RAMALAN JAYA BAYA DALAM PERJALANAN NUSANTARA
Perjalanan sejarah Nusantara, khususnya pasca runtuhnya Kerajaan Majapahit hingga kini tak
lepas dari catatan ramalan Jayabaya. Banyak yang beranggapan bahwa
Jayabaya hanyalah seorang paranormal, selain juga sebagai Raja Kerajaan
Kediri (1131-1159). Tapi tidak banyak yang tahu bahwa sebenarnya
Jayabaya adalah seorang pujangga besar di jamannya. Banyak pelaku sejarah Indonesia
modern yang percaya dengan ramalan-ramalan Jayabaya. Bung Karno
sendiri amat yakin dengan ramalan Jayabaya, dan menjadikannya sebagai
salah satu pedoman dalam langkah-langkah sejarahnya.
* Ramalan pertama: Murcane Sabdo Palon Noyo Genggong , dibuktikan dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit.
Secara harfiah, "Murcane Sabdo Palon Noyo Genggong" diartikan dengan "Menghilangnya Sabdo Palon Noyo Genggong". Sabdo Palon dan Noyo Genggong adalah penasehat spiritual Raja Majapahit terakhir, Raja Brawijaya V (berkuasa 1453-1478). Saat Raja Brawijaya V masuk memeluk agama Islam, Sabdo Palon tidak mau mengikutinya. Tetapi Sabdo Palon pun tidak menghalangi Raja Brawijaya V untuk memeluk Islam, karena Sabdo Palon tahu bahwa hal itu sudah merupakan kehendak Sang Kuasa. Sabdo Palon hanya berkata kepada Brawijaya V: "Paduka sudah terlanjur terperosok, mau jadi orang Jawa tetapi sudah kehilangan jawanya. Mau jadi orang Arab, hanya ikut-ikutan. Tidak ada gunanya lagi saya asuh. Saya malu kepada bumi dan langit, malu mengasuh orang tolol. Saya mau mencari asuhan yang memiliki prinsip/aqidah yang kuat". Kemudian Sabdo Palon menghilang dari hadapan Brawijaya V, tetapi hilangnya hanya fisiknya saja, sebab Sabdo Palon menyatakan kelak akan kembali lagi. Tidak lama setelah itu diikuti dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit dengan segala kejayaannya.
* Ramalan ke dua: Semut Ireng Anak-Anak Sapi , dibuktikan dengan bercokolnya Belanda di Nusantara.
Secara harfiah, ramalan ini tentu mudah dimengerti dalam bahasa Indonesia, Semut Hitam Anak-Anak Sapi. Semut hitam mempunyai karakter hidup bergerombol dalam jumlah yang banyak. Jika salah satu di antaranya menemukan tempat yang diketahui terdapat gula atau makanan yang manis, maka kawanan semut hitam lainnya akan datang berbondong-bondong ke tempat tersebut. Gambaran perilaku semut hitam ini mirip dengan modus kedatangan bangsa-bangsa Eropa Barat di Nusantara. Dimulai dengan kedatangan armada dagang Portugis, disusul dengan kedatangan armada dagang Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman, selanjutnya menjadi kenyataan sejarah bahwa bangsa Eropa Barat khususnya Belanda menguasai dan menggerogoti kekayaan alam nusantara selama lebih dari 3 abad lamanya. Orang-orang Eropa, khususnya Eropa Barat, dari anak-anak hingga orang tua, sejak dulu mempunyai kebiasaan meminum susu sapi. Sehingga secara lelucon, dapat dikatakan bahwa mereka adalah anak-anak sapi.
* Ramalan ke tiga: Kebo Nyabrang Kali , dibuktikan dengan hengkangnya penjajah Belanda dari Nusantara.
