun
canyoning.
Avanti dapat diubah ukurannya sesuai dengan badan kita, karena dalam
melakukan SRT,
ukurannya harus benar-benar tepat agar terasa nyaman.
2. Linking
Maillon
Semacam
karabiner tetapi tidak memiliki sebuah gate (pintu dengan per). Maillon
sangat kuat,
terdiri dari berbagai tipe dan ukuran. Linking Maillon gunanya
sebagai
penghubung foot-loop jammer dengan foot-loop dan safety link. Alternatif
lain dapat
menggunakan small oval screwgate carabiner.
3. Foot Loop
Atau tangga,
digunakan waktu naik meniti tali. Foot loop merk “Camp” dapat
dipanjang dan
pendekkan sesuai dengan keperluan. Alternatif lain memakai etrier
atau sling.
4. Security Link
Disebut juga
“safety link”, gunanya sebagai safety pada waktu naik. Terbuat dari
Dynamic Climbing
Rope, berdiameter 9mm. Panjangnya sejangkau tangan atau lebih. Pada kedua
ujungnya dibuat “figure of eight knot”. Ujung pertama di foot loop jammer dan
ujung lainnya di attachment pada sit harness. Bisa juga menggunakan
webbing.
5. Chest Harness
Merupakan
harness khusus di dada. Bentuknya seperti angka delapan. Chest harness
berguna untuk
menempatkan “petzl croll” waktu naik, sehingga badan tetap sejajar
dengan tali.
Figure of eight chest harness merupakan perlengkapan standar.
Alternatif lain
memakai sling/chest strap.
6. Main
Attachment
Delta maillon
10mm adalah main attachment. Terbuat dari baja (steel) atau aluminium. Main attachment merupakan tempat
utama untuk berbagai kaitan/sangkutan. Selain untuk
mengunci sit harness, delta maillon juga untuk mengkaitkan croll, security link,
cow’s tail dan descender. Untuk posisi main attachment tidak pernah digunakan
carabiner.
7. Cow’s tail
Sebagai pengaman
pada saat melewati sambungan tali dan pindah anchor, waktu menuruni tali atau
menaiki tali. Cow’s tail dapat dibuat dari “climbing rope 11mm”. Panjangnya kemudian dilipat dua tidak sama
panjang. Masing-masing ujungnya dibuat figure of eight
knot juga bagian tengahnya, bagian yang membagi dua. “loop” pada bagian tengah
ini dikaitkan pada delta maillon.
8. Karabiner
Oval karabiner
digunakan untuk cow’s tail sedangkan oval screw gate karabiner untuk descender.
Pada umumnya dalam penelusuran gua vertikal digunakan ‘oval screw
gate carabiner’.
9. Helmet
Merupakan
perlengkapan vital dan wajib dikenakan oleh para penelusur gua. Gunanya untuk
melindungi kepala dari kemungkinan terbentur atau tertimpa batu. ‘Petzl helmet’
diperlengkapi dengan lampu karbit.
B. Perlengkapan Tim
1. Tali
Tali yang dipakai dalam penelusuran gua vertikal, harus mempunyai
karakteristik sebagai berikut : kuat, memiliki daya tahan terhadap gesekan,
daya lentur kecil dan dapat menyerap kejut. Speleo rope memenuhi syarat ini.
Biasanya, spleleo rope yang dipakai berdiameter 9,5 mm sampai 11 mm.
Pemeliharaan :
Untuk memperpanjang umur tali, jauhkan dari asam (acid), alkali, hindarkan
dari kemungkinan gesekan dengan batu, atau gunakan “rope pad” (alas tali).
Cucilah tali setelah digunakan, tetapi jangan memakai sabun, pakailah sikat
halus. Jemur tali di tempat teduh da berangin, jangan
sekali-kali menjemur di panas matahari.
2. Webbing
Disebut juga tape (pita) terbuat dari nilon. Digunakan untuk membuat
harness, anchor, dan lain-lain.
3. Perlengkapan lainnya
Perlengkapan lain yang diperlukan seperti tas untuk membawa tali (rucksack,
tackle bag), juga untuk membawa perlengkapan lainnya. Alat penerangan seperti
lampu batre, lampu karbit, atau lainnya. Sebaiknya membawa batre atau karbit
cadangan. Untuk membawa karbit dapat digunakan ban dalam mobil atau motor. Untuk
mengarungi sungai di dalam gua diperlukan perahu karet khusus.
Tali Temali (Knots)
Merupakan pengetahuan dasar yang wajib diketahui
oleh penelusur gua. Simpul-simpulyang biasa digunakan di dalam penelusuran gua,
yaitu:
1. Bowline
Digunakan untuk membuat anchor karena sifatnya yang semakin mengikat
apabila
mendapat beban. Bowline juga digunakan dalam teknik rescue. Waktu membuat
simpul
ini, ujung tali
harus overhand knot.