Kebo nyabrang kali, atau jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia berarti "kerbau menyebrang kali". Kerbau diidentikan dengan hewan yang malas jika perutnya sudah kenyang. Kerbau apabila sedang asyik bermain di kubangan dan belum merasa puas, cenderung malas untuk pergi dari kubangan itu. Kerbau juga tidak akan mau menyebrangi kali, kecuali jika dipaksa atau terpaksa. Hal ini tergambar juga dari bangsa Belanda yang enggan meninggalkan tanah jajahannya, Nusantara. Belanda baru mau meninggalkan Nusantara dan "menyebrang" ke Australia karena terpaksa menjelang ditaklukan oleh Jepang pada 8 Maret 1942. Di saat yang bersamaan, di tanah airnya, orang-orang Belanda juga terpaksa "menyebrang" ke Inggris karena diserang oleh pasukan Nazi Jerman.
* Ramalan ke empat: Kejajah Saumur Jagung Karo Wong Cebol Kepalang , dibuktikan dengan penjajahan Jepang selama 3,5 tahun.
Terjajah seumur jagung oleh orang bertubuh pendek. Postur orang-orang Jepang pada saat Perang Dunia II belum seperti sekarang. Mereka mempunyai tinggi badan rata-rata di bawah 160cm. Walaupun pendek-pendek, mereka dengan gagah berani dan dengan bekal semangat ksatria samurai yang mengalir di darahnya mampu mengalahkan dan mengusir bangsa-bangsa Eropa yang telah sekian abad menjajah wilayah Asia Tenggara. Selanjutnya giliran merekalah, bangsa Jepang, yang menguasai wilayah Asia Tenggara. Namun babak penjajahan Jepang tidak berlangsung lama, seiring dengan dijatuhkannya bom atom oleh Amerika Serikat di Nagasaki dan Hiroshima, dilanjut dengan bertekuk lututnya Jepang kepada Amerika dan sekutunya.
* Ramalan ke lima: Pitik Tarung Sak Kandang , dibuktikan dengan berbagai konflik internal yang terjadi di Indonesia selama kepemimpinan Presiden Sukarno, dan puncaknya adalah peristiwa pembantaian massal pasca G 30 S.
Pitik Tarung Sak Kandang, jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia secara harfiah berarti Ayam Bertarung Dalam Satu Kandang. Bagaimanapun, sejatinya ayam tidak akan bertarung dengan ayam lainnya jika ditempatkan dalam satu kandang. Ayam akan bertarung dengan ayam lainnya jika diadu atau diprovokasi oleh pihak lain, itupun di luar kandang, bukan di dalam kandang.
Pada fase ramalan ini, Nusantara kembali memiliki manajemen administrasinya sendiri dengan nama Republik Indonesia. Dipimpin oleh putra Nusantara asli dengan basis dukungan massa yang tak terbantahkan, Ir.Sukarno. Namun Republik yang masih muda ini dalam perjalanan sejarahnya tidaklah dengan mudah berdiri menjadi sebuah negara dengan tingkat kestabilan politik yang mapan. Konflik-konflik internal mewarnai dinamika perjalanan republik ini di masa kepemimpinan Sukarno. Peristiwa Tiga Daerah, Percobaan penculikan Perdana Menteri Sahrir atau dikenal dengan peristiwa 3 Juli 1946, Provokasi Madiun September 1948, Pemberontakan RMS dan aksi Kapten Andi Aziz 1950, Pengarahan meriam ke Istana Merdeka 17 Oktober 1952, Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Aceh, dan Sulsel, dan Pemberontakan PRRI dan Permesta adalah wujud dari konflik antar anak bangsa, walaupun tidak lepas juga dari provokasi pihak asing.
Drama paling tragis dari pitik tarung sak kandang pada fase ini adalah peristiwa maha misterius, yaitu aksi konyol Letkol (Inf) Untung Samsuri dan kawan-kawan yang berujung pada terbunuhnya 6 jenderal dan 1 perwira pertama Angkatan Darat pada dini hari 1 Oktober 1965. Aksi ini memang layak disebut sebagai peristiwa maha misterius, sebab hingga saat ini belum terungkap motif dan tujuan sebenarnya dari aksi tersebut. Ada banyak versi mengenai aksi ini, dan semuanya (terlebih versi resmi Orde Baru) memiliki polemiknya tersendiri. Buntut dari aksi ini adalah pembantaian massal jutaan kader PKI atau yang dianggap berafiliasi dengan PKI oleh massa rakyat di Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, dan Bali sepanjang akhir Oktober 1965 hingga Januari 1966. Massa rakyat tersebut disponsori oleh pasukan RPKAD pimpinan Kolonel (Inf) Sarwo Edi Wibowo, mertua SBY. Di kemudian hari setelah pensiun, Sarwo Edi sangat menyesali aksi pembantaian itu dan menyatakan bahwa korban dari aksi pembantaian itu jumlahnya lebih dari 2 juta jiwa!!! Busyet dah!!!
Selanjutnya, drama pitik tarung sak kandang terjadi antara Presiden Sukarno dengan Jenderal lulusan SMP macam Harto. Diawali dengan keluarnya Supersemar hingga diberhentikannya Bung Karno sebagai Presiden RI oleh MPRS yang susunan keanggotaannya sudah direkayasa oleh Soeharto. Dalam babak ini, sebenarnya Bung Karno bisa saja mencekik dan memukul jatuh Jenderal Soeharto. Bung Karno tahu bahwa pendukungnya masih banyak, tidak terkecuali dari kalangan militer, khususnya marinir di bawah Mayjen KKO Hartono dan Kodam Siliwangi di bawah Mayjen Ibrahim Adjie. Tetapi Bung Karno yang sangat paham sejarah dan memahami ramalan Jayabaya juga mengerti, bahwa jika hal itu dilakukannya, maka akan terjadi perang saudara di antara pendukungnya dengan orang-orang yang sudah terhasut oleh Soeharto. Beliau tidak mau perang saudara terjadi lagi di antara sesama anak bangsa. Bung Karno tidak menginginkan pitik tarung sak kandang terus terjadi di negara yang telah diperjuangkannya sejak masa muda. Baginya, persatuan di atas segalanya. Akhirnya Bung Karno membiarkan dirinya dimakan oleh anak-anaknya sendiri demi persatuan bangsa.
* Ramalan ke enam: Kodok Ijo Ongkang-Ongkang , dibuktikan dengan berkuasanya rezim militer Jenderal Soeharto.
Kodok Ijo Ongkang-Ongkang tentu mudah dimengerti secara harfiah dalam bahasa Indonesia. Kodok atau katak merupakan binatang yang lincah dan bisa hidup di dua alam, air dan darat. Kelincahan kodok ini dapat diidentikkan dengan tentara atau militer. Kodok Ijo di sini menjelaskan spesifikasi militer yang berseragam hijau, yaitu Angkatan Darat.
Dalam fase ini Sukarno jatuh, dan digantikan oleh Jenderal Soeharto. Selama masa kepemimpinan Soeharto, militer khususnya Angkatan Darat mendapat posisi yang istimewa dalam pemerintahan. Jajaran birokrat dari pusat hingga daerah sebagaian besar diisi oleh perwira Angkatan Darat.
Ada 8 ramalan Jayabaya, yang 6 diantaranya telah membuktikan korelasi dalam perjalanan sejarah Nusantara pasca era keemasan Majapahit.
* Ramalan pertama: Murcane Sabdo Palon Noyo Genggong , dibuktikan dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit.
Secara harfiah, "Murcane Sabdo Palon Noyo Genggong" diartikan dengan "Menghilangnya Sabdo Palon Noyo Genggong". Sabdo Palon dan Noyo Genggong adalah penasehat spiritual Raja Majapahit terakhir, Raja Brawijaya V (berkuasa 1453-1478). Saat Raja Brawijaya V masuk memeluk agama Islam, Sabdo Palon tidak mau mengikutinya. Tetapi Sabdo Palon pun tidak menghalangi Raja Brawijaya V untuk memeluk Islam, karena Sabdo Palon tahu bahwa hal itu sudah merupakan kehendak Sang Kuasa. Sabdo Palon hanya berkata kepada Brawijaya V: "Paduka sudah terlanjur terperosok, mau jadi orang Jawa tetapi sudah kehilangan jawanya. Mau jadi orang Arab, hanya ikut-ikutan. Tidak ada gunanya lagi saya asuh. Saya malu kepada bumi dan langit, malu mengasuh orang tolol. Saya mau mencari asuhan yang memiliki prinsip/aqidah yang kuat". Kemudian Sabdo Palon menghilang dari hadapan Brawijaya V, tetapi hilangnya hanya fisiknya saja, sebab Sabdo Palon menyatakan kelak akan kembali lagi. Tidak lama setelah itu diikuti dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit dengan segala kejayaannya.