2. Figure of
eight
Merupakan simpul
yang paling penting karena sering digunakan. Mudah membuatnya dan melepaskannya.
Dipakai untuk membuat anchor, sebagai tali belay dan untuk menyambung tali.
3. Tape knot
Simpul ini
digunakan untuk menyambung webbing dengan menggabungkan kedua ujungnya. Tidak
ada simpul lain untuk keperluan tersebut.
4. Butterfly
knot
Berfungsi untuk
mengikat tali yang patah sehingga tidak terbeban. Simpul ini untuk tali dengan
beban vertikal.
5. Prusik knot
Untuk prusikking
(naik tali dengan bantuan prusik)
Sistim Anchor
Anchor merupakan sebuah “titik keamanan”. Anchor
yang baik, menjamin keselamatan penelusur gua, saat menuruni sumuran (potholing)
maupun pada saat kembali naik. Dalam verical caving
dikenal sistim “back up” dengan menggunakan beberapa titik (point).
Selain untuk keamanan juga agar tali tergantung bebas (hang belay) , guna menghindari
gesekan batu.
Kegunaan lain
anchor adalah , untuk membelay dan untuk keperluan tertentu, seperti
hauling,
lowering, rescue dll.
1. Anchor Alam (Natural
Anchor)
Natural Anchor
relatif sangat kuat, dengan memanfaatkan batu, pohon dan lain-lain.
Caranya dengan
melingkarkan sling pada batu atau pohon. Dapat juga langsung
menggunakan tali, dengan simpul bowline.
2.
Artificial Anchor
Dinding gua biasanya tidak mempunyai rekahan, polos dan licin. Karenanya
dibuat
anchor buatan. Dalam vertikal caving, dapat menggunakan ‘bolt’, sedangkan
piton
dan chock jarang digunakan. Dua hal yang sangat penting untuk diperhatikan
:
2. 1 Posisi Anchor : Posisi yang benar akan menghindarkan tali dari gesekan
batu
2.2 Periksa keadaan dinding gua sebelum dipasang anchor, dengan cara mengetukkan
hammer ke dinding gua. Bunyi gaung yang hampa menandakan batu yang rapuh.
Abseiling (teknik menuruni tali)
Dengan sistem SRT, teknik menuruni menjadi sangat mudah dan nyaman,
dibandingkan dengan penggunaan tangga gantung yang rumit. Yang harus diingat
ialah ketika melakukan SRT badan kita harus selalu berada dalam kondisi aman,
dalam artian ada paling tidak satu buah pengaman yang menjaga apabila terjadi
sesuatu. Dalam hal
ini, pengaman yang paling terakhir dilepas dan paling awal dipasang adalah
Cow’s
Tail.
Cara menuruni tali :
Pertama pasang cow’s tail pada back up belay, kemudian pasang tali pada
descender. Setelah descender
terpasang, lepaskan cow’s tail dan lakukan abseiling. Tangan kiri pada
descender, sedangkan tangan kanan memegang tali bawah sebagai kontrol laju pada
waktu turun. Kecepatan waktu abseiling sebaiknya konstan, jangan terlalu cepat
atau tersendat sendat selain berbahaya juga akan merusak tali. Untuk mengurangi laju percepatan gunakan carabiner untuk menambah friksi. Carabiner ini dikaitkan pada main
attachment. Sebelum melakukan abseiling, jangan lupa membuat simpul pada
ujung tali.
Pindah Anchor (passing a re-bellay on the descend)
Seringkali pada saat penelusuran gua harus memasang anchor lebih dari satu.
Untuk dapat melewati anchor waktu turun atau naik, diperlukan pengetahuan atau
teknik pindah anchor.
Teknik pindah atau melewati
anchor :
-Pasang cow’s tail pendek pada anchor, pada saat posisi descender sejajar
dengan anchor.
-Turun lagi sampai beban ada pada cow’s tail pendek, pasang cow’s tail
panjang
pada hang belay, buka descender yang sudah bebas beban.
-Buka cow’s tail pendek dengan cara berdiri pada foot loop.
-Lanjutkan
abseiling, lepaskan cow’s tail panjang dan lepas foot loop jammer.
Pindah Sambungan (Passing a knot on the descend)
Kadang-kadang
tali yang digunakan untuk menuruni gua tidak cukup panjang dan harus
disambung dengan tali lain agar dapat mencapai dasar.
Teknik melewati sambungan :
-Turunkan descender hingga menyentuh sambungan tali
-Pasang cow’s tail pada safety loop figure of eight
-Pasang chest jammer, croll pada tali di atas descender, jangan terlalu
jauh atau
terlalu dekat
-Buka descender dan pasang di tali bawah sambungan dengan posisi mengunci
-Buka croll,
dengan bantuan foot loop
-Lanjutkan abseiling
setelah melepas cow’s tail dan foot loop jammer.