* Ramalan ke dua: Semut Ireng Anak-Anak Sapi , dibuktikan dengan bercokolnya Belanda di Nusantara.
Secara harfiah, ramalan ini tentu mudah dimengerti dalam bahasa Indonesia, Semut Hitam Anak-Anak Sapi. Semut hitam mempunyai karakter hidup bergerombol dalam jumlah yang banyak. Jika salah satu di antaranya menemukan tempat yang diketahui terdapat gula atau makanan yang manis, maka kawanan semut hitam lainnya akan datang berbondong-bondong ke tempat tersebut. Gambaran perilaku semut hitam ini mirip dengan modus kedatangan bangsa-bangsa Eropa Barat di Nusantara. Dimulai dengan kedatangan armada dagang Portugis, disusul dengan kedatangan armada dagang Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman, selanjutnya menjadi kenyataan sejarah bahwa bangsa Eropa Barat khususnya Belanda menguasai dan menggerogoti kekayaan alam nusantara selama lebih dari 3 abad lamanya. Orang-orang Eropa, khususnya Eropa Barat, dari anak-anak hingga orang tua, sejak dulu mempunyai kebiasaan meminum susu sapi. Sehingga secara lelucon, dapat dikatakan bahwa mereka adalah anak-anak sapi.
* Ramalan ke tiga: Kebo Nyabrang Kali , dibuktikan dengan hengkangnya penjajah Belanda dari Nusantara.
Kebo nyabrang kali, atau jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia berarti "kerbau menyebrang kali". Kerbau diidentikan dengan hewan yang malas jika perutnya sudah kenyang. Kerbau apabila sedang asyik bermain di kubangan dan belum merasa puas, cenderung malas untuk pergi dari kubangan itu. Kerbau juga tidak akan mau menyebrangi kali, kecuali jika dipaksa atau terpaksa. Hal ini tergambar juga dari bangsa Belanda yang enggan meninggalkan tanah jajahannya, Nusantara. Belanda baru mau meninggalkan Nusantara dan "menyebrang" ke Australia karena terpaksa menjelang ditaklukan oleh Jepang pada 8 Maret 1942. Di saat yang bersamaan, di tanah airnya, orang-orang Belanda juga terpaksa "menyebrang" ke Inggris karena diserang oleh pasukan Nazi Jerman.
* Ramalan ke empat: Kejajah Saumur Jagung Karo Wong Cebol Kepalang , dibuktikan dengan penjajahan Jepang selama 3,5 tahun.
Terjajah seumur jagung oleh orang bertubuh pendek. Postur orang-orang Jepang pada saat Perang Dunia II belum seperti sekarang. Mereka mempunyai tinggi badan rata-rata di bawah 160cm. Walaupun pendek-pendek, mereka dengan gagah berani dan dengan bekal semangat ksatria samurai yang mengalir di darahnya mampu mengalahkan dan mengusir bangsa-bangsa Eropa yang telah sekian abad menjajah wilayah Asia Tenggara. Selanjutnya giliran merekalah, bangsa Jepang, yang menguasai wilayah Asia Tenggara. Namun babak penjajahan Jepang tidak berlangsung lama, seiring dengan dijatuhkannya bom atom oleh Amerika Serikat di Nagasaki dan Hiroshima, dilanjut dengan bertekuk lututnya Jepang kepada Amerika dan sekutunya.