Prussiking (teknik menaiki tali)
Yaitu bagaimana supaya penelusur gua dapat tiba kembali ke
permukaan. Dalam
vertikal caving,
telah dikembangkan berbagai teknik memakai tali dengan kelemahan
dan kelebihannya.
Ada dua system, yaitu :
1. Rope Walking System
Ciri utama dari sistim ini adalah kedua kaki diikat pada ascender yang
terpisah, sehingga setiap kaki dapat bergerak dengan bebas. Gerakan yang
terlihat seperti seorang yang sedang menaiki tangga. Semakin tegak badan
seseorang, semakin efisien sistim ini berjalan. Rope
walking system terdiri dari Floating system, Basis Mitchell system, Pigmy
system dan gabungan ketiganya.
2. Sit-stand system
Berbeda dengan
rope walking system, pada sistim ini tidak menggunakan dua ascender, tetapi
cukup hanya satu ascender. Kedua
kaki bergerak bersama, sehingga beban ditopang bersama. Keuntungannya kaki tidak
cepat capai dan mudah untuk istirahat. Sit stand system terdiri dari frog
system, inchworm system, texas system dan a one ascender prusik system. Dari
keempat sistim, frog system paling sering digunakan karena efisien dan aman. Frog
system menggunakan satu jummar dan chest jammer croll di dada. Tangan kanan mendorong
jumar ke atas, sehingga kedua kaki dalam foot loop berada dalam posisi terlipat.
Pada posisi berdiri, croll ikut bergerak ke atas, sampai berada di bawah jummar. Demikian
seterusnya.
Pindah anchor (passing a re-belay on the ascend)
Seperti pada
abseiling, teknik melewati anchor waktu naik tidak banyak berbeda.
Teknik melewati
anchor :
-Pasang cow’s tail pada anchor
-Pindahkan foot
loop jammer ke tali di atas anchor berdiri
-Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang pada tali atas.
-Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending.
Pindahan
sambungan (passing a knot in the ascend)
-Pasang cow’s
tail pada ‘safety loops’ figure of eight knot.
-Pindahkan foot
loop jammer ke tali di atas sambungan.
-Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang tali atas.
-Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending.
KEMUNGKINAN KECELAKAAN YANG
TERJADI
Sebagian besar kecelakaan yang terjadi di dalam gua, berasal dari kesalahan
si penelusur sendiri. Dalam keadaan yang sangat gelap sering kali seorang
penelusur melakukan kesalahan dalam menaksir jarak, sehingga sebuah lubang yang
cukup dalam, terlihat dangkal. Tipuan ini menyebabkan ia merasa mampu untuk meloncat ke dalam lobang
tersebut. Etikanya tidak diperkenankan melakukan lompatan apapun di dalam gua. Tertimpa
batu, merupakan kejadian yang sering terjadi, karena runtuhan alami akibat rapuhnya
dinding gua atau akibat ketidaksengajaan si penelusur gua yang menyebabkan
jatuhnya batuan dan menimpa penelusur lain. Helm menjadi wajib dikenakan untuk melindungi kepala.
Jenis kecelakaan yang lain, akibat buruknya atau
tidak memenuhi syarat perlengkapan yang dipakai, misalnya tali putus, ascender
tidak berfungsi. Oleh karena itu perawatan dan pemeliharaan alat-alat setelah
digunakan mutlak dilakukan. Jangan ragu-ragu untuk memotong tali pada bagian
yang terkoyak akibat gesekan, misalnya. Bahaya banjir merupakan faktor penyebab
utama kecelakaan lainnya. Demikian pula faktor suhu udara yang dingin, perlu
diperhatikan terutama pada saat melakukan eksplorasi di gua yang basah. Kejadian-kejadian
di atas bukan tidak mungkin untuk dihindari, semuanya tergantung dari persiapan
dan pengalaman yang dimiliki oleh penelusur gua.
PEMETAAN
Dalam kegiatan penelusuran gua, pemetaan merupakan
suatu hal yang penting, bahkan pemetaan dapat disebut sebagai aspek ilmiah dari
suatu kegiatan yang bersifat petualangan. Meskipun sebenarnya banyak penelitian
ilmiah yang dapat dilakukan di dalam gua, seperti penelitian Biologi, Geologi,
Geomorfologi, Arkeologi, Hidrologi, Geografi, dan lain sebagainya. Tetapi
sebenarnya pemetaan menduduki posisi yang paling penting. Boleh-boleh saja
dalam penelusuran gua tidak melakukan penelitian Biologi atau Geologi atau yang
lainnya, tetapi pemetaan merupakan hal yang wajib dikerjakan oleh seorang yang
berpredikat ‘caver’. Begitu penting pemetaan, sampai-sampai ada seorang teman
dari jurusan Geografi yang menyatakan bahwa “sebuah peta lebih mempunyai banyak
arti daripada seribu kata-kata”.
Pemetaan
merupakan bagian dari kegiatan yang bersifat perekaman atau pendokumentasian. Dalam hal ini adalah
yang berhubungan dengan rekaman bentukan fisik gua, misalnya bentuk atau denah
lorong, panjangnya, tingginya, keletakan ornamen, apa saja ornamennya, posisi
aliran air, lumpur, sump, dan lain sebagainya.
Pemetaan sebuah gua merupakan salah satu upaya
untuk mendokumentasikan gua tersebut, sehingga peta tersebut akan menjadi
informasi untuk penelusur gua lainnya, ia akan mengetahui denah guanya,
ukurannya, ornamen yang menghiasinya, dan lain sebagainya, jauh dari sebelum ia
sendiri memasuki gua tersebut. Pemetaan juga memberikan informasi ilmiah yang
berguna bagi penelitian ilmu pengetahuan. Peta gua juga berarti sebagai bukti
seorang caver telah memasuki atau mengeksplorasi suatu gua.
Peta Gua
Sebuah Peta Gua yang baik, akan dapat memberikan
gambaran kepada orang yang membaca peta tersebut dengan mudah. Sehingga sebuah
peta gua harus Informatif, dan Komunikatif. Dianggap informatif apabila,
data-data yang perlu diketahui dapat ditemukan disini, dalam hal ini data-data
yang dibutuhkan untuk sebuah kepentingan eksplorasi. Tentu akan berbeda dengan peta yang dibuat untuk
kepentingan penelitian, atau wisata misalnya. Dan peta
tersebut akan komunikatif apabila dalam hasil akhirnya tidak
membingungkan orang yang membacanya, memiliki alur dan susunan yang jelas dan sesuai dengan aturan yang telah disetujui bersama. Peta sebuah gua minimal menerangkan tentang;
1.
Penampang Atas, atau
denah lorong untuk menunjukkan bentukan, arah dan belokan
lorong.
2. Penampang Samping,
Irisan, atau Section untuk menunjukkan ketinggian lorong,
dan kemiringan
gua tersebut.
3. Simbol Ornamen,
simbol-simbol yang telah disepakati untuk mewakili ornamen yang
terdapat di
dalam gua tersebut.
4. Potongan Stasiun, ditiap titik yang
dijadikan sebagai pos atau stasiun
digambarkan potongannya.
5. Data Gua, keterangan mengenai
gua tersebut, namanya, letak geografis dan
administratifnya, surveyornya, dan tanggal dilakukan survey untu pemetaan.
Hal ini
termasuk penting mengingat perubahan bentukan gua dapat terjadi setiap
saat.
6. Skala, untuk menunjukkan
perbandingan, biasanya digunakan skala batang karena
lebih mudah untuk membayangkan keadaan sebenarnya.
7. Arah Utara Peta
8. Legenda, atau keterangan simbol.
Apabila sudah terdapat hal-hal tersebut,
maka peta gua yang dibuat seharusnya sudah mampu memberikan informasi yang
cukup bagi penelusur gua lainnya. Sebuah peta gua tentunya juga memiliki
tingkat akurasi yang berbeda-beda. Di dunia ada beberapa penilaian terhadap
keakuratan tersebut, tergantung pada kesepakatan federasi masing-masing. Saat ini, yang lazim
digunakan di Indonesia adalah sistem grade yang digunakan di Eropa, yang memakai skala 1 sampai 6.
Mengenai hal ini akan dijelaskan lebih lanjut di tahap pendalaman.
Untuk mendapatkan informasi yang akan dituangkan
ke dalam peta gua, ada beberapa prosedur pemetaan yang harus dilakukan. Sekilas prosedur-prosedur ini akan
tampak merepotkan ketika mengeksplorasi sebuah gua, namun
sebenarnya kerepotan tersebut akan terbalas dengan
hasil yang nantinya kita dapatkan.
Alat-alat perlengkapan
pemetaan
1. Drafting film atau Kodak Trace sejenis kertas kedap air, seperti kertas
kalkir
tetapi lebih tebal dan kedap air juga bisa dihapus jika menggunakan alat
tulis
pinsil.
2. Topofil, alat untuk mengukur jarak antara stasiun. Kalau tidak ada dapat
juga
dipakai rollmeter.
3. Alas tulis dan alat tulis (pinsil, penghapus, dan serutan)
4. Kompas, alat untuk mengukur sudut deviasi atau azimuth. Biasanya kompas
Silva
atau Suunto yang digunakan.