* Ramalan ke lima: Pitik Tarung Sak Kandang , dibuktikan dengan berbagai konflik internal yang terjadi di Indonesia selama kepemimpinan Presiden Sukarno, dan puncaknya adalah peristiwa pembantaian massal pasca G 30 S.
Pitik Tarung Sak Kandang, jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia secara harfiah berarti Ayam Bertarung Dalam Satu Kandang. Bagaimanapun, sejatinya ayam tidak akan bertarung dengan ayam lainnya jika ditempatkan dalam satu kandang. Ayam akan bertarung dengan ayam lainnya jika diadu atau diprovokasi oleh pihak lain, itupun di luar kandang, bukan di dalam kandang.
Pada fase ramalan ini, Nusantara kembali memiliki manajemen administrasinya sendiri dengan nama Republik Indonesia. Dipimpin oleh putra Nusantara asli dengan basis dukungan massa yang tak terbantahkan, Ir.Sukarno. Namun Republik yang masih muda ini dalam perjalanan sejarahnya tidaklah dengan mudah berdiri menjadi sebuah negara dengan tingkat kestabilan politik yang mapan. Konflik-konflik internal mewarnai dinamika perjalanan republik ini di masa kepemimpinan Sukarno. Peristiwa Tiga Daerah, Percobaan penculikan Perdana Menteri Sahrir atau dikenal dengan peristiwa 3 Juli 1946, Provokasi Madiun September 1948, Pemberontakan RMS dan aksi Kapten Andi Aziz 1950, Pengarahan meriam ke Istana Merdeka 17 Oktober 1952, Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Aceh, dan Sulsel, dan Pemberontakan PRRI dan Permesta adalah wujud dari konflik antar anak bangsa, walaupun tidak lepas juga dari provokasi pihak asing.
Drama paling tragis dari pitik tarung sak kandang pada fase ini adalah peristiwa maha misterius, yaitu aksi konyol Letkol (Inf) Untung Samsuri dan kawan-kawan yang berujung pada terbunuhnya 6 jenderal dan 1 perwira pertama Angkatan Darat pada dini hari 1 Oktober 1965. Aksi ini memang layak disebut sebagai peristiwa maha misterius, sebab hingga saat ini belum terungkap motif dan tujuan sebenarnya dari aksi tersebut. Ada banyak versi mengenai aksi ini, dan semuanya (terlebih versi resmi Orde Baru) memiliki polemiknya tersendiri. Buntut dari aksi ini adalah pembantaian massal jutaan kader PKI atau yang dianggap berafiliasi dengan PKI oleh massa rakyat di Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, dan Bali sepanjang akhir Oktober 1965 hingga Januari 1966. Massa rakyat tersebut disponsori oleh pasukan RPKAD pimpinan Kolonel (Inf) Sarwo Edi Wibowo, mertua SBY. Di kemudian hari setelah pensiun, Sarwo Edi sangat menyesali aksi pembantaian itu dan menyatakan bahwa korban dari aksi pembantaian itu jumlahnya lebih dari 2 juta jiwa!!! Busyet dah!!!
Selanjutnya, drama pitik tarung sak kandang terjadi antara Presiden Sukarno dengan Jenderal lulusan SMP macam Harto. Diawali dengan keluarnya Supersemar hingga diberhentikannya Bung Karno sebagai Presiden RI oleh MPRS yang susunan keanggotaannya sudah direkayasa oleh Soeharto. Dalam babak ini, sebenarnya Bung Karno bisa saja mencekik dan memukul jatuh Jenderal Soeharto. Bung Karno tahu bahwa pendukungnya masih banyak, tidak terkecuali dari kalangan militer, khususnya marinir di bawah Mayjen KKO Hartono dan Kodam Siliwangi di bawah Mayjen Ibrahim Adjie. Tetapi Bung Karno yang sangat paham sejarah dan memahami ramalan Jayabaya juga mengerti, bahwa jika hal itu dilakukannya, maka akan terjadi perang saudara di antara pendukungnya dengan orang-orang yang sudah terhasut oleh Soeharto. Beliau tidak mau perang saudara terjadi lagi di antara sesama anak bangsa. Bung Karno tidak menginginkan pitik tarung sak kandang terus terjadi di negara yang telah diperjuangkannya sejak masa muda. Baginya, persatuan di atas segalanya. Akhirnya Bung Karno membiarkan dirinya dimakan oleh anak-anaknya sendiri demi persatuan bangsa.