5. Clinometer, alat untuk mengukur kemiringan gua (turun atau naik) Suunto
PM5/360
adalah Clinometer yang terbaik.
gambar 15. contoh simbol peta gua
Prosedur Pemetaan
Prosedur pemetaan yang dimaksud disini adalah teknis pengambilan
data untuk menghasilkan sebuah peta gua, data-data tersebut akan dicatat di
sebuah catatan lapangan untuk kemudian diterjemahkan. Secara garis besar,
pengambilan data dilakukan dengan membuat bentukan kasar gua yang dieksplorasi,
dengan cara mengambil
beberapa titik untuk dijadikan sebagai stasiun. Di stasiun-stasiun tersebutlah
data-data direkam, diantaranya arah lorong, ketinggian lorong, kemiringan
antara stasiun, tinggi langit-langit gua, lebar lorong dan keterangan lainnya.
Pemetaan dapat dilakukan oleh minimal dua orang,
dimana satu orang menjadi leader yang memegang ujung alat ukur dan menentukan
posisi stasiun, sementara orang kedua menjadi pencatat data yang memasukkan
data ke dalam field note. Leader, adalah orang yang berhak menentukan posisi
stasiun. Satu titik dapat dijadikan stasiun karena beberapa sebab yaitu;
-Lorong yang dieksplorasi berubah arah
-Leader sudah tidak dapat terlihat oleh orang kedua
-Terdapat kemiringan yang ekstrim
-Terdapat perubahan bentukan lorong yang ekstrim
-Terdapat ornamen yang unik
-Jarak dengan stasiun terakhir sudah menjadi jarak maksimal untuk membuat
peta
dengan grade tertentu.
Satu hal yang mutlak diperhatikan adalah bahwa posisi leader harus masih
terlihat
oleh pencatat data.
Contoh catatan lapangan
Keterangan :
STS; Adalah nama
stasiun, dapat dinamakan sesuai kehendak, misalnya A-B,B-C, atau
1-2,2-3, dll.
Jarak; adalah jarak antara stasiun yang satu
dengan yang lainnya
Azim.; adalah sudut yang ditunjukkan oleh
kompas antara satu stasiun dengan
stasiun disepannya
Clino; adalah derajat kemiringan antar stasiun,
biasanya + apa bila stasiun
didepannya lebih tinggi, dan - bila stasiun didepannya lebih rendah.
Kanan dan Kiri; adalah jarak dari poros orang ke dinding gua kanan dan
kiri.
Atas dan Bawah; adalah Tinggi dan kedalaman gua.
Keterangan; diisi dengan hal-hal khusus yang ditemui, seperti ornamen yang
unik,
keterangan mengenai bentukan lorong, dll
Selain itu dalam pemetaan, pencatat data juga membuat sketsa lorong dan
irisan
stasiun yang akan memudahkan pembuatan peta gua.
Cara Kerja
1. Stasiun A biasanya pada mulut atau pintu masuk gua. Di sini berdiri
pencatat
data yang membawa kompas, clinometer dan catatan lapangan.
2. Leader membawa topofil atau rollmeter (ujung benang atau pita meter
dipegang oleh Pencatat data) hingga tempat yang dianggap sebagai stasiun B
3. Pencatat data mencatat hasil pengukuran panjang, azimuth, clino juga
mencatat
lebar kiri dan kanan lorong pada stasiun A pada lembar catatan lapangan.
4. Pencatat data juga membuat sketsa denah lorong gua antara stasiun A dan
stasiunB. Pekerjaan ini dapat
dibantu dengan adanya benang atau pita meter yang memanjang
antara stasiun A dan stasiun B. Pintu masuk juga dibuat denah dan
irisannya.
5. Rekam dan catat juga atau ploting pada sketsa jika dijumpai hal-hal yang
istimewa atau khusus, seperti adanya stalagmit yang besar atau adanya aliran
air, flowstone, dsb.
6. Selanjutnya pencatat data menuju stasiun B dan surveyor 2 menuju stasiun
C dan kembali melakukan pengukuran, pemetaan dan pembuatan sketsa denah.
7. Pada prakteknya dapat dilakukan bergantian
8. Jangan lupa membuat gambar potongan / irisan dari lorong-lorong tertentu
atau khusus.
Menyalin data lapangan menjadi sebuah peta gua
Langkah pertama yang harus dilakukan di tahap ini adalah menyalin kembali
data lapangan sesegera mungkin, karena catatan lapangan kita pasti akan kotor,
dan kemungkinan tidak jelas terbaca. Kemudian kita membuat peta gua kasar di
kertas milimeter block. Data Azimuth, Kanan, kiri dan jarak akan berguana dalam
membuat Penampang atas atau denah, sementara data kemiringan, atas dan bawah
akan berguna untuk membuat irisan atau penampang samping. Setelah itu, kita dapat
menyalin draft peta yang telah kita buat ke kertas kalkir, dan kemudian
ditambahkan kelengkapan-kelengkapan lainnya.
Hambatan
Berbeda dengan pembuatan / survey pemetaan yang
biasanya dilakukan di tempat
terbuka, maka pemetaan gua sepenuhnya dilakukan di dalam gua, jauh di bawah
muka bumi. Kondisi gua yang pastinya gelap total, hanya ada penerangan lampu
karbit yang terbatas cahayanya, belum lagi lantai gua yang penuh lumpur,
ruangan yang sempit, dan waktu yang terbatas dimana kita tidak dianjurkan lupa
waktu di dalam gua. Tetapi itu semua bukan menjadi alasan untuk tidak melakukan
pemetaan gua, lebih-lebih bagi mereka yang mengaku sebagai ‘caver’. Yang ingin
digarisbawahi di sini adalah bahwa apapun kondisinya seorang caver wajib
membuat peta gua di dalam
eksplorasinya, khususnya gua-gua yang belum dipetakan.
7. Peralatan
Peralatan itu dapat dibagi menjadi dua katagori :
A. Perlengkapan pribadi :
• Lampu, syaratnya harus bisa ditempelkan pada helm
• Helm, diusahakan yang tidak mudah pecah. Jika ternyata pecah tidak akan
melukai kepala
• Coverall (Werkpak), dengan warna yang menyolok
• Sarung tangan, sebaiknya dari kulit yang lemas atau karet
• Sepatu, usahakan yang tinggi sehingga dapat melindungi dari gigitan
binatang
berbisa atau terkilirnya pergelangan kaki
• Sumber cahaya cadangan, bisa berupa lilin senter korek api
• Peluit, sebagai alat komunikasi darurat.
Perlengkapan tersebut hanya dapat dipergunakan untuk gua Horisontal
(datar), atau
gua yang agak rumit hingga memerlukan keterampilan untuk mendaki dan
menuruni
secara bebas tanpa peralatan (Free Climbing). Perlengkapan pribadi ini
harus
diperluas apabila hendak melakukan penelusuran dalam jangka waktu yang
lama,
banyak terdapat
air dan banyak memiliki lorong.
• Tempat air
minum, dibutuhkan bila penelusuran lebih dari 3 jam, dapat pula
untuk mengisi
tabung karbit
• Makanan, harap
dibawa jika menelusuri gua lebih dari 6 jam
• Pakaian, yang
kering luar dan dalam
• Pelampung,
untuk berenang
• Masker hidung,
ini terutama digunakan untuk gua yang banyak Guano-nya
(penyebab sakit
paru-paru)
• Alat tulis
kedap air, untuk penelusuran yang rumit dan jauh sebagai catatan
perjalanan dan
untuk keperluan pemetaan
• Peralatan
pemetaan, klinometer, rollmeter, kompas prisma, altimeter,
barometer,
thermometer dan tripod
• Alat penunjuk
jalan, alat ini bisa berupa bendera, benang dll. dipergunakan
untuk gua yang
banyak lorongnya
• Jam tangan
kedap air, penunjuk waktu yang akurat sangat penting dalam
penelusuran.
• Alat
fotografi, untuk keperluan dokumentasi diperlukan kamera SLR , lampu
kilat minimum 2
unit, aneka lensa filter, lensa zoom, shutter release, tripod dan
bila ada kamera tahan air.
Untuk melakukan eksplorasi gua vertikal atau sumuran, tentunya peralatan
tersebut
diatas tidak memadai. Untuk keperluan tersebut dikenal suatu cara yang
disebut SRT
(Single Rope Technique) atau teknik menaiki dan menuruni tali tunggal, maka
kita
harus melengkapi dengan alat lainnya yaitu :
• Sit Harnes (dada), tali pengaman dada
• Harnes duduk, tali pengaman/tambatan pinggang
• Buntut sapi (Cow's Tails) atau tali pengaman darurat
• Maillon Rapide (Delta), penyambung harnes dan tempat mengait alat
• Croll (Chest Jammer) alat menaiki tali
• Hand Jammer, alat menaiki tali
• Decender, alat untuk menuruni tali
• Tali prusik, 2 pasang
• Webbing, tali pita.
B. Perlengkapan kolektif :
Peralatan ini sangat dibutuhkan untuk kegiatan
bersama (beregu) dan harus ada
seseorang yang bertanggung jawab pada peralatan tersebut. Pemeliharaan
barang kolektif ini sebaiknya dilakukan bersama dan dapat juga ditugaskan
kepada satu orang. Sebaiknya yang memelihara alat tersebut diserahkan pada
orang yang mengerti pada peralatan tersebut, jangan diberikan pada pemula
karena sensitifnya peralatan. Namun adakalanya kecenderungan dalam suatu organisasi
untuk melimpahkan tanggung jawab tersebut pada pemula, dalam hal ini sangatlah
tidak tepat.
• Tali, dalam hal ini mutlah diperlukan dalam kegiatan penelusuran gua
vertikal. Alat ini sangat
sensitif dan nyawa penelusur bergantung pada kualitas
dan cara pemeliharaannya. Untuk penelusuran dipergunakan tali statik atau
tali
Speleo dan diperlukan yang berdiameter 9 - 11 mili. Untuk panjang tali
disesuaikan
dengan kebutuhan
• Tangga kawat baja, sangat fleksibel dalam penggunaannya dan mudah dibawa.