* Ramalan ke enam: Kodok Ijo Ongkang-Ongkang , dibuktikan dengan berkuasanya rezim militer Jenderal Soeharto.
Kodok Ijo Ongkang-Ongkang tentu mudah dimengerti secara harfiah dalam bahasa Indonesia. Kodok atau katak merupakan binatang yang lincah dan bisa hidup di dua alam, air dan darat. Kelincahan kodok ini dapat diidentikkan dengan tentara atau militer. Kodok Ijo di sini menjelaskan spesifikasi militer yang berseragam hijau, yaitu Angkatan Darat.
Dalam fase ini Sukarno jatuh, dan digantikan oleh Jenderal Soeharto. Selama masa kepemimpinan Soeharto, militer khususnya Angkatan Darat mendapat posisi yang istimewa dalam pemerintahan. Jajaran birokrat dari pusat hingga daerah sebagaian besar diisi oleh perwira Angkatan Darat.
* Ramalan ke tujuh: Tikus Pithi Anoto Baris , nah saat ini kita sedang berada di fase ini.
Tikus Pithi adalah anak tikus baru lahir yang masih berwarna merah. Tikus Pithi Anoto Baris jika diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa Indonesia adalah Anak Tikus Baru Lahir Menyusun Barisan.
Sebelum membahas ramalan Jayabaya yang ke tujuh, dengan
melihat korelasi 6 ramalan Jayabaya sebelumnya dengan kenyataan sejarah yang telah terjadi di Nusantara, maka (mengutip ucapan budayawan Sujiwo Tejo): Ijinkanlah saya untuk mempercayainya!!!
Lalu yang jadi pertanyaan, kondisi seperti apakah yang terjadi di fase Tikus Pithi Anoto Baris?? dan sampai kapankah???
Mengiringi lengsernya Soeharto di bulan Mei 1998, bergulirlah satu
era yang dinamai dengan era reformasi. Reformasi awalnya berjalan
terarah dan jelas tujuannya, yaitu menurunkan Soeharto yang sudah
lebih dari tiga dasawarsa berkuasa serta mewujudkan masyarakat
Indonesia yang lebih baik. Namun setelah Soeharto berhasil ditumbangkan,
reformasi berjalan tidak terarah dan tidak beraturan. Hasil reformasi
yang paling terasa gaungnya di masyarakat adalah adanya kebebasan pers
dan kebebasan mengemukakan pendapat atau kebebasan berbicara..
Melihat ramalan Tikus Pithi Anoto Baris, nampaknya ada korelasi dengan fenomena kebebasan berbicara. Hampir setiap hari kita menyaksikan berita di media masa tentang demonstrasi mahasiswa-mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya di seluruh penjuru tanah air menyuarakan aspirasinya. Suatu fenomena yang tidak mudah ditemui di era Kodok Ijo Ongkang-Ongkang.
Tetapi di sisi lain ada kekhawatiran pada diri saya pribadi khususnya, mengenai ramalan Tikus Pithi Anoto Baris. Tikus pithi mempunyai sifat gesit, susah diatur, lucu, dan semau sendiri. Hewan ini pandai menyembunyikan diri dan tidak mudah ditangkap oleh manusia jika sedang bersembunyi. Gambaran ini mirip dengan kelakuan para koruptor yang begitu licinnya dan terlihat sulit ditangkap saat menjadi buron. Atau juga dapat digambarkan dengan kelakuan para "Anggota Dewan Yang Terhormat" yang kerjanya semau gue dan lucu.
Apakah fase Tikus Pithi Anoto Baris ini akan terus ditandai oleh munculnya koruptor yang semakin menggila?