Sangat aman untuk melintasi air terjun terurtama jika rombongan sebagian
besar
kurang mampu menggunakan peralatan SRT. Tiap penggunaan tangga baja ini
harus
menggunakan pengaman (Safty line) tali dinamis
• Tas besar (speleo bag), untuk tempat tali atau peralatan yang lainnya
• Perahu karet, untuk mengarungi sungai atau danau
• Pulley, sering disebut dengan katrol dan bermanfaat untuk Rescue
8. Bahaya-bahaya
Survival dalam caving tidaklah dimungkinkan, oleh
karena itu kecelakaan di dalam gua selalu berakibat fatal. Karena dilakukan
dalam keadaan gelap total maka tingkat kesulitan dan resiko setiap aktifitas
adalah 2 kali lipat daripada di luar gua. Apalagi di Indonesia belum ada (belum
mampu) membentuk suatu tim rescue (SAR) gua baik secara lokal maupun nasional
walaupun telah banyak gua dibuka sebagai
obyek wisata. Di luar negeri fasilitas SAR adalah sarana mutlak bagi penyelenggaraan
suatu obyek wisata gua.
NSS USA menyebutkan usia minimum penelusur gua
(profesional dan amatir) adalah 20 tahun sebagai batas psikologis (kecuali
beberapa gua wisata khusus mengijinkan siswa SD masuk). Alasan utamanya karena
90% kejadian kecelakaan menimpa mereka dengan klasifikasi "Young
(Teenager) Male Unafiliated Novice" (Remaja/anak laki laki belasan tahun
yang tidak terlatih dan tidak terdaftar pada kelompok speleologi resmi). Namun
di Indonesia tidak ada ketentuan batasan umur, bahkan di daerah tertentu
seperti di Karang Bolong Jawa Barat remaja belasan tahun telah memasuki gua
untuk menambang kapur atau sarang burung walet dengan peralatan
tradisional. Maka jelas sekali bahwa kestabilan emosional dan keterlatihan/keterampilan
yang memadai adalah syarat utama keselamatan penelusuran. Bahkan secara
internasional syarat keterampilan ini seharusnya dinyatakan dalam bentuk
sertifikasi yang dikeluarkan melalui kursus / pelatihan resmi oleh Federasi
Speleologi setempat (di Indonesia adalah HIKESPI).
Oleh karena itu tidaklah berlebihan apabila
kalangan penelusuran gua memiliki
motto keselamatan "SEDIA PAYUNG SEBELUM MENDUNG" sehingga tidak
cukup bersiaga dikala ada gejala bahaya namun justru jauh sebelum itu. Maka
estimasi perubahan situasi harus senantiasa diperhatikan. Tingginya jam
terbang, pengetahuan, keterampilan dan senioritas tidak cukup dijadikan patokan
keamanan karena apa yang bakal dihadapi di dalam gua tidak seorangpun dapat
memastikan. Etika pencegahan kecelakaan adalah :
• Tidak memaksakan menelusuri gua bila badan kurang sehat
• Keterampilan kurang terutama pada gua vertikal
• Peralatan tidak lengkap, kurang terawat dan sudah uzur
• Kesiapan mental kurang (sedang patah hati atau stress)
• Anggota terlemah adalah patokan standar penelusuran, apabila anggota
terlemah mengalami gangguan maka saat itu juga penelusuran harus dihentikan
tanpa
dapat ditawar lagi
• Jumlah anggota kelompok tidak kurang dari 4 orang
• Jangan masuk gua di musim hujan, seorang penelusur gua pada masa ini
biasanya cuti kegiatan dan hanya diisi dengan latihan ringan atau
memperdalam pengetahuan
• Mintalah ijin kepada orang tua dan aparat daerah setempat dan instansi terkait
sekaligus berpamitan dengan sejujurnya tentang tujuan dan lokasi kegiatan, perhatikan
dengan cermat serta patuhi segala wejangan atau nasihat mereka
• Tinggalkanlah pesan sebagai berikut :
o Hari, tanggal
o Nama pemimpin kelompok, alamat, no. telepon
o Nama, alamat, telepon anggota lain
o Tujuan memasuki gua : ILMIAH/OLAH RAGA/WISATA
o Nama gua, lokasi : (dukuh, desa, kecamatan, kabupaten) - Mulai masuk gua
pukul, rencana keluar pukul APABILA SAMPAI PUKUL ..... BELUM KELUAR GUA
MAKA
MUNGKIN TELAH TERJADI KECELAKAAN MAKA HARAP SEGERA MELAPOR KEPADA LURAH,
POLISI DAN MEMINTA BANTUAN DENGAN MENGHUBUNGI: - NAMA, ALAMAT, NOMER TELEPON -
NAMA, ALAMAT, NOMER TELEPON SEGALA UANG YANG DIPERLUKAN UNTUK MENERUSKAN BERITA INI AKAN DIGANTI DUA KALI LIPAT.
TERIMA KASIH.
Formulir ini diberikan kepada pejabat dan instansi berwenang setempat dan
ditempel
di kaca mobil.
Macam-macam bahaya :
• Terjatuh, seringkali akibat kesalahan estimasi terhadap jarak (distorsi) karena
gelap. Melompat adalah hal yang haram dalam kegiatan penelusuran gua
• Kekurangan oksigen dan gas beracun, lorong penuh kelelawar atau tumpukan guano,
banyak terdapat akar pohon menjulur, tidak berair, berbau belerang dan pengap
harus dihindari karena penuh dengan kandungan gas beracun seperti CO dan H2S.
Tanda-tanda numum kurangnya oksigen atau serangan gas racun biasanya terjadi pening
dan halusinasi
• Keruntuhan atap dan meledak, adalah kejadian tak terduga yang tidak dapat
dihindari bisa diakibatkan gempa bumi atau ledakan dalam gua (jangan membuang
sisa karbit dalam gua atau masuk ke lorong penuh guano dengan lampu karbit).
Untuk menghindarinya perhatikan apakah lokasi tersebut merupakan bekas
penambangan kapur
atau dekat dengan lokasi peledakan dinamit sebuah proyek
• Banjir, bisa dideteksi bila terdengar suara gemuruh dalam lorong, air
sungai yang terasa hangat dan terlihat sampah hanyut dalam aliran air.
Perhatikan batas air di dinding sehingga dapat diperkirakan ketinggian air saat
banjir, tentukan juga sebuah lokasi atau cekungan di atas batas banjir sebagai
tempat berlindung darurat bila terjebak banjir
• Hewan berbisa, walaupun menurut pakar biospeleologi mereka ini hidup di daerah
mulut gua sampai 100 m. ke dalam namun bisa saja hewan seperti ular ditemui jauh
di dalam gua karena terhanyut aliran air atau terperosok ke dalam dari atap atau
ventilasi gua. Hindarilah cekungan dan lobang di sekitar mulut gua karena di tempat
itu mereka bersarang. Bahaya lain adalah gigitan atau kelelawar dapat mengakibatkan
rabies, kotorannya (guano) menyebabkan histoplasmosis (penyakit jalan
pernafasan seperti TBC). namun umumnya hewan gua tidak mengganggu
• Eksposure, hipotermia dan dehidrasi sangat mungkin terjadi akibat terpaan
angin kencang dari aven (ventilasi gua atau jendela karst), baju yang basah
karena berendam terlalu lama dalam air gua. Dehidrasi dapat dihindari dengan
jalan minum sebelum haus (ingat sedia payung sebelum mendung) karena minum di
saat haus datang berarti sudah sangat terlambat karena lebih dari 25% cairan
tubuh telah lenyap, ingat penguapan cairan dan panas tubuh dalam gua terjadi
sangat cepat tanpa terasa (bahkan dapat dilihat dengan jelas uap air yang
keluar dari tubuh bila dilihat dengan sorot lampu)
• Kegagalan peralatan, kelengkapan dan kecanggihan peralatan bukan jaminan apabila
tidak diikuti dengan perawatan dan pengetesan rutin
• Bahaya terbesar bagi penelusur gua 99% justru adalah di jalan raya, kelelahan
akibat padatnya jadwal penelusuran mengurangi konsentrasi pada saat mengemudi. Jalan terbaik sewalah pengemudi
profesional yang tidak terlibat dalam tim sebagai tenaga penunjang mobilitas.
Bibliografi
Budworth,
Geoffrey. “The Knot Book”, Great Britan : Paerfronts
Judson, David.
“Caving Practice and Equipment”, London
: British Cave Research
Association,
1984.
Lyon, Ben.
“Venturing Underground”, London
: EP Publishing Ltd, 1983.
Mc Clurg, Dain.
“ Exploring Caves : A Guide to The Underground Wilderness”,
Meredith, Mike,
“ Vertikal Caving”, Paris
, 1982.
: The Sydney Speleological
Society, 1977.
Edwin, Norman , “ Etika Dasar
Penelusuran Gua”, Jakarta
: Paper Kursus Dasar III
1983.
Edwin, Norman, “
Caving : Menelusuri Kegelapan”, Jakarta
: Paper Kursus Dasar III
1983.
Soemarno, Sidarta Ir, “Gua ditinjau dari segi Geologi”, Jakarta : Paper
Kursus
Dasar III 1983.
. Williams, Tony
Lewis, “ Manual of US Cave Rescue Techniques”, Alabama : National
Cave Res
Comments
Post a Comment