Atau apakah fase ini akan terus digambarkan dengan kondisi rakyat yang memprihatinkan tetapi memiliki Wakil yang lucu dan semau gue??
mmhh...
Terlepas dari semua itu, kita tentunya hanya bisa berprasangka baik menghadapi dan mengalami fase ramalan ini. Bagaimanapun, fase ini juga diikuti dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi, khususnya internet. Dalam lima tahun terakhir ini, dan tentu ke depannya kita dapat melihat betapa banyaknya tulisan-tulisan yang menyuarakan kebenaran dan keadilan, yang intinya memperjuangkan keberpihakan kepada rakyat tertindas dan menentang ketidakbenaran yang terjadi di negeri ini. Aksi para blogger dan facebooker ataupun melalui media lainnya yang senantiasa menyuarakan keberpihakan kepada kaum terpinggirkan dan melawan kesewenang-wenangan dapat diidentikkan juga dengan Tikus Pithi Anoto Baris.
Seperti halnya dengan ramalan-ramalan Jayabaya sebelumnya, fase Tikus Pithi Anoto Baris juga dapat berlangsung dalam hitungan tahun atau mungkin bisa saja berabad-abad lamanya.
Ramalan ke-8 Jayabaya adalah Kembalinya Sabdo Palon Noyo Genggong. Dalam fase ke-8 itu, Nusantara digambarkan kembali mengalami masa kejayaannya seperti jaman Majapahit dahulu.
Melihat ramalan Tikus Pithi Anoto Baris, nampaknya ada korelasi dengan fenomena kebebasan berbicara. Hampir setiap hari kita menyaksikan berita di media masa tentang demonstrasi mahasiswa-mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya di seluruh penjuru tanah air menyuarakan aspirasinya. Suatu fenomena yang tidak mudah ditemui di era Kodok Ijo Ongkang-Ongkang.
Tetapi di sisi lain ada kekhawatiran pada diri saya pribadi khususnya, mengenai ramalan Tikus Pithi Anoto Baris. Tikus pithi mempunyai sifat gesit, susah diatur, lucu, dan semau sendiri. Hewan ini pandai menyembunyikan diri dan tidak mudah ditangkap oleh manusia jika sedang bersembunyi. Gambaran ini mirip dengan kelakuan para koruptor yang begitu licinnya dan terlihat sulit ditangkap saat menjadi buron. Atau juga dapat digambarkan dengan kelakuan para "Anggota Dewan Yang Terhormat" yang kerjanya semau gue dan lucu.
Apakah fase Tikus Pithi Anoto Baris ini akan terus ditandai oleh munculnya koruptor yang semakin menggila?
Atau apakah fase ini akan terus digambarkan dengan kondisi rakyat yang memprihatinkan tetapi memiliki Wakil yang lucu dan semau gue??
mmhh...
Terlepas dari semua itu, kita tentunya hanya bisa berprasangka baik menghadapi dan mengalami fase ramalan ini. Bagaimanapun, fase ini juga diikuti dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi, khususnya internet. Dalam lima tahun terakhir ini, dan tentu ke depannya kita dapat melihat betapa banyaknya tulisan-tulisan yang menyuarakan kebenaran dan keadilan, yang intinya memperjuangkan keberpihakan kepada rakyat tertindas dan menentang ketidakbenaran yang terjadi di negeri ini. Aksi para blogger dan facebooker ataupun melalui media lainnya yang senantiasa menyuarakan keberpihakan kepada kaum terpinggirkan dan melawan kesewenang-wenangan dapat diidentikkan juga dengan Tikus Pithi Anoto Baris.
Seperti halnya dengan ramalan-ramalan Jayabaya sebelumnya, fase Tikus Pithi Anoto Baris juga dapat berlangsung dalam hitungan tahun atau mungkin bisa saja berabad-abad lamanya.
Ramalan ke-8 Jayabaya adalah Kembalinya Sabdo Palon Noyo Genggong. Dalam fase ke-8 itu, Nusantara digambarkan kembali mengalami masa kejayaannya seperti jaman Majapahit dahulu.
Comments
Post a Comment